Jakarta (ANTARA GORONTALO) - Pemerintah Suriah menyatakan, melalui Pekan Film
Indonesia, Indonesia telah membuktikan diri sebagai sahabat sejati
negara yang selama lima tahun terakhir dicabik-cabik perang saudara itu.
"Indonesia
telah mendobrak ‘embargo kebudayaan’ terhadap Suriah dengan dimulainya
penyelenggaraan Pekan Film Indonesia di Suriah ini," kata Direktur
Kebudayaan Suriah Majid Sorem, meminjam istilah embargo ekonomi yang
tengah diderita Suriah, dalam siaran pers Kedutaan Besar Republik
Indonesia di Damaskus, hari ini.
Pekan Film Indonesia digelar
oleh KBRI Damaskus di tiga kota besar di Suriah, yaitu Lattakia pada
21-3 September 2016, Homs pada 28-30 September 2016, dan terakhir di
Damaskus mulai 5 sampai dengan 8 Oktober 2016.
Sampai Jumat 23 September lalu, film-film Indonesia seperti
"Habibie-Ainun", "5 cm", dan "Tenggelamnya Kapal Van der Wijck", telah
memukau warga kota Lattakia.
Pada sesi diskusi film "5 cm" 22
September lalu, Majid Sorem memuji sikap Indonesia yang tetap bersahabat
dengan Suriah ketika banyak negara di dunia yang memusuhi Suriah.
Indonesia disanjungnya karena justru tetap membuka kedutaannya di
Damaskus dengan kepala perwakilan setingkat duta besar.
"Kami
berharap Pekan Film Indonesia ini bukan yang pertama dan terakhir di
Lattakia. Berikutnya bukan hanya film, tetapi juga kesenian Indonesia
lainnya kami tunggu pagelarannya di Lattakia," kata Gubernur Lattakia
Mayjen Ibrahim Khudur al-Salim.
Ibrahim menyatakanLattakia
mendapatkan kehormatan dipilih menjadi kota pertama diselenggarakannya
Pekan Film Indonesia pertama di Suriah itu.
Ibrahim turut
menonton "Habibie-Ainun' hingga selesai dan dia mengaku kagum kepada
patriotisme Habibie dan kehebatan bangsa Indonesia dalam industri
dirgantara.
Film-film Indonesia dalam festival di tiga kota ini
juga membuang banyak warga Suriah kagum, antara lain diungkapkan Lidya
Jarkas, mahasiswi Universitas Tishreen Lattakia, yang secara khusus
terkesan pada film "Kapal Van der Wijck" yang dia sebut film favoritnya
selama menonton tiga hari berturut-turut di Lattakia.
"Film ini
sangat menyentuh hati," jawab Lidya sambil menyeka air mata menyangkut
film favoritnya itu. "Herjunot Ali dan Pevita Pierce layak dapat Oscar
karena memainkan peran Zainuddin dan Hayati pada film Kapal Van der
Wijck ini."
Thareq Kherbek, kritikus film asal Lattakia yang tak
sehari pun melewatkan film-film Indonesia dalam Pekan Film Indonesia
itu, menilai strategi KBRI Damaskus menggunakan film sebagai alat
promosi adalah sangat tepat.
Menurut dia, sebuah film tidak
hanya mengandung gambar, musik, dan cerita, namun juga nilai, emosi, dan
kebudayaan yang terbungkus apik di dalamnya.
"Saat menonton
film, kita secara langsung tetapi tidak sadar sedang disuguhi promosi
tentang pemandangan, musik, nilai, sekaligus keluhuran kebudayaan
Indonesia selama berjam-jam lamanya," kata Thareq.
Dia
melanjutkan, "Pekan Film Indonesia adalah strategi yang tepat dan jitu
di tengah masyarakat Suriah yang bosan dan lelah dengan konflik."
Pejabat
Penerangan Sosbud KBRI Damaskus A.M. Sidqi menyebut tujuan pemutaran
film Indonesia ini adalah salah satunya mengembalikan citra positif
Indonesia yang sering dianggap bangsa pembantu oleh negara-negara Arab,
termasuk Suriah.
"Setelah Pemerintah RI menghentikan pengiriman
TKI ke seluruh negara Arab, termasuk Suriah, saatnya kita mengenalkan
wajah positif dan keren Indonesia melalui film," kata Sidqi.
Pekan Film jadi bukti nyata Indonesia sahabat sejati Suriah
Minggu, 25 September 2016 22:07 WIB