Hakim Konstitusi Daniel Yusmic Foekh menyebut sepanjang 2019 tidak ada pengujian peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) yang dikabulkan Mahkamah Konstitusi di antaranya karena di tengah proses sidang disahkan menjadi undang-undang.
"Tahun 2019 itu ada kurang lebih 20 permohonan perppu, itu tidak ada satu pun yang disetujui oleh Mahkamah Konstitusi," ujar Daniel Yusmic Foekh dalam sidang perdana pengujian Perppu Penundaan Pilkada di Gedung MK, Jakarta, Rabu.
Pemohon uji materi Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 Tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota Menjadi Undang-Undang itu adalah Paguyuban Warga Solo Peduli Pemilu (PWSPP).
Pemohon khawatir tahapan pilkada serentak mulai Juni 2020 dan pemungutan suara pada Desember 2020 akan membahayakan masyarakat karena belum diketahui kapan wabah COVID-19 berakhir.
Untuk itu, pemohon meminta Mahkamah Konstitusi mengabulkan permohonannya agar pilkada digelar setelah pemerintah mencabut penetapan bencana nonalam COVID-19.
Menanggapi permohonan itu, Hakim Daniel Yusmic Foekh mengatakan menunggu pilkada sampai dengan pencabutan keppres atau penetapan bencana berakhir justru menimbulkan ketidakpastian hukum.
"Penyelenggara itu baik KPU, Bawaslu, dan DKPP butuh kepastian hukum. Kalau tidak ada perppu, KPU, Bawaslu, dan DKPP tentu akan mengacu kepada undang-undang yang sudah ada dan juga penetapan tanggal penyelenggaraan pilkada serentak itu. Sementara akibat dari COVID-19 ini, kita lihat sudah ada tahapan yang tidak bisa diselenggarakan oleh KPU," tutur dia.
Selanjutnya pemohon diminta memperbaiki kedudukan hukum dengan memperjelas pengajuan permohon oleh individu atau badan hukum. Perbaikan itu diberikan waktu hingga dua pekan ke depan.
COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2020
"Tahun 2019 itu ada kurang lebih 20 permohonan perppu, itu tidak ada satu pun yang disetujui oleh Mahkamah Konstitusi," ujar Daniel Yusmic Foekh dalam sidang perdana pengujian Perppu Penundaan Pilkada di Gedung MK, Jakarta, Rabu.
Pemohon uji materi Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 Tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota Menjadi Undang-Undang itu adalah Paguyuban Warga Solo Peduli Pemilu (PWSPP).
Pemohon khawatir tahapan pilkada serentak mulai Juni 2020 dan pemungutan suara pada Desember 2020 akan membahayakan masyarakat karena belum diketahui kapan wabah COVID-19 berakhir.
Untuk itu, pemohon meminta Mahkamah Konstitusi mengabulkan permohonannya agar pilkada digelar setelah pemerintah mencabut penetapan bencana nonalam COVID-19.
Menanggapi permohonan itu, Hakim Daniel Yusmic Foekh mengatakan menunggu pilkada sampai dengan pencabutan keppres atau penetapan bencana berakhir justru menimbulkan ketidakpastian hukum.
"Penyelenggara itu baik KPU, Bawaslu, dan DKPP butuh kepastian hukum. Kalau tidak ada perppu, KPU, Bawaslu, dan DKPP tentu akan mengacu kepada undang-undang yang sudah ada dan juga penetapan tanggal penyelenggaraan pilkada serentak itu. Sementara akibat dari COVID-19 ini, kita lihat sudah ada tahapan yang tidak bisa diselenggarakan oleh KPU," tutur dia.
Selanjutnya pemohon diminta memperbaiki kedudukan hukum dengan memperjelas pengajuan permohon oleh individu atau badan hukum. Perbaikan itu diberikan waktu hingga dua pekan ke depan.
COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2020