Pedagang di Kabupaten Gorontalo Utara mendukung usul Gubernur Gorontalo Rusli Habibie dalam mengatasi kelangkaan minyak goreng dengan cara membayar selisih harga yang terlanjur dibeli distributor untuk ditanggung oleh pemerintah provinsi.

"Usul itu sangat tepat agar distributor tidak mengalami kerugian karena sebelumnya telah membeli minyak goreng dengan harga tinggi. Jika dijual dengan harga subsidi pasti rugi besar, jika dijual non subsidi pasti masyarakat protes," kata pedagang bahan pokok di Kecamatan Kwandang, Gorontalo Utara, Santy Shera, di Gorontalo, Jumat.

Ia mengatakan, stok minyak goreng di tingkat distributor ada, karena terbukti pedagang masih mendapatkan pasokan.

Namun stoknya dibatasi karena khawatir berbenturan dengan pemberlakuan harga subsidi dapat berdampak distributor menelan kerugian besar.

"Saya contohnya, masih mendapatkan pasokan meski tantangannya saat ini, terpaksa harus mengambil sendiri di distributor yang ada di Kota Gorontalo atau membeli langsung ke pabrik di Bitung, Sulawesi Utara. Dengan biaya transportasi yang cukup tinggi sebesar Rp3 juta untuk sewa kendaraan truk ditambah sewa buruh Rp300 ribu," katanya.

Untuk sekali pembelian di pabrik, mendapat jatah 1 truk sebanyak 600 karton. Satu karton berisi 18 liter minyak goreng. 

Dengan harga modal perliter mencapai Rp13.500 lebih sedikit. Kami menjual hanya seharga Rp14 ribu perliter.

"Keuntungannya sangat tipis, namun harus mengadakannya mengingat permintaan masyarakat sangat tinggi. Banyak yang menangis karena sulit mendapatkan minyak goreng, banyak pula yang datang dengan beragam alasan yang semuanya minta dilayani untuk memenuhi keperluan harian rumah tangga," katanya.

Olehnya kata perempuan berjilbab itu, usul Gubernur Gorontalo sangat tepat agar stok minyak goreng dapat kembali normal di pasaran.

Disamping diharapkan pemerintah daerah membuat regulasi atau peraturan daerah yang dapat mengatur harga minyak goreng.

Sebab harga di pusat tidak boleh sama dengan di daerah. "Keputusan itu tidak tepat mengingat pedagang di daerah harus menanggung biaya transportasi yang cukup besar," katanya pula.

Ia juga mencontohkan, harga minyak goreng di pusat kabupaten tersebut berbeda dengan harga di wilayah perbatasan, seperti di Kecamatan Tolinggula yang jarak tempuh mencapai lebih dari 4 jam perjalanan darat.

Tentu tidak mungkin warga di wilayah perbatasan datang membeli ke pusat ibu kota hanya 2 liter saja. Di Kwandang, harga minyak goreng dijual Rp14 ribu per liter. Di pelanggan kami atau pemilik toko, warung dan pedagang di pasar di wilayah perbatasan, menjualnya Rp16 ribu per liter.

"Perbedaan harga ini sangat lumrah," sebutnya.
Olehnya, perlu ada regulasi untuk mengatur harga di daerah agar tidak merugikan pedagang juga masyarakat.

Ia mengatakan, kebijakan subsidi minyak goreng juga berdampak pada aktivitas penjualan karena hampir setiap hari masyarakat antre berjam-jam agar dapat membeli.

Di masa pandemi COVID-19 ini, kami membuat kebijakan yaitu pembeli wajib memakai masker serta pembelian dibatasi 1 liter per orang, agar stok yang ada bisa menjangkau seluruh masyarakat dengan merata.

Sehingga tidak terjadi kecemburuan sosial apalagi tudingan menimbun.

Sebab ketika stok minyak goreng masuk, kami selalu mengumumkannya ke pembeli yang datang langsung di toko maupun disampaikan terbuka melalui media sosial.

Namun rata-rata pembeli berharap agar lebih baik subsidi dicabut asalkan stok tersedia.

"Meski mahal tetap dibeli karena menjadi keperluan pokok harian," ungkapnya.***

Pewarta: Susanti Sako

Editor : Hence Paat


COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2022