Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta Profesor Aidul Fitriciada Azhari menilai peraturan pemerintah pengganti undang-undang yang diterbitkan Presiden Joko Widodo justru menyelamatkan Putusan MK yang mengamanatkan mempertahankan UU Cipta Kerja.
Dia menjelaskan pertimbangan hukum dari putusan MK 91/PUU-XVIII/2020 yakni mahkamah menentukan UU 11/2020 dinyatakan secara inkonstitusional secara bersyarat.
"Dikarenakan mahkamah harus menyeimbangkan antara syarat pembentukan sebuah undang-undang yang harus dipenuhi sebagai syarat formil guna mendapatkan undang-undang yang memenuhi unsur kepastian hukum, kemanfaatan dan keadilan," kata dia.
Kemudian, Mahkamah Konstitusi kata dia di samping itu juga harus mempertimbangkan tujuan strategis dari dibentuknya undang-undang tersebut.
"Saya rasa (Perppu) menyelamatkan Undang-undang Cipta Kerja karena sudah diamanatkan oleh keputusan MK yaitu perbaikan selama 2 tahun untuk mempertahankan nilai-nilai strategis, tujuan strategis dari Undang-undang Ciptaker ini," katanya.
Dia mengatakan sebenarnya Undang-undang Cipta Kerja merupakan amanat MK sendiri. Hanya saja, UU tersebut harus memenuhi syarat pembentukan undang-undang dan hal itu harus dipenuhi usai terbitnya putusan MK 91/PUU-XVIII/2020 yakni dengan memperbaiki dari UU tersebut.
"Nah permasalahannya DPR belum menunjukkan kinerja untuk menyelesaikan kewajiban membuat memperbaiki Undang-undang Cipta Kerja ini. Dan itu diambil alih oleh presiden," kata dia.
Langkah yang diambil Presiden Jokowi itu, menurut Aidul, lebih baik jika dibandingkan membiarkan proses berjalan begitu saja tanpa kejelasan dari DPR.
"Sementara situasi DPR juga menghadapi tahun politik yang membuat pecah konsentrasi antara pemilu dan kewajiban legislatifnya, maka tidak ada pilihan, bagi Pak Jokowi untuk membuat perppu ini," ujarnya.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Guru Besar UMS: Perppu selamatkan putusan MK soal UU Ciptaker
COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2023
"Perppu menyelamatkan Putusan MK yang mengamanatkan mempertahankan UU Ciptaker berdasarkan tujuan strategis UU a quo," kata Aidul Fitriciada Azhari dalam diskusi Menakar Konstitusionalitas Perppu Cipta Kerja di Jakarta, Sabtu.
Dia menjelaskan pertimbangan hukum dari putusan MK 91/PUU-XVIII/2020 yakni mahkamah menentukan UU 11/2020 dinyatakan secara inkonstitusional secara bersyarat.
"Dikarenakan mahkamah harus menyeimbangkan antara syarat pembentukan sebuah undang-undang yang harus dipenuhi sebagai syarat formil guna mendapatkan undang-undang yang memenuhi unsur kepastian hukum, kemanfaatan dan keadilan," kata dia.
Kemudian, Mahkamah Konstitusi kata dia di samping itu juga harus mempertimbangkan tujuan strategis dari dibentuknya undang-undang tersebut.
"Saya rasa (Perppu) menyelamatkan Undang-undang Cipta Kerja karena sudah diamanatkan oleh keputusan MK yaitu perbaikan selama 2 tahun untuk mempertahankan nilai-nilai strategis, tujuan strategis dari Undang-undang Ciptaker ini," katanya.
Dia mengatakan sebenarnya Undang-undang Cipta Kerja merupakan amanat MK sendiri. Hanya saja, UU tersebut harus memenuhi syarat pembentukan undang-undang dan hal itu harus dipenuhi usai terbitnya putusan MK 91/PUU-XVIII/2020 yakni dengan memperbaiki dari UU tersebut.
"Nah permasalahannya DPR belum menunjukkan kinerja untuk menyelesaikan kewajiban membuat memperbaiki Undang-undang Cipta Kerja ini. Dan itu diambil alih oleh presiden," kata dia.
Langkah yang diambil Presiden Jokowi itu, menurut Aidul, lebih baik jika dibandingkan membiarkan proses berjalan begitu saja tanpa kejelasan dari DPR.
"Sementara situasi DPR juga menghadapi tahun politik yang membuat pecah konsentrasi antara pemilu dan kewajiban legislatifnya, maka tidak ada pilihan, bagi Pak Jokowi untuk membuat perppu ini," ujarnya.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Guru Besar UMS: Perppu selamatkan putusan MK soal UU Ciptaker
COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2023