Pelaku industri mata uang kripto di dalam negeri menyatakan saat ini pasar kripto masih merespon hati-hati terhadap kebijakan Bank Federal AS yang menurunkan suku bunga sebesar 25 basis poin (bp) pada November dan Desember.
CEO Indodax Oscar Darmawan menyatakan langkah Federal Reserve menurunkan suku bunga memang diharapkan mampu memberikan angin segar bagi pasar kripto.
"Namun, kenyataannya, pasar masih merespons dengan hati-hati," ujarnya di Jakarta, Senin.
Menurut dia, ketidakpastian ekonomi global, ditambah dengan perkembangan geopolitik yang terus berubah, turut mempengaruhi sentimen pasar secara keseluruhan.
Saat ini, tambahnya, pasar kripto secara keseluruhan sedang berada dalam fase konsolidasi, dengan banyak investor yang masih mengadopsi pendekatan "wait-and-see."
Potensi pemangkasan suku bunga yang biasanya menjadi katalis positif bagi Bitcoin, lanjutnya, belum mampu mengatasi tekanan negatif dari kondisi ekonomi global yang tidak stabil.
"Banyak investor yang masih menunggu kejelasan lebih lanjut dari arah kebijakan Federal Reserve sebelum mengambil keputusan investasi yang lebih agresif," katanya.
Bitcoin (BTC) saat ini berada di sekitar harga 62.000 dolar AS, dan sempat berada di 59.000 dolar AS setelah laporan inflasi Amerika Serikat (Consumer Price Index atau CPI) untuk bulan September menunjukkan hasil yang melebihi ekspektasi.
Data tersebut menunjukkan kenaikan inflasi sebesar 2,4 persen secara tahunan, sedikit lebih tinggi dari proyeksi pasar yang diperkirakan sebesar 2,3 persen. Selain itu, inflasi inti, yang mengabaikan harga energi dan makanan, juga mencatat peningkatan menjadi 3,3 persen, melampaui prediksi yang sebesar 3,2 persen.
Kondisi ini menjadi salah satu faktor utama yang membuat harga Bitcoin belum dapat melewati angka 64.000 persen, meskipun diharapkan adanya dorongan dari pemangkasan suku bunga oleh Federal Reserve beberapa waktu lalu.
"Inflasi yang lebih tinggi dari perkiraan memberikan tekanan tambahan pada aset berisiko seperti Bitcoin," ujar Oscar.
Meskipun begitu, ia menyatakan tetap optimis bahwa dalam jangka menengah hingga panjang, Bitcoin memiliki peluang untuk kembali menguat, terutama jika inflasi berhasil ditekan dan kebijakan moneter mulai melonggar.
"Dibalik tekanan jangka pendek ini, saya melihat peluang yang cukup besar untuk Bitcoin dapat pulih, terutama jika kondisi ekonomi global membaik dan pelonggaran moneter terjadi lebih lanjut," katanya.
Dikatakannya, faktor politik juga mulai memainkan peran yang penting dalam menentukan arah pasar kripto ke depan. Menjelang pemilihan presiden Amerika Serikat tahun 2024, spekulasi mulai muncul terkait kemungkinan terpilihnya pemimpin yang lebih ramah terhadap aset digital, yang pada gilirannya bisa menjadi katalis positif bagi harga Bitcoin dan aset kripto lainnya.
"Investor tetap optimis bahwa Bitcoin dapat mengalami pemulihan pada kuartal terakhir tahun ini, terutama jika kebijakan ekonomi global lebih mendukung sektor kripto," katanya.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Pasar kripto respons hati-hati penurunan suku bunga The Fed
COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2024
CEO Indodax Oscar Darmawan menyatakan langkah Federal Reserve menurunkan suku bunga memang diharapkan mampu memberikan angin segar bagi pasar kripto.
"Namun, kenyataannya, pasar masih merespons dengan hati-hati," ujarnya di Jakarta, Senin.
Menurut dia, ketidakpastian ekonomi global, ditambah dengan perkembangan geopolitik yang terus berubah, turut mempengaruhi sentimen pasar secara keseluruhan.
Saat ini, tambahnya, pasar kripto secara keseluruhan sedang berada dalam fase konsolidasi, dengan banyak investor yang masih mengadopsi pendekatan "wait-and-see."
Potensi pemangkasan suku bunga yang biasanya menjadi katalis positif bagi Bitcoin, lanjutnya, belum mampu mengatasi tekanan negatif dari kondisi ekonomi global yang tidak stabil.
"Banyak investor yang masih menunggu kejelasan lebih lanjut dari arah kebijakan Federal Reserve sebelum mengambil keputusan investasi yang lebih agresif," katanya.
Bitcoin (BTC) saat ini berada di sekitar harga 62.000 dolar AS, dan sempat berada di 59.000 dolar AS setelah laporan inflasi Amerika Serikat (Consumer Price Index atau CPI) untuk bulan September menunjukkan hasil yang melebihi ekspektasi.
Data tersebut menunjukkan kenaikan inflasi sebesar 2,4 persen secara tahunan, sedikit lebih tinggi dari proyeksi pasar yang diperkirakan sebesar 2,3 persen. Selain itu, inflasi inti, yang mengabaikan harga energi dan makanan, juga mencatat peningkatan menjadi 3,3 persen, melampaui prediksi yang sebesar 3,2 persen.
Kondisi ini menjadi salah satu faktor utama yang membuat harga Bitcoin belum dapat melewati angka 64.000 persen, meskipun diharapkan adanya dorongan dari pemangkasan suku bunga oleh Federal Reserve beberapa waktu lalu.
"Inflasi yang lebih tinggi dari perkiraan memberikan tekanan tambahan pada aset berisiko seperti Bitcoin," ujar Oscar.
Meskipun begitu, ia menyatakan tetap optimis bahwa dalam jangka menengah hingga panjang, Bitcoin memiliki peluang untuk kembali menguat, terutama jika inflasi berhasil ditekan dan kebijakan moneter mulai melonggar.
"Dibalik tekanan jangka pendek ini, saya melihat peluang yang cukup besar untuk Bitcoin dapat pulih, terutama jika kondisi ekonomi global membaik dan pelonggaran moneter terjadi lebih lanjut," katanya.
Dikatakannya, faktor politik juga mulai memainkan peran yang penting dalam menentukan arah pasar kripto ke depan. Menjelang pemilihan presiden Amerika Serikat tahun 2024, spekulasi mulai muncul terkait kemungkinan terpilihnya pemimpin yang lebih ramah terhadap aset digital, yang pada gilirannya bisa menjadi katalis positif bagi harga Bitcoin dan aset kripto lainnya.
"Investor tetap optimis bahwa Bitcoin dapat mengalami pemulihan pada kuartal terakhir tahun ini, terutama jika kebijakan ekonomi global lebih mendukung sektor kripto," katanya.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Pasar kripto respons hati-hati penurunan suku bunga The Fed
Editor : Debby H. Mano
COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2024