Menteri Kebudayaan Fadli Zon mengajukan permintaan repatriasi Prasasti Pucangan dalam pertemuan dengan Menteri Kebudayaan India Gajendra Singh Shekhawat di sela Pertemuan Menteri Kebudayaan G20 di Salvador da Bahia, Brazil, pada Jumat waktu setempat.
"Pengembalian Prasasti Pucangan adalah langkah penting untuk memulihkan bagian dari sejarah dan identitas budaya kita," kata Fadli dalam siaran pers di Jakarta, Sabtu.
Dia menjelaskan, prasasti yang juga dikenal dengan ‘Airlangga Stone’ atau ‘Calcutta Stone' itu adalah prasasti abad ke-11 yang dibuat atas perintah Raja Airlangga, salah satu penguasa besar di Pulau Jawa saat itu, Medang-Kahuripan.
Prasasti ini mencatat peristiwa-peristiwa penting dalam sejarah Jawa, khususnya pemerintahan Raja Airlangga dan tatanan politik serta keagamaan pada masa itu.
Pada awal abad ke-19, prasasti ini ditemukan oleh Stamford Raffles, Letnan Gubernur Inggris yang berkuasa di Jawa dari 1811 sampai 1816 yang kemudian dikirimkan ke India sebagai hadiah kepada Lord Minto, Gubernur Jenderal Inggris di India kala itu.
Sejak itu, prasasti ini tetap berada di India dan kini disimpan di Indian Museum, Kolkata.
Menurut Fadli, permintaan ini menunjukkan komitmen penuh Indonesia dalam memulihkan artefak budaya yang memiliki nilai sejarah tinggi bagi identitas bangsa.
“Selain nilai sejarahnya yang luar biasa, repatriasi ini juga akan mempererat persahabatan budaya kedua negara," kata dia.
Fadli mengusulkan agar serah terima resmi prasasti ini dilakukan saat Presiden Prabowo Subianto mengunjungi India awal 2025 mendatang yang bertepatan dengan peringatan 76 tahun hubungan diplomatik antar kedua negara.
“Kami berharap India dapat mendukung repatriasi ini sebagai simbol komitmen bersama atas pentingnya melestarikan warisan budaya,” kata Fadli.
Upaya repatriasi ini juga diperkuat oleh prinsip-prinsip dalam Kashi Culture Pathway yang disepakati pada Pertemuan Menteri Kebudayaan G20 2023 di India, yang mendorong pengembalian artefak budaya ke negara asalnya.
Fadli mengharapkan India mendukung langkah-langkah memulangkan Prasasti Pucangan ke tempat asalnya dan membentuk tim gabungan untuk melakukan kajian serta memfasilitasi proses ini.
Fadli juga mengusulkan agar Indonesia dan India memimpin upaya pengembalian artefak budaya yang masih berada di negara-negara lain, seperti Inggris dan Belanda.
Banyak artefak berharga dari India dan Indonesia yang masih tersimpan di negara-negara tersebut.
Selain repatriasi, Kementerian Kebudayaan Indonesia dan India juga sepakat mempererat kerja sama dalam bidang kebudayaan, termasuk potensi kerja sama dalam industri budaya, program restorasi cagar budaya Hindu-Buddha, hingga pertukaran dan konsorsium budaya.
“Kita harus secara kolektif memperkuat seruan kepada negara-negara ini untuk mengembalikan warisan budaya ke tempat asalnya, sebagai langkah pemulihan keadilan sejarah,” kata Fadli.
"Pengembalian Prasasti Pucangan adalah langkah penting untuk memulihkan bagian dari sejarah dan identitas budaya kita," kata Fadli dalam siaran pers di Jakarta, Sabtu.
Dia menjelaskan, prasasti yang juga dikenal dengan ‘Airlangga Stone’ atau ‘Calcutta Stone' itu adalah prasasti abad ke-11 yang dibuat atas perintah Raja Airlangga, salah satu penguasa besar di Pulau Jawa saat itu, Medang-Kahuripan.
Prasasti ini mencatat peristiwa-peristiwa penting dalam sejarah Jawa, khususnya pemerintahan Raja Airlangga dan tatanan politik serta keagamaan pada masa itu.
Pada awal abad ke-19, prasasti ini ditemukan oleh Stamford Raffles, Letnan Gubernur Inggris yang berkuasa di Jawa dari 1811 sampai 1816 yang kemudian dikirimkan ke India sebagai hadiah kepada Lord Minto, Gubernur Jenderal Inggris di India kala itu.
Sejak itu, prasasti ini tetap berada di India dan kini disimpan di Indian Museum, Kolkata.
Menurut Fadli, permintaan ini menunjukkan komitmen penuh Indonesia dalam memulihkan artefak budaya yang memiliki nilai sejarah tinggi bagi identitas bangsa.
“Selain nilai sejarahnya yang luar biasa, repatriasi ini juga akan mempererat persahabatan budaya kedua negara," kata dia.
Fadli mengusulkan agar serah terima resmi prasasti ini dilakukan saat Presiden Prabowo Subianto mengunjungi India awal 2025 mendatang yang bertepatan dengan peringatan 76 tahun hubungan diplomatik antar kedua negara.
“Kami berharap India dapat mendukung repatriasi ini sebagai simbol komitmen bersama atas pentingnya melestarikan warisan budaya,” kata Fadli.
Upaya repatriasi ini juga diperkuat oleh prinsip-prinsip dalam Kashi Culture Pathway yang disepakati pada Pertemuan Menteri Kebudayaan G20 2023 di India, yang mendorong pengembalian artefak budaya ke negara asalnya.
Fadli mengharapkan India mendukung langkah-langkah memulangkan Prasasti Pucangan ke tempat asalnya dan membentuk tim gabungan untuk melakukan kajian serta memfasilitasi proses ini.
Fadli juga mengusulkan agar Indonesia dan India memimpin upaya pengembalian artefak budaya yang masih berada di negara-negara lain, seperti Inggris dan Belanda.
Banyak artefak berharga dari India dan Indonesia yang masih tersimpan di negara-negara tersebut.
Selain repatriasi, Kementerian Kebudayaan Indonesia dan India juga sepakat mempererat kerja sama dalam bidang kebudayaan, termasuk potensi kerja sama dalam industri budaya, program restorasi cagar budaya Hindu-Buddha, hingga pertukaran dan konsorsium budaya.
“Kita harus secara kolektif memperkuat seruan kepada negara-negara ini untuk mengembalikan warisan budaya ke tempat asalnya, sebagai langkah pemulihan keadilan sejarah,” kata Fadli.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Indonesia ajukan pemulangan Prasasti Pucangan dari India
COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2024