Gorontalo,  (ANTARA GORONTALO) - Saat ini upaya mengkampanyekan pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS tak hanya dilakukan oleh pemerintah, tapi justru Orang Dengan HIV/AIDS atau ODHA, giat melakukannya.

Dalam beberapa tahun terakhir peran ODHA dalam memotivasi sesama penderita, maupun kepada masyarakat umum dalam melakukan langkah pencegahan cenderung meningkat.

Seperti halnya yang dilakukan ODHA di Gorontalo, WN, yang datang dari satu tempat ke tempat lainnya, dari komunitas lama hingga ke komunitas baru demi menjelaskan dukungan apa yang dibutuhkan untuk bangkit menjalani hidup normal.

"Sebenarnya dukungan dan respon yang positif dari orang-orang di sekitar ODHA, akan sangat membantu kami bertahan hidup dengan baik. Dari banyak derita, stigma terhadap kami yang paling berat untuk dihadapi ," kata WN yang higga teratur menjalani terapi obat Anti Retroviral (ARV).

Menurutnya dukungan terhadap ODHA bisa menggunakan konsep keluarga, yakni dengan menciptakan suasana rumah yang penuh kasih sayang dan pengertian, berbagi cerita sesama ODHA, dan saling memotivasi.

Selain itu, penting baginya untuk menyentuh aspek spiritual dan agama agar setiap orang memiliki modal untuk terus bertahan hidup dan mensyukuri ujian dari Tuhan.

"Pada awal-awal tertular HIV, kebanyakan orang cenderung menunjukkan reaksi-reaksi keras seperti menolak hasil tes, menangis, menyesali dan memarahi diri sendiri, bahkan mengucilkan diri," ungkapnya. Ia pun sempat mengalami hal yang sama, yang diperparah dengan sikap awal keluarga yang tidak bisa menerima kondisi tersebut.

Saat-saat seperti itu, muncul gejala psikologis yang justru dapat membuat orang tersebut semaikin terpuruk. Padahal, kata dia, menjadi ODHA bukan akhir dari kehidupan.

Tak banyak yang tahu bahwa ODHA masih dapat bertahan hidup selama 5-10 tahun atau lebih, memiliki keturunan yang sehat, bekerja seperti biasa dan bahkan bisa lebih produkif. Ia menambahkan, keluarga merupakan pihak pertama yang berhak tahu dan berkewajiban atas kondisi ODHA.

"Jika dalam keluarga saja ODHA sudah dikucilkan bagaimana dengan dunia di luar keluarga. Sudah seharusnya keluarga yang menjadi pendamping, pendukung, dan pelindung bagi ODHA," tukasnya.

Untuk menjadi pendamping ODHA, seseorang harus membekali diri dengan pengetahuan seluk beluk HIV/AIDS, mengenali karakter ODHA agar apa yang diterapkan bisa efektif.

Meski belum ada obat yang bisa sepenuhnya menyembuhkan serangan HIV, tapi langkah pengobatan yang ada saat ini dinilainya cukup efektif. Pengobatan yang dilakukan bisa memperpanjang hidup bagi penderita HIV dan mereka bisa menjalani pola hidup yang sehat.

Obat ARV berfungsi menghambat virus yang aktif merusak sistem kekebalan tubuh. Obat berbentuk tablet itu harus dikonsumsi tiap hari.

Pengidap HIV/AIDS akan wajib melakukan pola hidup sehat seperti makanan bergizi, tidak merokok, melakukan vaksin flu tahunan, dan vaksin pneumokokus lima tahunan.

Hal ini bertujuan untuk mengurangi risiko penyakit, yang muncul akibat kekebalan tubuh menurun. Tanpa pengobatan, kesehatan orang dengan sistem kekebalan yang terserang HIV akan menurun drastis.



Upaya Kampanye Lain

Sekretaris Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Provinsi Gorontalo, Dr. Irwan mengatakan cara efektif lain adalah merangkul media massa untuk membantu kampanye pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS kepada masyarakat.

Menurutnya penyebaran informasi melalui media, akan sangat membantu mencerahkan banyak "mitos gelap" terhadap penanggulangan AIDS dan perlakuan terhadap Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA).

Ia mengaku kampanye melalui media tak hanya lagi berkutat pada masalah cara penularan virus, namun telah bergeser pada upaya pemahaman kepada masyarakat untuk tidak mendiskriminasi ODHA dalam kehidupan sehari-hari.

"Banyak kisah-kisah inspiratif dari ODHA yang bisa menjadi pelajaran buat semua orang. Misalnya ada yang berhasil memmperoleh keturunan yang sehat, dan hidupnya jauh lebih produktif. Informasi seperti ini yang harus disampakan sebanyak mungkin oleh media kepada masyarakat," jelasnya.

Untuk Provinsi Gorontalo hingga tahun 2015, dari total penduduk laki-laki 567.695 jiwa terdapat 153 orang atau 2,7 persen diantaranya tertular HIV. Sedangkan untuk perempuan tercatat 62 orang atau 1,1 persen dari 565.542 jiwa penduduk perempuan.

Dari 215 penderita, 83 diantaranya masuk dalam kategori diagnosa HIV dan 133 orang sudah dalam tahap AIDS.

Jika melihat distribusi sebaran HIV/AIDS berdasarkan cara penularan yakni 120 kasus melalui hubungan seks, 45 kasus GWL (Gay, Waria, Lesbian), 1 kasus melalui biseksual, 24 kasus jarum suntik, penularan ibu ke anak 7 kasus, dan 24 kasus lainnya justru tidak diketahui cara penularannya.

Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo Trianto Bialangi menduga jumlah penderita HIV/AIDS yang terungkap baru sekitar 20 persen, dari jumlah sebenarnya di daerah itu.

"Kita harus hati-hati dengan fenomena ini karena sulit mengungkap jumlah sebenarnya. Saat ini data penderita HIV/AIDS di Gorontalo sekitar 218 orang, kami yakin masih banyak yang belum terungkap," katanya di Gorontalo, Kamis.

Ia menjelaskan penanggulangan HIV/AIDS tahun 2016 mengedepankan tidak ada penularan, tidak ada kematian dan tidak ada stigma bagi Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA).

"Kami menggandeng komunitas-komunitas untuk mengkampanyekan hal ini, sebagai usaha untuk mencegah penularan dan deteksi dini," tambahnya.

Menurutnya deteksi dini penting untuk mempercepat terapi bagi yang tertular HIV, sehingga penanganan akan lebih efektif.

Ia mengungkapkan dari data yang ada jumlah penderita AIDS jauh lebih besar dibanding yang masih dalam tahap HIV sehingga pemerintah harus mengkaji lagi cara yang efektif untuk mengungkap kasus-kasus yang tidak terdeteksi.

Pewarta:

Editor : Hence Paat


COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2016