Jakarta (ANTARA GORONTALO) - Menteri BUMN Rini Soemarno mengatakan alasan
pemberhentian Dirut Pertamina Dwi Sutjipto dan Wakil Direktur Utama
Pertamina Ahmad Bambang karena terkait masalah kepemimpinan mereka yang
dinilai bisa mengganggu kestabilan perusahaan.
"Penggantian keduanya (Dirut dan Wadirut) terkait masalah personal. Dalam memimpin Pertamina, jika terjadi ketidakcocokan bisa membahayakan perusahaan," kata Rini di Kantor Kementerian BUMN, Jakarta, Jumat.
Sebelumnya, Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Pertamina memberhentikan Dirut Pertamina Dwi Sutjipto yang digantikan Yenni Andayani sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Utama Pertamina. Yenni saat ini juga menjabat Direktur Energi Baru Terbarukan (EBT) Pertamina.
Bersamaan dengan itu, Rini juga memberhentikan Wakil Dirut Pertamina Ahmad Bambang.
Menurut Rini, sebagai pemimpin keduanya harus mengenyampingkan masalah personal dalam menjalankan roda perusahaan.
"Maaf ya Pak Dwi, Pak Bambang, kalau kita punya tanggung jawab untuk perusahaan maka team work itu harus nomor satu. Jangan akhirnya perusahaan dipakai untuk kepentingan perorangan," tegas Rini.
Ia menjelaskan, usulan pemberhentian disampaikan oleh Dewan Komisaris Pertamina yang mengindikasikan bahwa sistem kepemimpinan yang terdiri atas Dirut dan Wakil Dirut di perusahaan migas nasional tersebut tidak tepat.
Padahal menurut catatan, pembentukan adanya jabatan Wakil Direktur Utama di Pertamina merupakan usulan dari Dewan Komisaris pada Agustus 2016, karena Pertamina dinilai membutuhkan direksi dalam jumlah banyak untuk menangani proyek-proyek skala internasional dari hulu hingga hilir.
"Mereka (Pertamina) perlu ada konsentrasi dalam hillirisasi dan megaproyek. Jika dihitung bisa mencapai sekitar Rp700 triliun," ujarnya.
Ia membeberkan bahwa 2017 merupakan tahun yang sangat penting, banyak proyek yang harus diselesaikan mulai dari implementasi satu harga BBM, revitalisasi kilang Cilacap, peningkatan kapasitas kilang Balikpapan, kilang Dumai, "refinery" hingga pengembangan sumur-sumur migas di Indonesia.
Namun, kondisi belakangan tambah Rini, situasi kepemimpinan di Pertamina justru semakin tidak stabil tercermin ketika dalam pemgambilan keputusan jika ada direksi yang tidak setuju maka ada yang jalan sendiri-sendiri.
"Padahal dalam penerapaan GCG (tata kelola perusahaan yang baik), bahwa keputusan direksi itu jadi tanggung jawab bersama, tidak bisa dipotong sendiri," tegas Rini.
Pada kesempatan itu, ia juga menegaskan bahwa keputusan mengganti Dwi dan Ahmad, sebelumnya sudah disampaikan kepada Presiden Joko Widodo.
"Saya sengaja tidak mau komunikasi dengan keduanya (Dwi da Bambang), karena secar GCG dewan komisaris sudah melakukan fungsinya. Karakter masing-masing yang tidak bisa kita baca," ujarnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2017
"Penggantian keduanya (Dirut dan Wadirut) terkait masalah personal. Dalam memimpin Pertamina, jika terjadi ketidakcocokan bisa membahayakan perusahaan," kata Rini di Kantor Kementerian BUMN, Jakarta, Jumat.
Sebelumnya, Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Pertamina memberhentikan Dirut Pertamina Dwi Sutjipto yang digantikan Yenni Andayani sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Utama Pertamina. Yenni saat ini juga menjabat Direktur Energi Baru Terbarukan (EBT) Pertamina.
Bersamaan dengan itu, Rini juga memberhentikan Wakil Dirut Pertamina Ahmad Bambang.
Menurut Rini, sebagai pemimpin keduanya harus mengenyampingkan masalah personal dalam menjalankan roda perusahaan.
"Maaf ya Pak Dwi, Pak Bambang, kalau kita punya tanggung jawab untuk perusahaan maka team work itu harus nomor satu. Jangan akhirnya perusahaan dipakai untuk kepentingan perorangan," tegas Rini.
Ia menjelaskan, usulan pemberhentian disampaikan oleh Dewan Komisaris Pertamina yang mengindikasikan bahwa sistem kepemimpinan yang terdiri atas Dirut dan Wakil Dirut di perusahaan migas nasional tersebut tidak tepat.
Padahal menurut catatan, pembentukan adanya jabatan Wakil Direktur Utama di Pertamina merupakan usulan dari Dewan Komisaris pada Agustus 2016, karena Pertamina dinilai membutuhkan direksi dalam jumlah banyak untuk menangani proyek-proyek skala internasional dari hulu hingga hilir.
"Mereka (Pertamina) perlu ada konsentrasi dalam hillirisasi dan megaproyek. Jika dihitung bisa mencapai sekitar Rp700 triliun," ujarnya.
Ia membeberkan bahwa 2017 merupakan tahun yang sangat penting, banyak proyek yang harus diselesaikan mulai dari implementasi satu harga BBM, revitalisasi kilang Cilacap, peningkatan kapasitas kilang Balikpapan, kilang Dumai, "refinery" hingga pengembangan sumur-sumur migas di Indonesia.
Namun, kondisi belakangan tambah Rini, situasi kepemimpinan di Pertamina justru semakin tidak stabil tercermin ketika dalam pemgambilan keputusan jika ada direksi yang tidak setuju maka ada yang jalan sendiri-sendiri.
"Padahal dalam penerapaan GCG (tata kelola perusahaan yang baik), bahwa keputusan direksi itu jadi tanggung jawab bersama, tidak bisa dipotong sendiri," tegas Rini.
Pada kesempatan itu, ia juga menegaskan bahwa keputusan mengganti Dwi dan Ahmad, sebelumnya sudah disampaikan kepada Presiden Joko Widodo.
"Saya sengaja tidak mau komunikasi dengan keduanya (Dwi da Bambang), karena secar GCG dewan komisaris sudah melakukan fungsinya. Karakter masing-masing yang tidak bisa kita baca," ujarnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2017