Jakarta (ANTARA GORONTALO) - Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto
mengatakan industri tenun dan batik mampu memberikan kontribusi cukup
besar terhadap perekonomian nasional dengan nilai ekspor yang mencapai
151,7 juta dolar AS sepanjang tahun lalu.
"Sebagai
kontributor bagi pertumbuhan industri kreatif, para pengrajin kain
tradisional asli Indonesia tersebut didorong untuk terus meningkatkan
produktivitas dan inovasi agar lebih berdaya saing di pasar domestik dan
internasional," katanya pada pembukaan pameran Adiwastra Nusantara 2017
di Jakarta, Rabu.
Kementerian Perindustrian
tengah memacu kinerja industri padat karya berorientasi ekspor karena
mampu memberikan efek berganda bagi pemerataan kesejahteraan masyarakat,
salah satunya melalui penyerapan tenaga kerja.
Menperin
melalui keterangan tertulis menyampaikan pihaknya telah menetapkan 10
industri padat karya dan berorientasi ekspor yang diprioritaskan
pengembangannya pada tahun ini, salah satunya industri kreatif.
Sedangkan,
yang lainnya adalah industri alas kaki, industri tekstil dan produk
tekstil, industri makanan dan minuman, industri furnitur kayu dan rotan,
industri elektronika dan telematika, industri barang jadi karet,
industri farmasi, kosmetik dan obat tradisional, industri aneka, serta
industri pengolahan ikan dan rumput laut.
Kemenperin
mencatat, industri kreatif menyumbang sekitar Rp642 triliun atau 7,05
persen terhadap total PDB Indonesia pada tahun 2015. Kontribusi terbesar
berasal dari sektor kuliner sebanyak 34,2 persen, fesyen 27,9 persen
dan kerajinan 14,88 persen.
Selain itu,
industri kreatif merupakan sektor keempat terbesar dalam penyerapan
tenaga kerja nasional, dengan kontribusinya mencapai 10,7 persen atau
11,8 juta orang.
Airlangga optimistis terhadap
potensi industri tenun dan batik nusantara karena didukung dengan
kekayaan budaya Indonesia yang terus melahirkan berbagai jenis wastra
dari masing-masing daerah dan memiliki karakteristik yang berbeda-beda.
“Wastra
nusantara merupakan kain tradisional yang kental dengan nilai-nilai
budaya. Motif-motif yang dibuat memiliki makna dan cerita yang diangkat
dari sejarah dan adat-istiadat masyarakat setempat,†paparnya.
Pada
kesempatan tersebut, Menperin mengajak para pelaku industri fesyen
Tanah Air yang tergolong dalam industri kecil dan menengah (IKM) agar
bergabung dan memanfaatkan program e-Smart IKM yang telah diluncurkan
oleh Kemenperin pada 27 Januari 2017.
“Dengan
program e-Smart IKM ini, para pelaku usaha dapat memperluas akses
pasarnya melalui marketplace dan akan mendapatkan berbagai program
pembinaan dari kami,†tegasnya.
Lebih lanjut,
untuk mendorong produk IKM nasional bisa menembus pasar ekspor,
pemerintah telah memberikan fasilitasi Kemudahan Impor Tujuan Ekspor
(KITE) serta memberikan fasilitasi pembiayaan melalui Lembaga Pembiayaan
Ekspor Indonesia (LPEI).
“Melalui pameran ini,
diharapkan juga dapat mempromosikan produk kain tradisional Indonesia
yang berbasis budaya dan kekayaan intelektual hingga pada akhirnya
mewujudkan pertumbuhan industri fesyen nasional,†ujar Airlangga.
Dirjen
IKM Kemenperin Gati Wibawaningsih mengungkapkan, hingga saat ini
terdapat 369 sentra IKM tenun dan 101 sentra IKM batik yang tersebar di
seluruh wilayah Indonesia.
“Beberapa tahun
terakhir ini, wastra nusantara telah bermetamorfosis menjadi berbagai
produk fesyen, kerajinan dan home decoration yang memiliki nilai tambah
tinggi,†ucapnya.
Berdasarkan data BPS yang
diolah Direktorat Jenderal IKM Kemenperin, IKM terus meningkatkan nilai
tambah di dalam negeri yang cukup signifikan setiap tahun. Hal ini
terlihat dari capaian pada tahun 2016 sebesar Rp520 triliun atau
meningkat 18,3 persen dibandingkan pada 2015. Sementara itu, nilai
tambah IKM di tahun 2014 tahun sekitar Rp373 triliun menjadi Rp439
triliun tahun 2015 atau naik 17,6 persen.
Upaya strategis
Gati
menyebutkan, pihaknya telah melakukan berbagai upaya strategis untuk
memacu produktivitas dan daya saing IKM nasional, antara lain melalui
peningkatan kemitraan antara IKM dengan industri tekstil dalam negeri
untuk pemenuhan kebutuhan bahan baku, peningkatan kompetensi sumber daya
manusia dan mutu produk melalui bimbingan teknis dan pendampingan
tenaga ahli.
Selanjutnya, peningkatan
penggunaan teknologi baru melalui restrukturisasi mesin dan peralatan
produksi, peningkatan akses pemasaran melalui fasilitasi promosi atau
pameran, serta peningkatan akses permodalan melalui program kredit usaha
rakyat (KUR) dan layanan perbankan maupun non perbankan.
“Khusus
untuk KUR ini, kami mendorong agar dibuat skema khusus untuk industri
dengan mengacu kepada model Kredit Investasi Kecil (KIK) dan Kredit
Modal Kerja Permanen (KMKP),†jelas Gati.
Menurutnya, skema khusus ini penting untuk mengakomodir industri-industri yang memiliki kebutuhan pembiayaan secara khusus.
Dengan
berbagai program strategis tersebut, diharapkan akan mendorong
penumbuhan wirausaha baru sebanyak 5.000 unit dan pengembangan 1.200
sentra IKM pada tahun 2017.
“Kami menargetkan
tahun 2019 akan mencapai 20.000 wirausaha baru. Karena untuk menjadi
negara industri yang maju, syaratnya jumlah wirausaha harus ada dua
persen dari populasi penduduk, dan kita baru separuhnya,†papar Gati.
Di
samping itu, Kemenperin Kemenperin tengah gencar mendorong peningkatan
kualitas pendidikan dan pelatihan dalam memacu kompetensi, produktivitas
dan daya saing sumber daya manusia Indonesia di tingkat internasional,
yang sejalan dengan program Nawacita Pemerintah untuk mewujudkan
kemandirian dan kedaulatan ekonomi bangsa.
Salah
satu langkah konkrit yang saat ini dijalankan, yaitu pengembangan
pendidikan vokasi dengan melibatkan kerja sama institusi pemerintah dan
pihak swasta.
Khusus untuk program penguatan
SDM industri melalui pendidikan vokasi, Kemenperin akan meluncurkan
kembali program pendidikan vokasi industri untuk wilayah Jawa Tengah dan
D.I. Yogyakarta, setelah sukses diluncurkan di wilayah Jawa Timur akhir
bulan lalu.
Ditargetkan, tahap kedua ini akan
dilakukan kerja sama antara 368 SMK dengan 108 industri. Secara bertahap
nanti juga dilakukan di Provinsi Jawa Barat, DKI Jakarta, Banten, dan
Sumatera Utara pada tahun ini.
Berdasarkan
perhitungan Kemenperin, dengan rata-rata pertumbuhan industri sekitar
5-6 persen per tahun, dibutuhkan lebih dari 500-600 ribu tenaga kerja
baru per tahun.
Kemenperin menargetkan dapat
menghasilkan pekerja kompeten yang tersertifikasi sebanyak 220 ribu
orang di tahun 2017. Upaya ini untuk mencapai satu juta tenaga kerja
kompeten hingga tahun 2019 sesuai kebutuhan dunia industri.
COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2017