Gorontalo,  (Antaranews Gorontalo) - Di dunia keanekaragamanhayati, siapa yang tak mengenal Hutan Nantu? Hutan hujan topis yang dianggap oleh para ilmuwan sebagai satu dari lima situs biodiversitas terbaik di Asia Tenggara.

Hutan yang merupakan rumah bagi Babirusa (Babyrousa babirussa), hewan endemik Sulawesi yang kini diprediksi jumlahnya tak lebih dari 5.000 individu di kawasan tersebut.

Juga tempat bergantung bagi Anoa (Bubalus sp), kus-kus, tarsius, biawak, musang, dan ratusan spesies burung yang tercatat dan terekam ada di sana.

Bermalam di tepi Hutan Nantu adalah pengalaman mengagumkan. Saat matahari mulai terbenam, babi hutan keluar dari persembunyiannya dan berlari-lari kecil diikuti anak-anaknya. Di sekitarnya ada sejumlah individu musang yang mulai aktif mencari makan pada malam hari. Atraksi belum selesai. Jika tiba matahari terbit, pengamatan babirusa bisa dilakukan dengan masuk ke dalam hutan. Terdapat hamparan lumpur kaya mineral yang diberi nama Kubangan Adudu, menjadi tempat terbaik bagi babirusa yang datang sendiri maupun berkelompok untuk makan dan minum.

Nantu-Boliyohuto yang terletak di Kabupaten Boalemo dan Kabupaten Gorontalo, Provinsi Gorontalo, ditetapkan sebagai kawasan Suaka Margasatwa dengan luasan 51.639,17 hektare karena mempunyai keunikan jenis dan keanekaragaman satwa liar dan endemik tersebut.

Kawasan ini diusulkan pertama kali sebagai Suaka Margasatwa sejak tahun 1999 melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan (SK Menhut) Nomor 573/Kpts-II/1999 tanggal 27 Juli 1999.

Luas kawasan pada saat itu masih sebesar 31.215 hektare. Namun dengan SK Menhut Nomor 3029/Menhut-II/KUH/2014 tanggal 17 April 2014, maka luas Suaka Margasatwa Nantu-Boliyohuto bertambah menjadi 51.639,17 hektare. Luasan itu diperoleh dengan menambakan kawasan hutan lindung Gunung Boliyohuto.

Kawasan Suaka Margasatwa Nantu-Boliyohuto adalah kawasan penyangga kehidupan masyarakat sekitarnya.

Nantu-Boliyohuto adalah satu-satunya kawasan hutan tropis khas Sulawesi yang terbaik dan terluas di Provinsi Gorontalo, dan merupakan kawasan suaka alam yang memiliki ekosistem terlengkap di antara kawasan konservasi lainnya di bagian Utara Sulawesi.

Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sulawesi Utara pada tahun 2014 memperkirakan, sekitar 85 persen kawasannya berupa hutan primer yang belum terganggu aktivitas manusia. Di dalam kawasan Nantu-Boliyohuto dapat dijumpai hutan dataran rendah, hutan bukit (dataran sedang) dan dataran tinggi.

Salah seorang aktivis lingkungan yang melakukan kajian di SM Nantu, Rahman Dako, mengatakan Nantu merupakan ekosistem yang tak terpisahkan dari Sungai Paguyaman, sungai terbesar di Provinsi Gorontalo. Panjangnya mencapai 99,3 kilometer, yang membentang dari hulu di Suaka Margasatwa Nantu-Boliyohuto sampai ke bagian hilir di wilayah laut Teluk Tomini.

Menurutnya, daerah tangkapan air (catchment area) Sungai Paguyaman adalah Suaka Margasatwa Nantu-Boliyohuto dan sekitarnya. Airnya digunakan untuk memenuhi kebutuhan air minum, mengairi ribuan hektare sawah-sawah pertanian, sumber air bagi perkebunan-perkebunan besar, dan kebutuhan lainnya di masyarakat untuk kehidupan sehari-hari.

Bendungan Paguyaman yang terletak di Kecamatan Asparaga, Kabupaten Gorontalo, diperkirakan bisa mensuplai pengairan sawah seluas 6.880 hektare meliputi sekitar 4.000 ha di Kabupaten Gorontalo serta sekitar 2.000 ha di Kabupaten Boalemo.

 "Intinya, kehidupan masyarakat di hulu hingga hilir sungai ini akan sangat tergantung pada kualitas ekosistem dan habitat Hutan Nantu," katanya.

Kemudian apa ancaman hutan ini beserta isinya ?

Ancaman

Dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Gorontalo dan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten, SM Nantu-Boliyohuto dipromosikan sebagai calon Taman Nasional.

Sungai Paguyaman yang berhulu di SM Nantu, kini melewati bentang alam dengan perkebunan-perkebunan sawit, tebu untuk perusahaan gula, persawahan dan kebun-kebun masyarakat, permukiman dan langsung ke laut.

Global Environment Facility (GEF), organisasi yang didirikan untuk mengatasi masalah-masalah lingkungan hidup yang sangat mendesak, mengkaji permasalahan di Nantu terutama di kawasan penyangga pada tahun 2015.

Menurut GEF, Nantu relatif masih memiliki keanekaragaman yang baik namun terancam keberadaannya karena eksploitasi untuk multi peruntukan, di antaranya untuk perkebunan sawit.

Perusahaan sawit yang berada di sekitar kawasan Suaka Margasatwa Nantu adalah PT. Agro Artha Surya, PT. Agro Palma Nusantara dan PT. Umekah Makmur. Total luas kebun kelapa sawit yang segera beroperasi adalah 66.457,90 hektare.

Keberadaan sawit yang membuka hutan dan lahan merubah landscape di sekitar Nantu dan diyakini berperan dalam menurunkan debit air di Bendungan Paguyaman.

Rahman mengungkapkan, selain sawit dan perkebunan tebu, tantangan pengelolaan sumberdaya alam di kawasan Nantu adalah tambang. Hasil identifikasi saat ini, kata dia, terdapat 10 Izin Usaha Pertambangan (IUP) di kawasan itu.

Ini belum termasuk tambang tanpa ijin yang tidak tercatat di Dinas Kehutanan Pertambangan dan Energi Provinsi Gorontalo. IUP tersebar di tiga wilayah administrasi, yakni Gorontalo, Gorontalo Utara dan Boalemo dengan luas 128.218,99 hektare.

Landscape pengelolaan SM Nantu dan DAS Paguyaman telah mengalami perjalanan panjang inkonsistensi. Pada awalnya diperuntukkan untuk pertanian dan transmigrasi berubah menjadi perkebunan tebu dan areal Hak Pengelolaan Hutan (HPH), yang kemudian disusul dengan maraknya tambang legal dan illegal, serta alih fungsi peruntukan kawasan dengan hadirnya perkebunan kelapa sawit.

 "Akibatnya, petani sudah mulai merasakan kekurangan air terutama untuk padi sawah.?Inkonsistensi ini akan berlanjut karena perkebunan sawit masih agresif menambah lahan dengan membeli atau menyewa dari petani," tambahnya.

Ia menjelaskan, tekanan itu menjadi penyebab makin bertambahnya jumlah penduduk, petani yang miskin dan tidak memiliki lahan yang akhirnya terdesak ke pinggir hutan. Kondisi ini membuka ruang untuk perambahan hutan dan kegiatan lainnya di kawasan Nantu, yang kemudian berdampak pada terancamnya ekosistem.

Upaya

GEF sendiri mendesain upaya-upaya untuk menangkal tekanan terhadap Nantu, dengan pendekatan sosial, ekonomi hingga ekologis terhadap masyarakat di tiga desa yang berada di kawasan penyangga. Ketiganya adalah Desa Juriya, di Kecamatan Bilato Kabupaten Gorontalo yang terletak di bagian hilir Sungai Paguyaman, Desa Saritani di Kecamatan Wonosari Kabupaten Boalemo serta Desa Tamaila Utara di Kecamatan Tolangohula Kabupaten Gorontalo yang terletak di bagian hulu.

Organisasi ini akan menggandeng perguruan tinggi, LSM, komunitas dan masyarakat setempat untuk merumuskan desain aktivitas yang diperlukan untuk mendukung pelestarian biodiversitas d SM Nantu. Perlindungan terhadap Nantu mendesak untuk dilakukan, karena kawasan ini dianggap sangat penting bagi keanekaragaman hayati, lingkungan hidup serta kelangsungan hidup manusia di sekitarnya.
 

Pewarta: Debby H. Mano

Editor : Hence Paat


COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2018