Semarang (Antaranews Gorontalo) - Pasangan calon presiden dan wakil presiden seyogianya menawarkan solusi ketika menyampaikan visi, misi, dan program guna meyakinkan calon pemilih pada Pilpres 2019, kata dosen Komunikasi Politik STIKOM Semarang Suryanto.
Setiap pasangan calon (paslon) dan tim suksesnya, kata Suryanto, S.Sos., M.Si. di Semarang, Sabtu pagi, seharusnya menawarkan suatu skema kebijakan yang konkret untuk mengatasi persoalan energi, pangan, sumber daya alam, lingkungan hidup, dan infrastruktur yang akan menjadi tema debat pada tanggal 17 Februari mendatang.
Ia berharap dua capres (Joko Widodo dan Prabowo Subianto) dalam debat tersebut menawarkan skema kebijakan alternatif yang jitu untuk mengatasi fluktuasi harga bahan bakar minyak (BBM) pada masa mendatang. Hal ini di luar skema pemberian subsidi.
Terkait dengan tema pangan, menurut dia, pesan akan mengena bila peserta debat capres menawarkan suatu skema kebijakan yang konkret untuk mengatasi masalah ketersediaan pangan yang sampai saat ini masih banyak yang impor.
"Debat sejatinya menampilkan pertautan komitmen politik antara pemilih dan pasangan calon presiden/wakil presiden. Namun, pada debat pertama, 17 Januari lalu, menjadi makin jauh dari harapan," ujarnya.
Suryanto menilai pada debat pertama pasangan calon masih berkutat pada masalah yang dangkal dengan gagasan, penyampaian tidak substansial, mengada-ada, dan superartifisial (tidak alami).
Debat capres, katanya lagi, harus diisi dengan hal-hal positif, tidak malah politisasi suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) atau politik olok-olok yang merupakan bagian dari potret perpecahan lebih besar.
Ia menegaskan bahwa setiap pasangan calon maupun tim kampanyenya harus mengembangkan komunikasi politik yang lebih cerdas dan kreatif dengan menawarkan program jelas dan berkontribusi bagi pencerdasan publik pemilih.
"Bukan malah lebih banyak permainan kata-kata, nyinyir, dan berebut ruang publik yang sensasional yang tidak bermanfaat," kata Suryanto.
COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2019
Setiap pasangan calon (paslon) dan tim suksesnya, kata Suryanto, S.Sos., M.Si. di Semarang, Sabtu pagi, seharusnya menawarkan suatu skema kebijakan yang konkret untuk mengatasi persoalan energi, pangan, sumber daya alam, lingkungan hidup, dan infrastruktur yang akan menjadi tema debat pada tanggal 17 Februari mendatang.
Ia berharap dua capres (Joko Widodo dan Prabowo Subianto) dalam debat tersebut menawarkan skema kebijakan alternatif yang jitu untuk mengatasi fluktuasi harga bahan bakar minyak (BBM) pada masa mendatang. Hal ini di luar skema pemberian subsidi.
Terkait dengan tema pangan, menurut dia, pesan akan mengena bila peserta debat capres menawarkan suatu skema kebijakan yang konkret untuk mengatasi masalah ketersediaan pangan yang sampai saat ini masih banyak yang impor.
"Debat sejatinya menampilkan pertautan komitmen politik antara pemilih dan pasangan calon presiden/wakil presiden. Namun, pada debat pertama, 17 Januari lalu, menjadi makin jauh dari harapan," ujarnya.
Suryanto menilai pada debat pertama pasangan calon masih berkutat pada masalah yang dangkal dengan gagasan, penyampaian tidak substansial, mengada-ada, dan superartifisial (tidak alami).
Debat capres, katanya lagi, harus diisi dengan hal-hal positif, tidak malah politisasi suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) atau politik olok-olok yang merupakan bagian dari potret perpecahan lebih besar.
Ia menegaskan bahwa setiap pasangan calon maupun tim kampanyenya harus mengembangkan komunikasi politik yang lebih cerdas dan kreatif dengan menawarkan program jelas dan berkontribusi bagi pencerdasan publik pemilih.
"Bukan malah lebih banyak permainan kata-kata, nyinyir, dan berebut ruang publik yang sensasional yang tidak bermanfaat," kata Suryanto.
COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2019