Gorontalo, (Antara News) - Usaha Kecil Menengah (UKM) soba asal Kecamatan Bongomeme, Kabupaten Gorontalo, Provinsi Gorontalo, hadir untuk melestarikan kudapan khas Gorontalo.

Soba merupakan salah satu kudapan asal Gorontalo yang memiliki cita rasa manis dengan bentuk kemasan beragam warna seperti permen.

Pelaku usaha soba, Kasmuning Dako, Jumat, mengaku dirinya sudah mulai menjalankan usaha sejak tahun 2017.

"Awalnya saya hanya ingin melestarikan kudapan khas Gorontalo ini, karena kami keluarga besar memang sejak tahun 1977 memiliki satu tujuan untuk melestraikan budaya Gorontalo, oleh sebab itu saya berpikir bagaimana caranya agar soba padu juga tetap dilestarikan " jelasnya.

Sejak dua tahun lalu dirinya mendirikan sebuah perkumpulan yang mempertemukan pelaku-pelaku usaha kuliner khas Gorontalo, tapi karena tidak begitu berkembang akhirnya ia mulai untuk berjuang sendirian dan membuka usaha soba hingga bisa berkembang seperti saat ini.

"Awalnya usaha ini hanya melayani permintaan keluarga saja, tapi setelah banyak yang mengetahui adanya soba padu yang saya jual, akhirnya sekarang sudah semakin banyak yang berminat dengan produk kami," ungkapnya.

Bahkan selain memproduksi sendiri soba, dirinya juga melibatkan IKM soba yang ada di Desa Pangadaa dan Dulamayo (Padu) untuk mencukupi permintaan konsumen yang begitu melimpah.

"Untuk bahan pembuatannya menggunakan bahan asli lokal, yaitu kacang tanah, gula merah, serta kelapa untuk di ambil santannya," ujarnya.

Soba dijualnya sesuai permintaan, ada yang dikemas dengan menggunakan kemasan atau perkilo serta ada yang dihitung Rp1.000/6 biji soba.

Kudapan manis itu sudah dipasarkannya ke ritel modern, rumah ole-ole bahkan hingga ke seluruh bagian Indonesia di antaranya ke Papua, Ternate, Luwuk, Palu, Makasar, Jogjakarta, Denpasar, Palembang serta Pangkalan Bun.

"Untuk keluar negeri juga ada, biasanya orang membawa soba untuk dijadikan permen yang menemani jamaah selama menjalankan ibadah di tanah suci," jelasnya lagi.

Namun, saat ini produk olahan berbahan dasar gula merah tersebut mengalami penurunan pendapatan yang awalnya bisa sampai Rp4 juta, tapi tahun ini justru turun hingga Rp1 juta dalam setiap bulannya.

Hal tersebut disebabkan oleh semakin banyaknya orang yang mulai memproduksi soba sama seperti dirinya karena melihat pangsa pasar yang cukup besar.

"Meskipun demikian saya tetap bertahan untuk terus melestarikan kudapan khas Gorontalo ini dengan memproduksi soba sehari sebanyak 1.200 biji," tutupnya.

Pewarta: Hence Paat

Editor : Hence Paat


COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2019