Manado, (Antara News) - Generasi Penerus Perjuangan Merah Putih (GPPMP) 14 Februari 1946 menemui langsung dan melakukan diskusi singkat dengan tokoh perjuangan peristiwa heroik "Merah Putih" 14 Februari, Ben Wowor, yang saat ini berusia 97 tahun, di Kota Manado.
Ketua DPP GPPMP Jeffry Rawis mengapresiasi kondisi kesehatan pejuang tersebut yang masih mengingat sejarah mempertahankan kemerdekaan RI di tanah "Nyiur Melambai" ini, karena ingatannya masih tajam ketika menjelaskan beberapa hal penting dari peristiwa 14 Februari 1946.
"Ini kudeta, murni suatu perebutan kekuasaan yang diakui Tentara Sekutu, dan dilakukan dengan memakai otak, gunakan strategi jitu, sehingga berlangsung secara lancar tanpa 'chaos' dan jauh dari aksi vandalisme," kata Ben Wowor yang dikutip langsung Rawis serta didampingi Waketum GPPMP Ruddy Sumampow.
Ia menambahkan, hasil perjuangan itu, bendera Merah Putih bisa berkibar di Sulawesi Utara, seluruh tahanan pro Proklamasi Kemerdekaan RI 17 Agustus 1945 berhasil dibebaskan, dan menahan serta mengasingkan para pejabat NICA ke Ternate," tuturnya.
Jeffry menilai Om Ben Wowor yang juga penulis buku "Peristiwa Heroik Merah Putih 14 Februari 1946", ditemui di kediamannya yang sederhana di sebuah gang sempit di Kawasan Ta’as, Paal 4, Kota Manado, ternyata masih bersemangat menceritakan peristiwa kudeta di gtangsi Teling.
Bentuk pemerintahan sipil
Selain itu, lanjut Om Ben yang dikutip pengurus GPPMP itu, mereka berhasil membentuk pemerintahan sipil dipimpin BW Lapian didampingi Ch Taulu selaku Pimpinan Ketentaraan, didampingi SD 'Mais' Wuisan.
Waktu itu juga diangkat panglima-panglima teritorial, dipimpin Hulubalang Eng Johannes dari NTT, dengan Kepala Staf John Rahasia.
Satu hal penting, ini bukan semata perjoangan Orang Minahasa. Selain dari Nusa Tenggara Timur (NTT), di dalamnya ada pejuang dari Sangihe Talaud (Pontoh dkk), Arnold Mononutu (Maluku Utara), para raja Bolaang Mongondow, Danuphoyo dkk (Gorontalo).
Sejumlah laskar dari Sulawesi Selatan hingga Papua, Hidayat dkk (Sunda), juga beberapa anggota Kompi 7 pimpinan Mambik Runtukahu yang berasal dari tanah Jawa, Sumatera dan Kalimantan.
Di akhir percakapan yang memakan waktu sekitar dua jam itu, Om Ben menyerahkan skrip buku "Sulawesi Utara Bergolak: Peristiwa Patriotik Merah Putih 14 Februari 1946".
Ini merupakan tulisan Om Ben yang langsung menyaksikannya sebagai salah satu pelaku sejarah. Apalagi Om Ben ternyata merupakan sosok di balik penyusunan kabinet pemerintahan sipil ketika itu.
"GPPMP yang kita harapkan menceritakan sejarah 14 Februari, jangan sampai anak cucu lebih tahu 14 Februari hanya merupakan hari valentine day. Padahal Bung Karno sendiri mengakui 14 Februari adalah Hari Patriotik, sehingga dinyatakannya sebagai Hari Sulawesi Utara. Ingat, ini sejarah heroik yang dahsyat. Jangan lupa itu sejarah, agar jangan digilas sejarah," demikian pernyataan Om Ben dikutip pengurus GPPMP.
COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2019
Ketua DPP GPPMP Jeffry Rawis mengapresiasi kondisi kesehatan pejuang tersebut yang masih mengingat sejarah mempertahankan kemerdekaan RI di tanah "Nyiur Melambai" ini, karena ingatannya masih tajam ketika menjelaskan beberapa hal penting dari peristiwa 14 Februari 1946.
"Ini kudeta, murni suatu perebutan kekuasaan yang diakui Tentara Sekutu, dan dilakukan dengan memakai otak, gunakan strategi jitu, sehingga berlangsung secara lancar tanpa 'chaos' dan jauh dari aksi vandalisme," kata Ben Wowor yang dikutip langsung Rawis serta didampingi Waketum GPPMP Ruddy Sumampow.
Ia menambahkan, hasil perjuangan itu, bendera Merah Putih bisa berkibar di Sulawesi Utara, seluruh tahanan pro Proklamasi Kemerdekaan RI 17 Agustus 1945 berhasil dibebaskan, dan menahan serta mengasingkan para pejabat NICA ke Ternate," tuturnya.
Jeffry menilai Om Ben Wowor yang juga penulis buku "Peristiwa Heroik Merah Putih 14 Februari 1946", ditemui di kediamannya yang sederhana di sebuah gang sempit di Kawasan Ta’as, Paal 4, Kota Manado, ternyata masih bersemangat menceritakan peristiwa kudeta di gtangsi Teling.
Bentuk pemerintahan sipil
Selain itu, lanjut Om Ben yang dikutip pengurus GPPMP itu, mereka berhasil membentuk pemerintahan sipil dipimpin BW Lapian didampingi Ch Taulu selaku Pimpinan Ketentaraan, didampingi SD 'Mais' Wuisan.
Waktu itu juga diangkat panglima-panglima teritorial, dipimpin Hulubalang Eng Johannes dari NTT, dengan Kepala Staf John Rahasia.
Satu hal penting, ini bukan semata perjoangan Orang Minahasa. Selain dari Nusa Tenggara Timur (NTT), di dalamnya ada pejuang dari Sangihe Talaud (Pontoh dkk), Arnold Mononutu (Maluku Utara), para raja Bolaang Mongondow, Danuphoyo dkk (Gorontalo).
Sejumlah laskar dari Sulawesi Selatan hingga Papua, Hidayat dkk (Sunda), juga beberapa anggota Kompi 7 pimpinan Mambik Runtukahu yang berasal dari tanah Jawa, Sumatera dan Kalimantan.
Di akhir percakapan yang memakan waktu sekitar dua jam itu, Om Ben menyerahkan skrip buku "Sulawesi Utara Bergolak: Peristiwa Patriotik Merah Putih 14 Februari 1946".
Ini merupakan tulisan Om Ben yang langsung menyaksikannya sebagai salah satu pelaku sejarah. Apalagi Om Ben ternyata merupakan sosok di balik penyusunan kabinet pemerintahan sipil ketika itu.
"GPPMP yang kita harapkan menceritakan sejarah 14 Februari, jangan sampai anak cucu lebih tahu 14 Februari hanya merupakan hari valentine day. Padahal Bung Karno sendiri mengakui 14 Februari adalah Hari Patriotik, sehingga dinyatakannya sebagai Hari Sulawesi Utara. Ingat, ini sejarah heroik yang dahsyat. Jangan lupa itu sejarah, agar jangan digilas sejarah," demikian pernyataan Om Ben dikutip pengurus GPPMP.
COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2019