Pengamat kebijakan publik dari Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Slamet Rosyadi menilai pemindahan ibu kota negara ke wilayah lain bisa memberikan dampak pada pemerataan ekonomi.
"Secara umum, itu ide yang bagus. Selama ini pusat ekonomi kota di Jakarta. Sementara daerah-daerah lain seperti di luar Jawa menjadi kurang berkembang, fasilitas modern sebagian besar ada di Jakarta," katanya di Purwokerto.
Dia juga menyebutkan, pemisahan kota dagang dan industri dengan ibukota negara akan membawa dampak yang positif. "Contohnya, Australia. Canberra sebagai ibukota negara, bukan merupakan kota dagang atau industri. Dari awal Canberra adalah pusat administrasi pemerintahan. Kenapa? supaya warga yang membutuhkan layanan administrasi akan mengalami kemudahan. Tidak perlu bersusah payah karena kemacetan," katanya.
Selain itu, kata dia, pemindahan ibukota negara bisa memengaruhi arus dagang dan ekonomi nasional. "Jika Jakarta mengalami bencana, bisa jadi akan mengganggu arus perdagangan dan ekonomi nasional," katanya.
Kendati demikian, rencana pemindahan ibukota, kata dia, perlu kajian yang mendalam dan penghitungan yang cermat.
"Jangan sampai di kemudian hari pemerintah kekurangan anggaran untuk membangun pusat pemerintah di daerah lain," katanya.
Sebelumnya, Menteri Perencanaan dan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Bambang PS Brodjonegoro mengungkapkan estimasi biaya yang diperlukan untuk pembangunan ibu kota baru seluas 40.000 hektare di luar Pulau Jawa membutuhkan sekitar Rp466 triliun.
Dalam kajian Bappenas mengenai pemindahan ibu kota pemerintahan yang dipaparkan Bambang, pembiayaan pembangunan ibu kota baru sebesar Rp466 triliun memiliki porsi sekitar Rp250 triliun dari pemerintah, dan sisanya oleh pihak swasta.
Sementara itu, pemerintah telah memilih untuk membangun ibu kota baru pemerintahan di luar Pulau Jawa mengingat beban di DKI Jakarta yang semakin bertambah.
Pemerintah akan melakukan pertemuan lanjutan untuk membahas hal teknis, rancangan kota dan "master plan" terkait pembangunan ibu kota baru itu.
COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2019
"Secara umum, itu ide yang bagus. Selama ini pusat ekonomi kota di Jakarta. Sementara daerah-daerah lain seperti di luar Jawa menjadi kurang berkembang, fasilitas modern sebagian besar ada di Jakarta," katanya di Purwokerto.
Dia juga menyebutkan, pemisahan kota dagang dan industri dengan ibukota negara akan membawa dampak yang positif. "Contohnya, Australia. Canberra sebagai ibukota negara, bukan merupakan kota dagang atau industri. Dari awal Canberra adalah pusat administrasi pemerintahan. Kenapa? supaya warga yang membutuhkan layanan administrasi akan mengalami kemudahan. Tidak perlu bersusah payah karena kemacetan," katanya.
Selain itu, kata dia, pemindahan ibukota negara bisa memengaruhi arus dagang dan ekonomi nasional. "Jika Jakarta mengalami bencana, bisa jadi akan mengganggu arus perdagangan dan ekonomi nasional," katanya.
Kendati demikian, rencana pemindahan ibukota, kata dia, perlu kajian yang mendalam dan penghitungan yang cermat.
"Jangan sampai di kemudian hari pemerintah kekurangan anggaran untuk membangun pusat pemerintah di daerah lain," katanya.
Sebelumnya, Menteri Perencanaan dan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Bambang PS Brodjonegoro mengungkapkan estimasi biaya yang diperlukan untuk pembangunan ibu kota baru seluas 40.000 hektare di luar Pulau Jawa membutuhkan sekitar Rp466 triliun.
Dalam kajian Bappenas mengenai pemindahan ibu kota pemerintahan yang dipaparkan Bambang, pembiayaan pembangunan ibu kota baru sebesar Rp466 triliun memiliki porsi sekitar Rp250 triliun dari pemerintah, dan sisanya oleh pihak swasta.
Sementara itu, pemerintah telah memilih untuk membangun ibu kota baru pemerintahan di luar Pulau Jawa mengingat beban di DKI Jakarta yang semakin bertambah.
Pemerintah akan melakukan pertemuan lanjutan untuk membahas hal teknis, rancangan kota dan "master plan" terkait pembangunan ibu kota baru itu.
COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2019