Sejumlah warga Gorontalo Utara, Provinsi Gorontalo, menyampaikan keprihatinannya terkait pemutusan aliran listrik di kantor bupati setempat, sejak Sabtu (21/12) yang berlangsung hingga Senin (23/12) pukul 15.00 Wita.
"Kami sangat prihatin, akibat minim anggaran Pemerintah Kabupaten (Pemkab) sampai menunggak membayar tagihan listrik, maka tercetuslah ide melakukan pengumpulan donasi sebagai bentuk empati terhadap kondisi tersebut," ujar Marten Biki, tokoh pemuda Gorontalo Utara, yang menginisiasi pengumpulan donasi di lintas Sulawesi, depan kantor bupati, kawasan Molingkapoto, Kecamatan Kwandang, Senin.
Hasil donasi tersebut sebesar Rp385 ribu dan telah diserahkan ke Bagian Umum Sekretariat Daerah.
Marten mengatakan, banyak kerugian akibat pemutusan aliran listrik di kantor bupati karena
Suasana malam di kompleks kantor bupati yang biasanya ramai dikunjungi masyarakat menikmati malam mingguannya, tidak terlihat sebab kantor yang gelap gulita.
Ditambah lagi, pelayanan kantor pada jam efektif berlangsung (Senin, red) terganggu akibat tidak adanya aliran listrik.
Pelayanan publik seperti pengurusan dana duka, nyatanya tidak bisa dilakukan akibat listrik baru dialirkan pukul 15.00 Wita.
Kondisi ini kami dapati kata Marten, saat menyerahkan hasil donasi yang terkumpul.
Selaku masyarakat, Marten mengingatkan Pemkab untuk lebih memperhatikan kondisi tersebut agar tidak terulang mengingat kantor bupati merupakan ikon daerah dalam berbagai hal, juga tempat Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, berkantor.
Sementara itu, Wakil Ketua II DPRD Gorontalo Utara, Hamzah Sidik menyayangkan adanya insiden pemutusan aliran listrik di kantor bupati setempat, akibat menunggak pembayaran.
Manajemen yang diterapkan perlu dipertanyakan, sebab anggaran operasional mestinya sudah dihitung dan diprediksi awal serta sudah tertuang dalam perencanaan.
"Jika anggaran untuk bayar listrik saja harus kecolongan seperti ini, maka Pemkab perlu mengevaluasi kinerja manajemen kantor yang ada," ungkapnya miris.
Ketika anggaran perjalanan dinas tersedia lebih banyak dibanding anggaran operasional kantor yang sangat menunjang aktivitas, maka rasanya ibarat kata pepatah "mati kelaparan di lumbung padi".
Kondisi serupa tidak boleh terjadi di gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) setempat.
"Anggaran operasional harus dihitung dengan matang, agar tidak terjadi ada staf atau bagian keuangan yang kerepotan harus menanggung dulu biaya pembayaran listrik, padahal anggaran per tahunnya tersedia," tukas politisi Partai Golkar ini.
COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2019
"Kami sangat prihatin, akibat minim anggaran Pemerintah Kabupaten (Pemkab) sampai menunggak membayar tagihan listrik, maka tercetuslah ide melakukan pengumpulan donasi sebagai bentuk empati terhadap kondisi tersebut," ujar Marten Biki, tokoh pemuda Gorontalo Utara, yang menginisiasi pengumpulan donasi di lintas Sulawesi, depan kantor bupati, kawasan Molingkapoto, Kecamatan Kwandang, Senin.
Hasil donasi tersebut sebesar Rp385 ribu dan telah diserahkan ke Bagian Umum Sekretariat Daerah.
Marten mengatakan, banyak kerugian akibat pemutusan aliran listrik di kantor bupati karena
Suasana malam di kompleks kantor bupati yang biasanya ramai dikunjungi masyarakat menikmati malam mingguannya, tidak terlihat sebab kantor yang gelap gulita.
Ditambah lagi, pelayanan kantor pada jam efektif berlangsung (Senin, red) terganggu akibat tidak adanya aliran listrik.
Pelayanan publik seperti pengurusan dana duka, nyatanya tidak bisa dilakukan akibat listrik baru dialirkan pukul 15.00 Wita.
Kondisi ini kami dapati kata Marten, saat menyerahkan hasil donasi yang terkumpul.
Selaku masyarakat, Marten mengingatkan Pemkab untuk lebih memperhatikan kondisi tersebut agar tidak terulang mengingat kantor bupati merupakan ikon daerah dalam berbagai hal, juga tempat Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, berkantor.
Sementara itu, Wakil Ketua II DPRD Gorontalo Utara, Hamzah Sidik menyayangkan adanya insiden pemutusan aliran listrik di kantor bupati setempat, akibat menunggak pembayaran.
Manajemen yang diterapkan perlu dipertanyakan, sebab anggaran operasional mestinya sudah dihitung dan diprediksi awal serta sudah tertuang dalam perencanaan.
"Jika anggaran untuk bayar listrik saja harus kecolongan seperti ini, maka Pemkab perlu mengevaluasi kinerja manajemen kantor yang ada," ungkapnya miris.
Ketika anggaran perjalanan dinas tersedia lebih banyak dibanding anggaran operasional kantor yang sangat menunjang aktivitas, maka rasanya ibarat kata pepatah "mati kelaparan di lumbung padi".
Kondisi serupa tidak boleh terjadi di gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) setempat.
"Anggaran operasional harus dihitung dengan matang, agar tidak terjadi ada staf atau bagian keuangan yang kerepotan harus menanggung dulu biaya pembayaran listrik, padahal anggaran per tahunnya tersedia," tukas politisi Partai Golkar ini.
COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2019