Jakarta (ANTARA GORONTALO) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berusaha
mendorong perbaikan lembaga peradilan dengan secara simbolis melempar
Pokeball, alat untuk menangkap Pokemon, dalam aksi menangkap Mafia Hukum
Kelas Monster (Makumon) yang dilakukan Koalisi Pemantau Peradilan.
"Dari Koalisi Pemantau Peradilan telah menyampaikan kepada KPK
menyangkut kejadian beberapa kali tertangkapnya pejabat peradilan maupun
hakim. Apa yang dilakukan KPK dengan tertangkapnya beberapa panitera
dan hakim itu memperkuat sinyalemen masyarakat bahwa memang mafia
peradilan itu ada," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata di gedung KPK
Jakarta, Selasa.
Terinspirasi dari permainan Pokemon Go, Koalisi Pemantau Peradilan
membawa boneka Pikachu dan meminta dua Komisioner KPK, Alexander Marwata
dan Saut Situmorang, melempar Pokeball ke arah boneka Pikachu yang
dijadikan sebagai simbol Makumon. Lemparan Alexander dan Saut mengenai
target.
"Kita tidak berhenti dengan upaya atau penangkapan tangan tersebut.
Tetapi bagaimana kita bisa mendorong reformasi peradilan terutama di
Mahkamah Agung," tambah Alexander.
KPK sudah melakukan lima Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap aparat peradilan.
Pada
12 Februari 2016, KPK menangkap Kepala Sub Direktorat Kasasi Perdata
Direktorat Pranata dan Tata Laksana Perkara Badan Peradilan Umum MA
Andri Tristianto Sutrisna yang menerima suap Rp400 juta untuk menunda
pengiriman salinan putusan Peninjauan Kembali (PK).
Pada 20 April 2016, aparat lembaga itu menangkap
panitera/sekretaris Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Edy Nasution yang
diduga menerima Rp150 juta terkait pengurusan dua perkara Lippo Group di
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Terkait perkara itu, Sekretaris
Mahkamah Agung Nurhadi dicegah bepergian keluar negeri.
Selanjutnya, pada 23 Mei 2016, Ketua Pengadilan Negeri Kepahiang
sekaligus hakim tindak pidana korupsi Janner Purba, hakim ad hoc
Pengadilan Negeri Kota Bengkulu Toton dan panitera Pengadilan Negeri
Kota Bengkulu Badaruddin Amsori Bachsin alias Billy ditangkap karena
diduga menerima suap terkait penyalahgunaan honor Dewan Pembina RSUD
Bengkulu tahun 2011.
Kemudian, keempat 15 Juni 2016, KPK menangkap panitera Pengadilan
Negeri Jakarta Utara Rohadi terkait penerimaan suap dalam pengurusan
perkara pidana pelecehan seksual yang dilakukan oleh pedangdut Saipul
Jamil.
Selain itu, operasi tangkap tangan dilakukan terhadap
panitera pengganti Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Muhammad Santosa
karena diduga menerima suap terkait pengurusan perkara perdata pada 30
Juni 2016.
"Terkait dengan permasalahan itu, beberapa waktu yang lalu deputi
pencegahan KPK sudah bertemu dengan Mahkamah Agung untuk berbicara
mengenai apa yang bisa dilakukan oleh KPK untuk membantu MA dalam
memperbaiki sistem peradilan. Itu langkah-langkah yang sudah kita
tempuh," ungkap Alexander.
Alex mengatakan KPK akan terus
mendorong Mahkamah Agung untuk memperbaiki sisten peradilan, dan akan
membahas upaya itu dengan pimpinan Mahkamah Agung.
Sementara Julius Ibarani dari Koalisi mengatakan KPK belum dapat menangkap aktor monster mafia hukum.
"Aktor utama mafia hukum sudah pasti berupaya menggagalkan ataupun
menghambat upaya reformasi peradilan untuk menjadikan lembaga pengadilan
bersih dari korupsi. Kejadian hakim atau pegawai pengadilan yang
tertangkap akan berulang karena suap pastinya akan muncul kembali pada
masa mendatang," kata Julius.
KPK dorong perbaikan peradilan dengan menangkap "Makumon"
Selasa, 26 Juli 2016 15:42 WIB