Jakarta (ANTARA GORONTALO) - Badan Narkotika Nasional mengantongi angka
prevalensi penyalahgunaan narkoba tahun 2015 mencapai 2,2 persen atau
sekitar empat juta orang di Indonesia yang terjerat dalam lingkaran
narkoba.
"Penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba masih menjadi polemik
di Indonesia. Gambaran angka penyalahgunaan narkoba semakin mengerikan.
Narkoba mampu merenggut 40-50 nyawa generasi muda," kata Kepala Bagian
Hubungan Masyarakat BNN Kombes Pol Slamet Pribadi di Jakarta, Selasa.
Kerugian negara akibat penyalahgunaan narkoba tidak sedikit.
Survei yang dilakukan BNN dan Pusat Penelitian Kesehatan Universitas
Indonesia tahun 2014 menyebutkan negara mengalami kerugian sebesar
Rp63,1 triliun Akibat penyalahgunaan narkoba, katanya.
Karakteristik tindak pidana narkoba berbeda dengan tindak pidana
lainnya, kejahatan ini termasuk kejahatan luar biasa (extra ordinary
crime). Pergerakannya bersifat nasional dan antarnegara (transnational
crime).
"Dalam pengungkapannya mempunyai tingkat kesulitan yang tinggi,
terutama di dalam pembuktiannya. Modus yang dilakukan sering menggunakan
teknik yang licik dan pelaku selalu berupaya menghindar dari pengawasan
petugas dengan berbagai cara yang kadang di luar akal sehat," kata
Slamet.
Sindikat narkoba mempunyai jaringan yang sangat luas, baik ke
atas maupun ke bawah. Hal ini diperparah dengan terbatasnya orang yang
mau melaporkan adanya tindak pidana narkotika di lingkungannya dengan
alasan keselamatan. Ini menjadi tantangan tersendiri bagi penegak hukum
di saat melakukan penyelidikan dan penyidikan, katanya.
"Banyak teknik penyidikan dan penyelidikan yang kerap digunakan
untuk memburu para pelaku tindak kejahatan narkoba," kata Slamet.
Salah satunya dan sudah diatur oleh Undang-undang adalah
controlled delivery (penyerahan dibawah pengawasan penegak hukum).
Teknik ini diatur dalam pasal 27 huruf (j) UU No. 35 Tahun 2009 tentang
Narkotika yang berbunyi Dalam rangka melakukan penyidikan, Penyidik BNN
berwenang melakukan teknik penyidikan pembelian terselubung dan
penyerahan di bawah pengawasan.
Sedangkan dalam pasal 79 menentukan Teknik penyidikan pembelian
terselubung dan penyerahan dibawah pengawasan sebagaimana dimaksud dalam
pasal 75 huruf (j) dilakukan oleh Penyidik atas perintah tertulis dari
pimpinan.
Tak hanya UU Indonesia, United Nations Office on Drugs and Crime
(UNODC) menerapkan teknik "controlled delivery" sebagai salah satu
"standard operating procedures" (SOP) dalam melakukan penanganan tindak
kejahatan narkoba, katanya.
"Aturan memberikan kewenangan dengan sistem seperti ini dimaksud
agar petugas dilapangan mendapat perlindungan ketika menemukan kesulitan
dalam menjalankannya tugasnya," kata Slamet.
Mengingat kebanyakan modus operandi dari penyelundupan narkoba
adalah menggunakan kurir yang berpindah-pindah tangan dan "system cells"
metode penyidikan yang diizinkan ini menjadi salah satu cara yang cukup
efektif dan efisien dalam upaya memutus mata rantai jaringan sindikat
narkoba.
"Dengan begitu jaringan sindikat narkoba dapat dilibas hingga ketingkat penerima dan aktor intelektual," kata Slamet.
BNN: empat juta orang terjerat narkoba
Selasa, 16 Agustus 2016 22:46 WIB