Jakarta (ANTARA GORONTALO) - Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK) menyebut mantan Gubernur Banten Rano Karno menerima aliran dana
Rp700 juta dari proyek pengadaan alat kesehatan (alkes) untuk Rumah
Sakit Rujukan Pemerintah Provinsi Banten tahun 2012.
Saat membacakan tuntutan hukuman untuk Ratu Atut Chosiyah di
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Jumat, jaksa Budi Nugraha
menyatakan bahwa perbuatan Ratu Atut Chosiyah bersama Tubagus Chaeri
Wardana Chasan alias Wawan dalam proses pengusulan dan pelaksanaan
anggaran pengadaan alat kedokteran kesehatan pada RS Rujukan Pemprov
Banten Tahun Anggaran 2012 juga menguntungkan Rano.
"Selain telah
menguntungkan terdakwa sebesar Rp3,895 miliar, juga telah menguntungkan
orang lain yaitu Rano Karno sebesar Rp700 juta," kata jaksa.
Selain Ratu Atut dan Rano Karno, menurut jaksa, tindakan itu itu juga memperkaya
pihak lain termasuk Wawan (Rp50,083 miliar), Yuni Astuti
(Rp23,396 miliar), Djadja Buddy Suhardjo (Rp240 juta), dan Ajat Ahmad Putra
(Rp295 juta).
Keuntungan juga mengalir ke Jana Sunawati (Rp134 juta), Yogi Adi Prabowo (Rp76,5
juta), Tatan Supardi (Rp63 juta), Abdul Rohman (Rp60 juta),
Ferga Andriyana (Rp50 juta), Eki Jaki Nuriman (Rp20 juta),
Suherma (Rp15,5 juta), Aris Budiman (Rp1,5 juta) dan Sobran
(Rp 1 juta).
Dan kerugian negara akibat kejahatan itu bertambah karena ada pemberian fasilitas
berlibur ke Beijing berikut uang saku senilai total Rp1,659 miliar untuk
pejabat Dinkes Banten, tim survei, panitia pengadaan dan panitia
pemeriksa hasil pekerjaan.
Menurut tuntutan jaksa, Ratu Atut juga
meminta anak buahnya memenuhi kebutuhan anak Atut, Andika Hazrumy, yang saat ini menjadi Wakil Gubernur Banten.
Permintaan itu disampaikan pada Juli 2012 di Hotel Crowne Plaza Jakarta
saat proses pelaksanaan lelang alkes RS Rujukan Banten berlangsung.
Atut
memanggil Kepala Dinas Kesehatan Banten Djaja Budi Suhardja, Kepala Dinas Sumber Daya
Air Banten Iing Suwargi dan Kepala Dinas Pendidikan Nasional Banten Hudaya
Latuconsina. Pertemuan itu juga dihadiri Wawan dan Andika.
"Pada saat itu terdakwa menyampaikan keluhan adanya kebutuhan
operasional atau dana taktis yang diperlukan terdakwa selaku Gubernur
Banten dan Andika Hazrumy selaku anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD)
RI," kata jaksa.
"Terdakwa juga menanyakan kepada para kadis mengenai progress
pekerjaan dalam lelang pengadaan masing-masing dinas dan minta
mengalokasikan dana taktis untuk kepentingan terdakwa" menurut jaksa.
Wawan menindaklanjuti permintaan itu dengan meminta anak
buahnya Dadang Prijatna menemui Djaja di kantor Dinas Kesehatan untuk
menyerahkan daftar proyek seluruh pengadaan pada Dinas Kesehatan Banten
serta persentasi alokasi anggaran sebagai bahan kontrol pengeluaran uang
yang akan diberikan kepada Atut sebesar Rp2,5 persen dari total proyek
yang dikerjakan Wawan.
Realisasi kebutuhan oprasional itu mencapai Rp3,859 miliar yang
diserahkan secara bertahap pada Oktober-Desember 2012 di rumah Atut yaitu
pada 15 Oktober (Rp500 juta), 18 Oktober (Rp500 juta), 5 November (Rp500
juta), 12 November (Rp500 juta), 28 November (Rp1 miliar), 18 Desember
(Rp859 juta).
Namun Atut sudah mengembalikan seluruh uang secara bertahap yaitu
pada 14 Juli 2015 sebesar Rp1 miliar ke rekening BRI atas nama KPK, uang
Rp1,3 miliar sebagai barang sitaan, uang Rp559 juta sebagai barang
sitaan dan uang Rp1 miliar ke rekening BRI atas nama KPK pada 4
Agustus 2015.
Dalam perkara ini, jaksa menuntut hakim menjatuhkan hukuman delapan
tahun penjara ditambah denda Rp250 juta subsider enam bulan kurungan
kepada Ratu Atut karena menilai dia terbukti melakukan korupsi dalam
pengadaan alat kesehatan (Alkes) Rumah Sakit Rujukan Provinsi Banten dan
memeras anak buahnya hingga Rp500 juta untuk biaya pelaksanaan
istigasah sehingga menimbulkan kerugian negara sebesar Rp79,789 miliar.
Ratu Atut saat ini sedang menjalani pidana penjara dalam perkara
penyuapan kepada Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar dalam sengketa
pilkada Kabupaten Lebak.
Jaksa sebut Rano Karno terima dana alkes Banten
Jumat, 16 Juni 2017 14:55 WIB