Upaya ini guna memacu daya saing dan produktivitas industri perhiasan dalam memperoleh bahan baku tersebut, demikian disampaikan Dirjen Industri Kecil Menengah Kementerian Perindustrian Gati Wibawaningsih.
“Kami juga melakukan inisiasi dan koordinasi dengan pihak-pihak terkait agar produk perhiasan dari Indonesia tidak terkena bea masuk (BM) di negara tujuan ekspor, seperti Dubai yang saat ini masih menerapkan tarif BM untuk produk perhiasan dari Indonesia sebesar lima persen,†kata Gati Wibawaningsih melalui keterangannya diterima di Jakarta, Kamis.
Gati berharap, kebijakan yang diusulkan tersebut dapat didukung oleh seluruh pemangku kepentingan melalui berbagai kegiatan kreatif dan produktif sehingga dapat menghasilkan produk perhiasan yang bernilai tambah tinggi.
“Perhiasan menjadi salah satu produk non-migas unggulan Indonesia yang memiliki potensi besar dalam mendukung pembangunan perekonomian Indonesia,†ujarnya.
Kemenperin mencatat, nilai ekspor produk perhiasan pada tahun 2016 mencapai 6,37 miliar dollar AS atau mengalami peningkatan 13,65 persen dibandingkan tahun 2015 sebesar 5,49 miliar dollar AS.
“Capaian ini menjadi kabar yang menggembirakan dari industri perhiasan di Indonesia. Namun, kami ingin kinerja ekspor perhiasan ini bisa ditingkatkan lagi sehingga target pertumbuhan ekonomi yang telah ditetapkan sekitar 5,2 persen pada tahun ini dapat tercapai,†tuturnya.
Menurut Gati, selama ini Kemenperin telah melakukan berbagai upaya terobosan untuk mendorong pertumbuhan industri perhiasan sebagai salah satu sektor penghasil devisa ekspor yang besar.
Misalnya, melakukan Focus Group Discussion (FGD) dan seminar mengenai komoditas batu mulia dan perhiasan di Indonesia.
Selain itu, dilaksanakan pula bimbingan teknis dan pendampingan desain, khususnya terkait peningkatan kemampuan SDM termasuk untuk peningkatan mutu dan pemanfaatan teknologi.
“Kami juga telah memfasilitasi bantuan mesin dan peralatan serta penyusunan buku mengenai batu mulia di Indonesia,†ungkapnya.
Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto menjelaskan, industri perhiasan dalam negeri telah mampu bersaing di pasar internasional dengan desain dan produknya yang berkualitas unggul.
“Industri perhiasan mampu memberikan kontribusi signifikan terhadap perekonomian nasional. Sektor ini akan kami terus pacu pengembangannya karena padat karya berorientasi ekspor dan mempunyai daya saing yang kuat,†paparnya.
Berdasarkan data tahun 2015, jumlah unit industri perhiasan dan aksesoris di dalam negeri mencapai 36.636 perusahaan dengan nilai produksi sebesar Rp10,45 triliun. Sektor ini menyerap tenaga kerja sebanyak 43.348 orang dan menghasilkan devisa melalui ekspor sebesar 3,31 miliar dollar AS.
Oleh karena itu, Airlangga menyampaikan, pihaknya telah memfasilitasi penguatan kerja sama antara industri perhiasan dalam negeri dengan perusahaan jam tangan asal Swiss.
Langkah sinergi bilateral ini diharapkan dapat berdampak positif bagi pengembangan IKM di dalam negeri. Pasalnya, industri perhiasan didominasi oleh sektor IKM yang tersebar di berbagai sentra pengrajin di Indonesia.