Jakarta (ANTARA GORONTALO) - Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan
memastikan penerbitan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 165/PMK.03/2017
dilakukan untuk memberikan kesempatan bagi Wajib Pajak yang belum
melaksanakan kewajiban perpajakan dengan benar.
"Sepanjang belum ditemukan oleh DJP, kami memberikan kesempatan dan
kemudahan bagi Wajib Pajak yang mau membetulkan SPT-nya," kata Direktur
Jenderal Pajak Ken Dwijugiasteadi dalam jumpa pers di Jakarta, Senin.
Ken mengatakan implementasi revisi dari Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 118/PMK.03/2016 ini berbeda dengan pelaksanaan program amnesti
pajak, karena otoritas pajak terus menindaklanjuti setiap data Wajib
Pajak yang masuk.
"Kalau amnesti pajak, pemeriksaan tidak dilakukan, ini tetap dilakukan Direktorat Jenderal Pajak. Tidak ada yang namanya tax amnesty jilid dua, karena ini sama sekali berbeda," ujarnya.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 165/PMK.03/2017 mengatur tidak
diperlukannya Surat Keterangan Bebas dan cukup menggunakan Surat
Keterangan Pengampunan Pajak untuk memperoleh fasilitas pembebasan PPh
atas balik nama aset tanah atau bangunan yang diungkap dalam program
amnesti pajak.
Peraturan ini juga mengatur mengenai prosedur perpajakan bagi Wajib
Pajak yang ingin melaporkan aset tersembunyi dan belum tercatat dalam
SPT Tahunan, sebelum aset tersebut ditemukan oleh Direktorat Jenderal
Pajak.
Prosedur selanjutnya adalah pengungkapan aset sukarela dengan tarif
final untuk memberikan kesempatan bagi seluruh Wajib Pajak yang
memiliki harta yang belum dilaporkan dalam SPT Tahunan 2015 maupun Surat
Pernyataan Harta untuk mengungkapkan sendiri aset tersebut dengan
membayar pajak penghasilan.
Tarif pajak penghasilan tersebut adalah sebesar 25 persen untuk
kelompok Wajib Pajak Badan, 30 persen untuk Kelompok Wajib Pajak Orang
Pribadi dan 12,5 persen bagi kelompok Wajib Pajak Badan maupun Orang
Pribadi yang memenuhi persyaratan.
Direktorat Jenderal Pajak memastikan Wajib Pajak yang mengungkapkan
sendiri aset tersebut sebelum ditemukan, maka ketentuan sanksi dalam
pasal 18 UU Pengampunan Pajak tidak berlaku apabila prosedur pelaporan
sukarela ini dilakukan.
Harta maupun aset yang dapat diungkapkan adalah aset yang diperoleh
Wajib Pajak sampai 31 Desember 2015 dan masih dimiliki dalam periode
tersebut.
Prosedur pengungkapan aset sukarela ini hanya dapat dimanfaatkan
selama otoritas pajak belum menerbitkan Surat Perintah Pemeriksaan (SP2)
Pajak sehubungan dengan ditemukannya data aset yang belum ditemukan.
Saat ini, otoritas pajak terus melakukan prosedur pencocokan data
yang dilaporkan Wajib Pajak dalam SPT maupun Surat Pernyataan Harta
dengan data pihak ketiga.
Direktorat Jenderal Pajak saat ini menghimpun data dari 67 instansi
dari pemerintah maupun pihak swasta terkait proses pencocokan data ini,
antara lain izin usaha, izin penangkapan ikan serta izin pertambangan,
perkebunan dan kehutanan.
Selain itu, dari izin mendirikan bangunan, registrasi produk obat
dan makanan serta kepemilikan tanah, kendaraan bermotor, hotel dan
restoran.
Otoritas pajak juga telah memperoleh kewenangan untuk mengakses
data keuangan yang dimiliki lembaga keuangan seperti perbankan dan pasar
modal sesuai UU Nomor 9 Tahun 2017.
Lembaga keuangan juga secara rutin memberikan data kepada institusi
pajak, termasuk data keuangan dari 100 negara lain yang sepakat
bertukar informasi keuangan dalam rangka memerangi pelarian pajak lintas
negara mulai 2018.
Untuk itu, Direktorat Jenderal Pajak mengimbau kepada Wajib Pajak
yang belum memenuhi kewajiban perpajakan dengan benar untuk mengikuti
prosedur yang tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor
165/PMK.03/2017 sebelum otoritas menemukan aset tersembunyi tersebut.
Ini penjelasan DJP soal Peraturan Menkeu 165/2017
Senin, 27 November 2017 19:15 WIB