Jakarta (ANTARA GORONTALO) - Rencana Kementerian Kominfo melakukan
penyederhanaan lisensi bagi penyelenggara jasa telekomunikasi (Jastel)
dengan merevisi Keputusan Menteri (KM) 21 Tahun 2001 tentang
Penyelenggaraan Jasa Telekomunikasi dinilai tidak rasional.
"Sepertinya penyederhanaan lisensi mengikuti arahan Presiden Joko
Widodo tentang deregulasi. Namun rencana tersebut terkesan tidak
rasional jika membaca Rancangan Peraturan Menteri (RPM) yang ditawarkan
ke industri," kata Direktur Indonesia ICT Institute, Heru Sutadi di
Jakarta, Sabtu.
Menurut Heru, Menkominfo Rudiantara menafsirkan Undang-undang No 36
Tahun 99 tentang Telekomunikasi secara sepotong-potong sehingga
terkesan menyamaratakan dalam menggulirkan ide soal penyederhanaan
lisensi bagi jasa telekomunikasi.
"Beliau (Menkominfo) bilang di media UU Telekomunikasi isinya
perizinan semua. Padahal dari 64 pasal yang jelas bahas izin Pasal 11,
32 dan 33 ditambah sanksi. Jika ingin menjadi pejabat publik, harusnya
rasional melihat mana yang dideregulasi dan dari mana. Tak bisa
tiba-tiba Peraturan Menteri (PM) diterbitkan tanpa melihat aturan yang
ada di atasnya," jelasnya.
Heru mengingatkan, perizinan itu sesuai dengan UU diturunkan ke
Peraturan Pemerintah (PP) dan dari PP ke Keputusan/Peraturan Menteri.
"Jalan cepat, PP diubah dulu baru PM-nya. Dalam hal ini tentu PP
Nomor 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi dan PP Nomor
53 Tahun 2000 tentang Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio dan Orbit
Satelit. Tapi, idealnya adalah merevisi UU No 36/99 untuk disesuaikan
dengan "Jaman Now". Ini adalah pekerjaan mangkrak sejak beberapa tahun
lalu padahal katanya bahannya sudah siap," ujarnya.
Sebelumnya, Kementerian Kominfo berencana menyederhanakan lisensi
bagi pemain Jasa Telekomunikasi melalui revisi Keputusan Menteri (KM) 21
Tahun 2001 tentang Penyelenggaraan Jasa Telekomunikasi.
Menkominfo Rudiantara menjelaskan langkah yang diambilnya sudah
sesuai dengan perubahan dan dinamika industri telekomunikasi di "Jaman
Now".
"Undang-undang No 36 Tahun 99 tentang Telekomunikasi, isinya semua
perijinan. Jaman Now mana bisa semua ijin-ijin, industri butuh kemudahan
dalam berbisnis, bukan tumpukan perijinan," ujar Rudiantara.
Sementara itu, Federasi Serikat Pekerja (FSP) BUMN Trategis Wisnu
Adhi Wuryanto, menilai Rancangan Peraturan Menteri (RPM) Tentang
Penyelenggaraan Jasa Telekomunikasi hanya "akal-akalan" setelah gagal
dalam melakukan revisi terhadap PP Nomor 52 dan 53 Tahun 2000.
Tampaknya Menteri Kominfo Rudiantara mengupayakan "jalan melingkar"
setelah Revisi terhadap PP Nomor 52 Tahun 2000 dan PP Nomor 53 Tahun
2000 tidak disetujui Presiden.
"Cara yang ditempuh adalah? dengan cara mengubahnya menjadi
Peraturan Menteri, karena dengan hanya mengubah Peraturan Menteri tidak
perlu persetujuan Presiden," katanya.
Perubahan aturan jasa telkomunikasi dinilai tidak rasional
Sabtu, 16 Desember 2017 22:13 WIB