Jakarta (ANTARA GORONTALO) - Walau terus dikejar sang waktu, Indonesia terus
membuktikan komitmen dan langkah nyata sebagai tuan rumah pesta olahraga
disabilitas tertinggi di Asia sejak menerima "umpan" dari Vietnam pada
2014.
Indonesia melalui Panitia Penyelenggara Asian Para Games 2018
(INAPGOC) langsung tancap gas pada Maret 2017, setelah Raja Sapta
Oktohari terpilih sebagai Ketua INAPGOC.
Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi mengatakan
penunjukkan Raja Sapta Oktohari sebagai Ketua INAPGOC berdasarkan dua
pertimbangan, yaitu pengalaman sebagai komandan kontingen (CdM)
Indonesia dalam Olimpiade 2016 dan keinginan pemerintah untuk mengangkat
Asian Para Games layaknya Asian Games.
"Sebagaimana Asian Games, kita ingin martabat Asian Para Games juga
terangkat. Jadi, harus benar-benar dibawa ke sisi sportainment.
Pendekatan sportainment bisa jadi memotivasi atlet untuk lebih
berprestasi," kata Menpora.
Berbagai strategi pun ditempuh demi mewujudkan semangat kesetaraan
para penyandang disabilitas dengan atlet-atlet non-disabilitas. Strategi
itu antara lain mengoordinasikan penyelenggaraan Asian Para Games
dengan Asian Games 2018, penerbitan payung hukum penyelenggaraan dan
dukungan penyelenggaraan, serta dukungan anggaran penyelenggaraan.
Sejak pertama terpilih, Raja Sapta Oktohari juga telah
berkoordinasi dengan Erick Thohir sebagai Ketua Panitia Penyelenggara
Asian Games 2018 (INASGOC) demi efektivitas dan efisiensi
penyelenggaraan.
"Kami juga akan mendorong INASGOC agar bisa sejalan dengan INAPGOC.
Kan tidak lucu kalau balap-balapan. Karena tujuannya sama untuk
menyukseskan semua dan ini sudah berlaku di dunia. Dimanapun jalan
bareng, bukan jalan sendiri," kata Okto, selepas terpilih sebagai Ketua
INAPGOC.
Namun, sejumlah kegiatan seperti promosi Asian Games dan Asian Para
Games memang tidak dapat disatukan menyusul perbedaan afiliasi antara
Asian Games yang berada di bawah Dewan Olimpiade Asia dan Asian Para
Games di bawah Komite Paralimpiade Asia.
Perbedaan afiliasi itu berarti perbedaan pertanggungjawaban kepada
sponsor dalam kegiatan-kegiatan penyelenggaraan maupun promosi Asian
Games dan Asian Para Games.
Walau kampanye promosi INAPGOC juga berupaya menjaga agar gaung
promosi Asian Para Games ketiga itu pun berusaha tidak tenggelam
dibelakang Asian Games yang memang mendapatkan dukungan kuat dari
pemerintah sejak 2015.
Sebagai contoh, INAPGOC berusaha menggelar kegiatan penghitungan
mundur Asian Para Games dalam kapasitas yang lebih sederhana dibanding
Asian Games yang telah mendapatkan komitmen anggaran dari pemerintah dan
dukungan sponsor dari perusahaan-perusahaan milik negara dan swasta di
Indonesia pada Agustus 2017.
INAPGOC menggelar kegiatan penghitungan mundur dengan pemotongan
tumpeng oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla yang didampingi Menteri Pemuda
dan Olahraga Imam Nahrawi. Kegiatan itu juga berlangsung di
tengah-tengah penyelenggaraan festival musik di Jakarta International
Expo Kemayoran, pada 6 Oktober 2017.
Selain kegiatan penghitungan mundur, INAPGOC juga memaksimalkan
penyerapan anggaran sebesar Rp86 miliar pada anggaran 2017 untuk
kampanye Asian Para Games (APG) di sejumlah kota di Indonesia, terutama
di Jakarta sebagai kota tuan rumah APG ke-3.
Namun, langkah koordinasi antara INASGOC dan INAPGOC dapat terwujud
dalam kegiatan yang langsung ditangani Indonesia seperti penggunaan
arena pertandingan, wisma atlet, peralatan pertandingan, maupun
sukarelawan.
INAPGOC dapat memanfaatkan sejumlah peralatan pertandingan Asian
Games 2018 yang masih layak dipakai seperti gawang selain sukarelawan.
Wakil Sekretaris Jenderal INAPGOC Ferry Julianto Kono mengatakan
salah satu komponen biaya besar adalah operasional penyelenggaraan
pertandingan.
"Kami telah merinci penggunaan peralatan dari 13
cabang olahraga yang dapat dipakai setelah Asian Games ke Asian Para
Games," ujar Ferry.
Raja Sapta Oktohari, terkait sukarelawan dalam penyelenggaraan,
berharap 8.000 sukarelawan yang telah mendaftar sebagai sukarelawan
Asian Games 2018 dapat bergabung dalam Asian Para Games 2018.
"Kami akan menawarkan kepada para sukarelawan yang telah mengikuti
Asian Games. Kami akan tetap mengeluarkan biaya untuk para sukarelawan
itu. Setidaknya, kami tidak mengeluarkan biaya rekrutmen dan biaya
pelatihan," ujar Okto.
Kendala infrastruktur
Perbedaan mencolok penyelenggaraan Asian Games dan Asian Para Games
adalah para peserta yang merupakan atlet-atlet difabel dalam APG 2018.
Perbedaan itu lantas berdampak pada sarana infrastruktur yaitu arena
pertandingan, wisma atlet, dan armada transportasi.
Okto mengakui tantangan terkait arena pertandingan, akses ke lokasi
pertandingan, dan wisma atlet muncul dalam pertemuan delegasi teknis
cabang-cabang olahraga di Jakarta pada awal Desember 2017.
"Kami mendapatkan banyak masukan dari para delegasi teknis yang
mengikuti rapat delegasi teknis pertama pada November dan rapat delegasi
teknis kedua pada awal Desember tentang sebagian besar arena yang layak
digunakan," katanya.
Namun, para delegasi teknis itu masih mengharapkan perbaikan atau
penyesuaian di sejumlah fasilitas maupun arena pertandingan Asian Para
Games 2018.
Okto mengatakan fasilitas yang membutuhkan banyak penyesuaian
adalah wisma atlet yang berlokasi di Kemayoran, Jakarta Pusat.
"Lift di wisma atlet itu tidak mampu menampung empat kursi roda.
Akses menuju lift juga tidak ramah buat pengguna kursi roda. Kami sudah
menyampaikan persoalan itu kepada Kementerian Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat," kata Ketua Umum Ikatan Sport Sepeda Indonesia (ISSI)
itu.
Selain akses bagi para pengguna kursi roda, Okto mengatakan
kamar-kamar di wisma atlet Kemayoran juga hanya mampu menampung satu
atlet berkursi roda selain toilet yang terlalu tinggi.
INAPGOC, lanjut Okto, akan menyiapkan alternatif akomodasi bagi
para atlet pengguna kursi roda yang mengikuti Asian Para Games jika
wisma atlet Kemayoran belum layak bagi para difabel.
Sekretaris Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) Gatot S.
Dewa Broto mengatakan kendala teknis itu dapat terselesaikan dengan
penerbitan Instruksi Presiden tentang Penyelenggaraan Asian Games dan
Asian Para Games.
"Sebelumnya sudah ada Instruksi Presiden hanya tentang Asian Games.
Tapi, Inpres terkait Asian Para Games belum ada," kata Gatot.
Gatot menjelaskan keberadaan Instruksi Presiden (Inpres) untuk
Asian Para Games akan mejadi payung hukum bagi instansi atau kementerian
dalam memberikan dukungan kepada INAPGOC.
Dukungan itu termasuk
dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR atau PUPera)
untuk memenuhi kelayakan arena pertandingan dan wisma atlet sesuai
kebutuhan atlet difabel.
"Kami berharap Inpres soal Asian Para Games itu menjadi dasar hukum
bagi Kementerian PUPera untuk melakukan penyesuaian sebagaimana
dikeluhkan para delegasi teknis. Kementerian PUPera menyebut terbiasa
untuk pergerakan cepat," ujar Gatot.
Ia justru mengatakan persoalan yang akan muncul berikutnya setelah
arena pertandingan dan wisma atlet adalah akses transportasi dan moda
transportasi bagi atlet-atlet difabel.
"Sebagaimana persoalan yang muncul setelah arena pertandingan dan
wisma atlet dalam Asian Games, persoalan lalu-lintas akan muncul cepat
atau lambat," ujar Gatot.
Dukungan anggaran
Persoalan lain bagi INAPGOC untuk mempersiapkan pesta olahraga
dengan sisa waktu kurang dari 10 bulan adalah dukungan anggaran dari
total kebutuhan sekitar Rp1,6 triliun.
INAPGOC, menurut Okto, telah menerima anggaran dari pemerintah
sektiar Rp85 miliar setelah dipotong pajak pada 23 November 2017 untuk
persiapan penyelenggaraan Asian Para Games. "Kami akan memaksimalkan
penyerapan sekitar Rp60 miliar atau 80 persen dari anggaran yang kami
terima," kata Okto.
Hanya saja, INAPGOC masih membutuhkan tambahan anggaran sekitar
Rp700 miliar selain anggaran Rp826 miliar yang telah dialokasikan
Kementerian Pemuda dan Olahraga dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara
2018.
Gatot mengatakan persoalan dukungan tambahan anggaran bagi INAPGOC
telah diupayakan Menpora Imam Nahrawi dengan menyurati Menteri Keuangan
Sri Mulyani Indrawati tentang kemungkinan usulan penambahan anggaran.
"Kami menyadari dukungan bagi INAPGOC dalam APBN 2018 sebesar Rp800
miliar dan itu kurang. Kami masih menunggu respon dari Menteri Keuangan
terkait sura dari Menpora itu," kata Gatot.
Sebelumnya, Gatot mengatakan pemerintah melalui Kementerian
Keuangan telah menjamin kekurangan anggaran INAPGOC sebesar Rp700 miliar
dari kebutuhan total sekitar Rp1,6 triliun untuk Asian Para Games.
Meskipun waktu bersisa kurang dari 10 bulan bagi Indonesia, INAPGOC
yang didampingi pemerintah terus berupaya mewujudkan satu per satu
kegiatan persiapan tuan rumah Asian Para Games 2018 demi kesetaraan dan
pembuktian negara ramah disabilitas.
"Jakarta kali ini memiliki kesempatan yang besar untuk membuktikan
komitmen dalam menyediakan akses bagi para penyandang disabilitas,
khususnya fasilitas olahraga dan sarana pendukungnya," kata Okto.
Okto menambahkan Asian Para Games bukan saja terkait perlombaan melainkan juga bentuk kegiatan kemanusiaan.
Asian Para Games akan diikuti atlet-atlet penyandang disabilitas
dari 43 negara anggota Komite Paralimpiade Asia (APC). INAPGOC
memperkirakan tiga ribu atlet dan 1.000 ofisial akan hadir di Jakarta.
Pesta multi-cabang olahraga tingkat Asia itu akan berlangsung di lima
wilayah di Jakarta yang berpusat di komplek Gelora Bung Karno, Senayan,
pada 6-13 Oktober 2018.
Asian Para Games Indonesia demi kesetaraan
Minggu, 31 Desember 2017 13:07 WIB