Washington (ANTARA GORONTALO) - Digadang-gadangkan sebagai keberhasilan dalam
perang melawan teror, penangkapan teroris asal Indonesia Hambali kerap
dibangga-banggakan oleh komunitas intelijen AS sebagai bukti bahwa
interogasi keras itu membawa hasil.
Namun laporan Senat AS
mengenai metode interogasi CIA yang disiarkan pekan ini menunjukkan
bahwa langkah-langkah biasa seperti mengawasi email, bocoran informasi
dari informan CIA dan bantuan dari Thailand, justru yang membuat
Hambali, tokoh militan Jamaah Islamiyah, berhasil ditangkap.
"Terus
terang kami tersandung di Hambali," kata kepala pusat kontraterorisme
CIA di Asia Tenggara pada 2005 seperti dikutip laporan Senat AS
tersebut.
Kisah sebaliknya mengenai sejumlah petunjuk yang
membuat para penyelidik makin dekat ke Hambali, melukiskan salah satu
silang pendapat besar mengenai interogasi AS kepada para tersangka
teror.
Para pejabat senior CIA sebelum ini berulang kali berkata
kepada Kongres, Gedung Putih dan Departemen Kehakiman bahwa
potongan-potongan informasi dari interogasi brutal terhadap agen senior
Alqaeda Khalid Sheikh Mohammed telah membawa pada ditangkapnya Hambali.
Dituduh
merencanakan serangan 11 September 2001 ke AS, Mohammed berulang kali
menjadi sasaran metode interogasi brutal AS begitu dia ditangkap.
Dia di-waterboarding
--teknik penyiksaan dengan meneteskan air ke kepala tahanan yang
kepalanya ditutup-- sebanyak 183 kali, kemudian ditampar, dicekik, dan
diganggu tidurnya, kata laporan Senat itu.
Mohammed berkata
kepada para penginterogasi CIA pada awal 2003 mengenai rencana menyuruh
mantan warga Baltimore, Majid Khan, untuk mengirimkan uang sebanyak
50.000 dolar AS ke Asia Tenggara untuk membiayai serangan Alqaeda.
CIA
mengatakan informasi itu membantu para penyelidik dalam mengungkapkan
jaringan tersangka teror di Asia Tenggara yang dipimpin Hambali.
Hambali atau Riduan Isamuddin ditahan di Ayutthaya, Thailand, pada 2003.
Disebut
oleh mantan Presiden George W. Bush sebagai salah seorang teroris
paling berbahaya di dunia, Hambali disangka terlibat dalam merencanakan
Serangan 11 September dan Bom Bali yang menewaskan lebih dari 200 orang.
Dia ditahan di penjara militer AS di Guantanamo, Kuba, tanpa diadili terlebih dahulu, sejak 2006.
Tak berperan
Kendati
CIA sering mempresentasikan penangkapan Hambali sebagai bukti bahwa
metode penyiksaan sukses menghasilkan data intelijen yang berharga,
menurut laporan Senat itu perlakuan brutal terhadap Mohammed sebenarnya
tidak membantu dalam penangkapan Hambali.
Pada 2003, Hambali
adalah salah satu orang paling diburu di Asia. Dianggap sebagai
penghubung utama kelompok Jamaah Islamiyah Asia Tenggara dengan Alqaeda
pimpinan Osama bin Laden, Hambali disebut-sebut sebagai satu-satunya
orang di Asia Tenggara yang mendapatkan tempat di puncak elite Alqaeda.
Penangkapan
dia dianggap sebagai kudeta oleh pemerintah Bush dan kalangan
pemerintah Asia Tenggara khawatir bakal memicu Jamaah Islamiyah
melancarkan serangan balas dendam di seluruh penjuru kawasan.
CIA
telah memberikan gambaran yang tidak akurat mengenai penangkapan
Hambali dalam 18 dokumen yang dikirimkan kepada para pembuat kebijakan
dan Departemen Kehakiman antara 2003 dan 2009, tulis laporan Senat yang
disusun Komite Intelijen Senat tersebut.
"Satu kajian terhadap
kabel-kabel operasional CIA dan catatan-catatan lainnya menyimpulkan
bahwa informasi yang dikumpulkan dari KSM (Mohammed) selama dan setelah
penggunan teknik interograsi diperkuat (brutal) CIA tak berperan dalam
penangkapan Hambali," tulis laporan itu.
Sebelum Mohammed
memberikan informasi mengenai Khan selama interogasi, CIA sudah menyusun
petunjuk-petunjuk yang akhirnya membawa CIA dan Thai kepada Hambali.
Beberapa
petunjuk berasal dari email-email termonitor antara Alqaeda dan Khan,
yang kemudian ditangkap di Pakistan. Dia memberi rincian tautan Alqaeda
ke Asia Tenggara kepada para penyelidik Pakistan, yang akhirnya
mengantarkan kepada Hambali, tulis laporan Senat AS itu.
Sangat
berbalikkan dengan penggunaan kekerasan oleh CIA, para penginterogasi
Pakistan mendapatkan informasi dari Khan lewat teknik bertanya yang
lembut, kata Senat.
Seorang sumber CIA turut berperan dalam
penangkapan Hambali karena mengenali seorang tangan kanan Khan di
Thailand yang memberikan informasi kepada pihak berwenang Thai yang
akhirnya mendekatkan mereka kepada Hambali.
Setelah Hambali ditangkap, Thailand mengaku sangat berperan.
"Kami
menerima potongan-potongan informasi dari penduduk setempat bahwa ada
orang-orang asing yang tinggal di sana sehingga kemudian kami periksa
latar belakang dan paspornya untuk kemudian disadari bahwa mereka adalah
orang-orang yang selama ini tengah kami cari," kata (saat itu) perdana
menteri Thailand (saat itu) Thaksin Shinawatra pada 2003.
Para mantan pejabat intelijen menyanggah klaim Senat bahwa program interogasi CIA tidak berperan dalam perburuan Hambali.
Mereka
mengatakan AS tidak akan pernah bisa menjejak dan membunuh bin Laden
pada 2011 tanpa informasi yang dikumpulkan dari program interogasi.
Sebaliknya
Senat mengatakan CIA keliru mempresentasikan bagaimana teknik itu
berguna dalam mendapatkan informasi berguna dari tahanan yang membantu
menjejak bin Laden.
Tersangka teroris, Hassan Ghul, pernah
mengaku kepada para penangkapnya mengenai nama kurir Bin Laden
sebagaimana dilaporkan CIA, namun dia melakukan itu sebelum disiksa,
bukan selama disiksa, kata Senat.
Hambali atau Riduan Isamuddin
saat itu diyakini tengah berada dalam proses mengorganisasikan serangan
tindak lanjut untuk Serangan 11 September, yang kemungkinan melibatkan
juga pesawat terbang, namun kali ini menyasar Pantai Barat AS, kata para
mantan pejabat CIA.
Michael Hayden, mantan direktur CIA, berkata
kepada Fox News bahwa CIA masih menggunakan informasi yang diperoleh
dari interogasi brutal, padahal sudah dilarang.
"Interogasi
semacam ini kepada semua tahanan memberi kami gudang informasi mengenai
Alqaeda yang kami andalkan, kami masih mengandalkannya sampai hari ini,"
kata Hayden dalam Fox News Kamis waktu AS seperti dikutip Reuters.
Cara CIA menangkap Hambali sang teroris dari Indonesia
Kamis, 11 Desember 2014 14:02 WIB