Jakarta (ANTARA GORONTALO) - Inggris mengalahkan Prancis dengan skor 2-0
dalam laga persahabatan yang digelar di Wembley Stadium pada Selasa
(16/11) di tengah haru biru teror Paris yang meminta korban 129 orang
tewas dan 350 lainnya mengalami luka-luka.
Laga ini memuat momen
istimewa, karena sepak bola menghadapi teror kemanusiaan bertajuk Teror
Paris. Sepak bola sebagai huruf besar mempersatukan dunia dan mengatasi
perbedaan agama, ras, dan ideologi. Sementara Teror Paris dengan huruf
besar membangun arsitektur kebencian di atas landasan pasir keinginan
menghabisi nyawa sesama.
Stade de France pada Jumat (13/11)
terguncang ketika menggelar laga persahabatan antara Prancis dan Jerman.
Sang teroris disebut-sebut sempat menyelusup masuk stadion kemudian
menyingkir setelah itu menghabisi nyawa sendiri dengan melakukan aksi
bom bunuh diri.
Teror Paris menorehkan warta dukacita. Striker
Athletico Madrid Antoine Griezman menyatakan adik perempuannya lolos
dari serangan di Bataclan theatre, tempat di mana sekelompok orang
bersenjata menembak secara membabibuta gedung konser itu. Akibat
serangan, sebanyak 80 orang tewas.
Gelandang timnas Prancis
Lassana Diarra merupakan salah seorang yang terguncang akibat serangan
di Paris itu. Sepupunya, yakni Asta Diakite terbunuh dalam serangan di
Paris.
Dan laga antara Inggris kontra Prancis di bawah naungan
kibaran panji "Liberte, Egalite, Fraternite" mengajak dunia untuk
bersatu meruntuhkan arsitektur kebencian membangun bahtera kedamaian.
Kekerasan
dengan mantra "gigi ganti gigi, nyawa ganti nyawa" mengancam sepak bola
yang memproklamasikan daulat "fair play" dan menyunjung tinggi rasa
persaudaraan dengan menghormati martabat kemanusian.
Dengan huruf
besar, sepak bola mengobati dunia, sementara teror Paris mengandalkan
konsep berpikir dan bertindak yang saling berlawanan, misalnya kelompok
murni berlawanan dengan kelompok tidak murni, kelompok kita dengan
kelompok mereka. Skema berpasangan yang saling berlawanan inilah yang
hendak dikikis ketika publik Wembley membawakan tembang La Marseillaise.
Bukankah
sepak bola merupakan alunan simfoni? Debar serangan dari lini belakang
mengalir masuk ke lini pertahanan lawan layaknya himpunan tangga nada
yang membentuk jalinan kerjasama harmonis antar lini. Kokoh tidaknya
lini pertahanan terbangun dari saling pengertian dan bangun kerjasama
apik.
Laga Inggris melawan Prancis merupakan momentum untuk
bersatu melawan aksi terorisme, karena sepak bola mengajar persaudaraan
dan persahabatan bagi seluruh warganegara dunia.
Sejumlah media
Prancis menurunkan berita yang menulis bahwa laga persahabatan di
Wembley Stadium merupakan saat yang tepat bagi seluruh dunia untuk
bergandengan tangan bersatu melawan aksi terorisme, sebagaimana dikutip
dari laman Independent.
* Opini media massa:
Pengamat sepak bola harian olah raga Prancis, L'Equipe, Vincent Duluc menulis,
"Tampil bermain di Wembley dalam dukacita mendalam merupakan wujud dari
keteguhan sikap agar seluruh negeri dan seluruh dunia bersatu.
Pertandingan ini mengirim warta mengenai sikap tidak menyerah terhadap
segala bentuk teror yang menebar kebencian dan kematian. Hanya dalam
pertandingan sepak bola, segala tekad untuk bersatu dapat terwujud."
Jerome Bergot dalam Quest France menulis,
"Hidup harus terus berlangsung meski berhadapan dengan ancaman
kekerasan. Nyata bagi seluruh profesi, bagi seluruh lapisan masyarakat,
bahwa sepak bola senantiasa menjadi tempat orang bertemu dan bersatu.
Seluruh anggota masyarakat, para pemain, dan para pendukung, apapun
agama mereka atau kelas sosial mereka, semua bersatu atas nama
kemanusiaan. Tidak bermain dalam pertandingan ini juga merupakan tragedi
di atas tragedi."
Maxime Dupuis, menulis dalam laman berbahasa Prancis Eurosport,
"Inggris dan Prancis akan bertanding lebih merupakan sebuah laga sepak
bola di Wembley pada Selasa. Pertandingan itu memaknai perlawanan
terhadap aksi barbar."
* Opini kalangan sepak bola:
Gelandang timnas Prancis Lassana Diarra mengatakan,
"Dalam atmosfer pembicaraan soal teror, sangat penting bagi kita semua
untuk menjadi duta perdamaian dan keragaman agar persaudaraan terjalin
erat ketika menghadapi peristiwa-peristiwa yang mengerikan. Ini tidak
ada kaitan dengan agama dan warga negara...Kita harus secara
bersama-sama merawat cinta kasih, suka cita dan damain. Terima kasih
atas dukungan dan rasa simpati. Semoga para korban tewas dapat
beristirahat dengan tenang."
Kapten timnas Inggris Wayne Rooney sebagaimana dikutip dari laman Telegraph menyatakan,
"Pertandingan ini menunjukkan kepada seluruh dunia bahwa persatuan
berada di atas segalanya. Sepak bola hakekatnya merupakan laga yang
bersifat global. Sepak bola tidak berurusan dengan soal agama atau ras.
Kita perlu berdiri bersama-sama menghadapi situasi yang serba sulit.
Pertandingan ini senantiasa bakal dilewati di tengah perasaan duka."
Manajer timnas Inggris Rody Hodgson menyatakan,
"Pertandingan yang sungguh mengharubiru perasaan, karena segala
sesuatunya sesuai dengan harapan. Itu semua tercermin dari dukungan
antusias para penonton yang berjumlah 71.000 orang... Federasi sepak
bola Prancis tampil di depan sebagai organisasi yang sepakat memutuskan
penyelenggaraan pertandingan ini. Semuanya itu dilatarbelakangi oleh
keteguhan sikap."
* Lima makna dari sepak bola vs teror Paris:
Pertama,
teror lahir dari unsur purba bernama thanatos atau kematian, sementara
sepak bola tercipta dari unsur kehidupan dari satu laga ke laga lainnya
yang memelihara dan menyuburkan sukacita kegembiraan. Dalam teror,
kematian tidak lagi menakutkan melainkan justru memesona. Dalam sepak
bola, kemenangan dengan "fair play" merupakan pengalaman puncak
(peak-experience) yang diperjuangkan dan dihidup-hidupkan.
Kedua,
baik sepak bola maupun teror sama-sama mengerahkan kekuatan massa.
Kekalahan di sepak bola merupakan wujud dari "takut akan mati".
Kekalahan
dalam laga sepak bola merupakan kematian sesaat. Sementara teror
merupakan teknik merekayasa kematian dengan meluncurkan pesan "bunuhlah
satu atau sebanyak mungkin orang, dan buatlah seribu orang ketakutan".
Ketiga, sepak bola menghormati perbedaan tim, menjunjung perbedaan kelompok penonton, mengacu kepada perbedaan taktik di lapangan.
Di
kutub berbeda, teror menyeragamkan manusia, artinya tidak ada perbedaan
antara "aku" dan "kamu" yang sama-sama menguap di bawah cengkeraman
ketakutan. Ketakutan merupakan generator yang digerakkan oleh mereka
yang mengobarkan teror. Takut bertanding dalam sepak bola lantaran
dibayangi aksi teror boleh jadi merupakan awal kemenangan dari penebar
dan pelaku teror.
Keempat, sepak bola menghormati dan
menjunjung racikan taktik yang rasional di lapangan untuk meraih
kemenangan dan mencapai kejayaan, sementara teror mengandalkan massa
yang irasional, massa yang mudah diombang-ambingkan oleh emosi dan mudah
percaya tanpa memeriksa dan mempertanyakan secara kritis.
Teror berkawan dengan kerumunan massa atau "mob" yang menggerombol dan merusak atau bahkan membunuh.
Kelima,
sepak bola memberi kesempatan kepada seseorang atau sekelompok orang
untuk menjawab pertanyaan mendasar sebagai manusia, "siapa diri saya
sesungguhnya, dari mana asal saya, hendak ke mana pada akhirnya saya?"
Sementara
teror memberangus kebebasan untuk memilih dan menganggap bahwa bertanya
secara kritis sama artinya perilaku yang "subversif? Teror tidak
memberi kesempatan sejengkal pun untuk mengajukan telaah dan cermatan
secara masuk akal. Kata kunci teror yakni "lakukan saja, jangan banyak
bertanya!"
* Tiga pepatah klasik:
Pertama, Beatus vir qui non abiit in consilio impiorum (berbahagialah orang yang tidak berjalan menurut nasehat orang fasik).
Kedua, Bella matribus detestata (para ibu membenci perang)
Ketiga, Bene facta male locata male facta arbitror (menempatkan sesuatu yang baik secara salah, itu saja saya anggap sebagai tindakan yang salah).
Inspirasi bola - Sepak bola vs Teror Paris
Rabu, 18 November 2015 14:48 WIB