Ikatan Dokter Indonesia meminta masyarakat bisa lebih jujur apalagi pernah kontak dengan penderita Coronavirus Disease (COVID-19) untuk mau memeriksakan diri di Puskesmas maupun rumah sakit.
"Banyak pasien yang tidak jujur kalau pernah bepergian ke daerah pandemik corona atau pernah bersentuhan dengan pasien corona," kata Ketua Lembaga Riset IDI, dr Marhaen Hardjo Ph.D M.Biomed dalam siaran pers di kantor IDI Makassar, Selasa.
Diminta masyarakat yang memiliki gejala-gejala mengarah terkena korona untuk jujur ketika memeriksakan diri di rumah sakit maupun Puskesmas.
"Mereka datang ke puskesmas atau rumah sakit dengan diagnosa bukan korona, padahal korona. Akhirnya, dokter kena juga karena ke tidak terbukanya pasien," katanya melalui siaran pers di kantor IDI Makassar.
Lembaga riset IDI, kata dia, telah melakukan riset bahwa angka kematian dokter tinggi didapatkan lewat penanganan pasien yang bukan positif COVID-19, di rumah sakit rujukan. Tapi, pasien yang sebenarnya sudah berstatus Pasien Dalam Pengawasan (PDP) atau positif, tapi tidak jujur akhirnya menularkan ke dokter.
Marhaen menjelaskan, banyaknya tenaga medis yang menjadi korban disaat pandemi virus korona ini di Indonesia, selain kekurangan Alat Pelindung Diri (APD), permasalahannya adalah pasien yang tidak jujur ketika datang memeriksakan diri ke rumah sakit atau Puskesmas.
Sampai saat ini, jumlah dokter yang meninggal dunia karena terpapar COVID-19. Tercatat sebanyak 31 orang dan merupakan anggota IKI, Termasuk, dr. Bernedette Albertine Fransisca, spesialis. THT yang berasal dari kota Makassar. Kematiannya menambah catatan panjang dokter meninggal karena penyakit korona.
Dia menambahkan, ketidakterbukaan masyarakat disebabkan ada beberapa hal diantaranya ketidakpahaman
masyarakat ditambah keras kepala. Sehingga banyak PDP, atau ada stigma masyarakat bahwa korona itu aib.
Oleh karena itu, Marhaen mengimbau agar para pasien dengan gejala-gejala mirip Corona untuk jujur, ketika ditanya tentang riwayat perjalanannya.
"Penyakit Covid bukan aib, jadi jujur lah biar tidak kena orang lain dan nyawa sendiri juga bisa selamat biar ditangani cepat," ujarnya menyarankan.
Terkait berapa persentasenya sebenarnya pasien yang tidak ingin diketahui riwayatnya ketika datang memeriksa, Marhaen menyebutkan data yang ada sebenarnyan tidak seperti kenyataan di lapangan yang luput dari pantauan. Data terakhir 31 dokter saat ini sudah gugur di Medan pertempuran karena korona.
COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2020
"Banyak pasien yang tidak jujur kalau pernah bepergian ke daerah pandemik corona atau pernah bersentuhan dengan pasien corona," kata Ketua Lembaga Riset IDI, dr Marhaen Hardjo Ph.D M.Biomed dalam siaran pers di kantor IDI Makassar, Selasa.
Diminta masyarakat yang memiliki gejala-gejala mengarah terkena korona untuk jujur ketika memeriksakan diri di rumah sakit maupun Puskesmas.
"Mereka datang ke puskesmas atau rumah sakit dengan diagnosa bukan korona, padahal korona. Akhirnya, dokter kena juga karena ke tidak terbukanya pasien," katanya melalui siaran pers di kantor IDI Makassar.
Lembaga riset IDI, kata dia, telah melakukan riset bahwa angka kematian dokter tinggi didapatkan lewat penanganan pasien yang bukan positif COVID-19, di rumah sakit rujukan. Tapi, pasien yang sebenarnya sudah berstatus Pasien Dalam Pengawasan (PDP) atau positif, tapi tidak jujur akhirnya menularkan ke dokter.
Marhaen menjelaskan, banyaknya tenaga medis yang menjadi korban disaat pandemi virus korona ini di Indonesia, selain kekurangan Alat Pelindung Diri (APD), permasalahannya adalah pasien yang tidak jujur ketika datang memeriksakan diri ke rumah sakit atau Puskesmas.
Sampai saat ini, jumlah dokter yang meninggal dunia karena terpapar COVID-19. Tercatat sebanyak 31 orang dan merupakan anggota IKI, Termasuk, dr. Bernedette Albertine Fransisca, spesialis. THT yang berasal dari kota Makassar. Kematiannya menambah catatan panjang dokter meninggal karena penyakit korona.
Dia menambahkan, ketidakterbukaan masyarakat disebabkan ada beberapa hal diantaranya ketidakpahaman
masyarakat ditambah keras kepala. Sehingga banyak PDP, atau ada stigma masyarakat bahwa korona itu aib.
Oleh karena itu, Marhaen mengimbau agar para pasien dengan gejala-gejala mirip Corona untuk jujur, ketika ditanya tentang riwayat perjalanannya.
"Penyakit Covid bukan aib, jadi jujur lah biar tidak kena orang lain dan nyawa sendiri juga bisa selamat biar ditangani cepat," ujarnya menyarankan.
Terkait berapa persentasenya sebenarnya pasien yang tidak ingin diketahui riwayatnya ketika datang memeriksa, Marhaen menyebutkan data yang ada sebenarnyan tidak seperti kenyataan di lapangan yang luput dari pantauan. Data terakhir 31 dokter saat ini sudah gugur di Medan pertempuran karena korona.
COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2020