Ketua Komisi VIII DPR Yandri Susanto meminta hanya ada satu data kemiskinan yang dikelola Kementerian Sosial agar tidak ada tumpang tindih dalam penyaluran bantuan sosial.
"Kalau ada kementerian lain mau memberikan bantuan sosial, harus merujuk pada satu data kemiskinan dengan indikator yang sama agar tidak ada kecemburuan di masyarakat," kata Yandri dalam rapat kerja bersama sejumlah menteri yang diikuti secara daring melalui siaran TVR Parlemen di Jakarta, Rabu.
Politikus Partai Amanat Nasional (PAN) itu mengatakan selama ini masih banyak data kemiskinan yang tumpang tindih, nama yang sudah meninggal tetapi masih terdaftar, dan penerima bantuan yang tidak bisa dikonfirmasi alamat dan tempat tinggalnya.
Seharusnya hanya ada satu data karena negara ini satu pemerintahan. Menurut Yandri, satu identitas melalui KTP-el bisa disandingkan dengan data kemiskinan.
"Saat ini, masing-masing kementerian/lembaga punya data penerima bantuan sosial. Kementerian sosial, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, dan lain-lain. Karena itu, perlu kita samakan," tuturnya.
Ketiadaan satu data yang terpadu, kata Yandri, menyebabkan pemborosan keuangan negara karena satu penerima bantuan sosial bisa menerima bantuan dari beberapa kementerian/lembaga.
Termasuk penerima bantuan iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, Yandri menyebut banyak data BPJS yang tidak sinkron dengan data Kementerian Sosial.
"Di Indonesia ini, meskipun mampu kalau diberi bantuan tetap akan menerima. Karena itu, beban negara menjadi besar," katanya.
Yandri mengatakan bantuan sosial harus tepat sasaran. Tidak boleh ada lagi yang memainkan data. Harus ada satu data yang dimulai dari tingkat bawah, yaitu RT/RW hingga ke Kementerian Sosial.
Komisi VIII DPR mengadakan rapat kerja bersama Menteri Sosial; Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi; Kementerian Dalam Negeri; Menteri Keuangan; Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional; dan Menteri Keuangan dengan agenda verifikasi dan validasi data kemiskinan.
COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2020
"Kalau ada kementerian lain mau memberikan bantuan sosial, harus merujuk pada satu data kemiskinan dengan indikator yang sama agar tidak ada kecemburuan di masyarakat," kata Yandri dalam rapat kerja bersama sejumlah menteri yang diikuti secara daring melalui siaran TVR Parlemen di Jakarta, Rabu.
Politikus Partai Amanat Nasional (PAN) itu mengatakan selama ini masih banyak data kemiskinan yang tumpang tindih, nama yang sudah meninggal tetapi masih terdaftar, dan penerima bantuan yang tidak bisa dikonfirmasi alamat dan tempat tinggalnya.
Seharusnya hanya ada satu data karena negara ini satu pemerintahan. Menurut Yandri, satu identitas melalui KTP-el bisa disandingkan dengan data kemiskinan.
"Saat ini, masing-masing kementerian/lembaga punya data penerima bantuan sosial. Kementerian sosial, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, dan lain-lain. Karena itu, perlu kita samakan," tuturnya.
Ketiadaan satu data yang terpadu, kata Yandri, menyebabkan pemborosan keuangan negara karena satu penerima bantuan sosial bisa menerima bantuan dari beberapa kementerian/lembaga.
Termasuk penerima bantuan iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, Yandri menyebut banyak data BPJS yang tidak sinkron dengan data Kementerian Sosial.
"Di Indonesia ini, meskipun mampu kalau diberi bantuan tetap akan menerima. Karena itu, beban negara menjadi besar," katanya.
Yandri mengatakan bantuan sosial harus tepat sasaran. Tidak boleh ada lagi yang memainkan data. Harus ada satu data yang dimulai dari tingkat bawah, yaitu RT/RW hingga ke Kementerian Sosial.
Komisi VIII DPR mengadakan rapat kerja bersama Menteri Sosial; Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi; Kementerian Dalam Negeri; Menteri Keuangan; Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional; dan Menteri Keuangan dengan agenda verifikasi dan validasi data kemiskinan.
COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2020