Wakil Presiden (Wapres) Ma'ruf Amin meminta pelaku ekonomi lebih kreatif dan inovatif pada masa tatanan normal baru sebagai upaya perubahan perilaku agar bisa bangkit setelah terdampak pandemi COVID-19.
"Inti tatanan baru new normal adalah melakukan perubahan, perubahan perilaku masyarakat terutama kebiasaan menggunakan masker, jaga jarak dan cuci tangan. Tapi diperlukan juga perubahan dari pelaku ekonomi agar lebih kreatif dalam menyediakan layanan dan inovasi produk yang tepat untuk kepentingan pencegahan COVID-19," katanya dalam peluncuran buku "Pandemi Corona: VIrus Deglobalisasi Masa Depan Perekonomian Global dan Nasional" di Jakarta, Senin.
Ma'ruf menuturkan pandemi COVID-19 telah menyerang hampir seluruh negara di dunia hingga memaksa penduduk bumi untuk berubah dan beradaptasi. Dari sisi aktivitas ekonomi, adaptasi dilakukan dengan kebiasaan berbelanja kebutuhan pokok secara daring (online).
Di sisi lain pertumbuhan ekonomi nasional sendiri telah mengalami perlambatan pada kuartal pertama 2020 dengan tumbuh hanya 2,97 persen dan diperkirakan akan tumbuh negatif pada kuartal kedua 2020.
Oleh karena itu, selain upaya sungguh-sungguh dalam mengendalikan penyebaran COVID-19, pemerintah juga harus mampu menangani dampak ekonomi agar tidak terpuruk terlalu dalam dan bisa kembali bangkit.
"Maka, untuk dapat mendorong ekonomi dapat kembali bergerak, pemerintah memutuskan untuk membuka aktivitas ekonomi dengan syarat tertentu. Inilah yang kita maksud tatanan baru new normal. Upaya untuk kembali membuka secara selektif roda perekonomian tapi dengan menerapkan protokol kesehatan secara ketat," jelasnya.
Ma'ruf mengatakan pemerintah pun telah mengambil langkah-langkah kebijakan luar biasa di bidang ekonomi, termasuk menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPPU) Nomor 1 Tahun 2020 yang kemudian disahkan menjadi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020.
Dalam kebijakan luar biasa itu, pemerintah bisa meningkatkan pembiayaan melalui pelebaran defisit APBN yang lebih luas hingga di atas 3 persen dalam tiga tahun. Kemudian, membuat koordinasi untuk bauran kebijakan atas sektor keuangan dan melindungi nasabah dan menangani ancaman stabilitas industri keuangan.
Pemerintah juga menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 23 tahun 2020 yang mengatur program pemulihan ekonomi nasional untuk penanganan pandemi. Selanjutnya, pemerintah juga melakukan perubahan APBN 2020 melalui Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2020 yang disesuaikan dengan Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2020 dengan menetapkan defisit hingga Rp1.039 triliun atau 6,34 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
"Kebutuhan penanganan COVID-19 ditetapkan Rp695,4 triliun untuk meningkatkan akselerasi belanja. Instrumen kebijakan adalah dengan memanfaatkan sisa anggaran," katanya.
Ma'ruf menyambut baik gagasan-gagasan dalam buku yang diterbitkan INDEF dan disusun oleh para pemikir itu. Ia berharap buku tersebut menjadi panduan bagi pemerintah dan masyarakat sebagai rekomendasi penanganan COVID-19.
"Saya juga menilai rekomendasi sejalan dengan apa yang dilakukan pemerintah saat ini," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2020
"Inti tatanan baru new normal adalah melakukan perubahan, perubahan perilaku masyarakat terutama kebiasaan menggunakan masker, jaga jarak dan cuci tangan. Tapi diperlukan juga perubahan dari pelaku ekonomi agar lebih kreatif dalam menyediakan layanan dan inovasi produk yang tepat untuk kepentingan pencegahan COVID-19," katanya dalam peluncuran buku "Pandemi Corona: VIrus Deglobalisasi Masa Depan Perekonomian Global dan Nasional" di Jakarta, Senin.
Ma'ruf menuturkan pandemi COVID-19 telah menyerang hampir seluruh negara di dunia hingga memaksa penduduk bumi untuk berubah dan beradaptasi. Dari sisi aktivitas ekonomi, adaptasi dilakukan dengan kebiasaan berbelanja kebutuhan pokok secara daring (online).
Di sisi lain pertumbuhan ekonomi nasional sendiri telah mengalami perlambatan pada kuartal pertama 2020 dengan tumbuh hanya 2,97 persen dan diperkirakan akan tumbuh negatif pada kuartal kedua 2020.
Oleh karena itu, selain upaya sungguh-sungguh dalam mengendalikan penyebaran COVID-19, pemerintah juga harus mampu menangani dampak ekonomi agar tidak terpuruk terlalu dalam dan bisa kembali bangkit.
"Maka, untuk dapat mendorong ekonomi dapat kembali bergerak, pemerintah memutuskan untuk membuka aktivitas ekonomi dengan syarat tertentu. Inilah yang kita maksud tatanan baru new normal. Upaya untuk kembali membuka secara selektif roda perekonomian tapi dengan menerapkan protokol kesehatan secara ketat," jelasnya.
Ma'ruf mengatakan pemerintah pun telah mengambil langkah-langkah kebijakan luar biasa di bidang ekonomi, termasuk menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPPU) Nomor 1 Tahun 2020 yang kemudian disahkan menjadi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020.
Dalam kebijakan luar biasa itu, pemerintah bisa meningkatkan pembiayaan melalui pelebaran defisit APBN yang lebih luas hingga di atas 3 persen dalam tiga tahun. Kemudian, membuat koordinasi untuk bauran kebijakan atas sektor keuangan dan melindungi nasabah dan menangani ancaman stabilitas industri keuangan.
Pemerintah juga menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 23 tahun 2020 yang mengatur program pemulihan ekonomi nasional untuk penanganan pandemi. Selanjutnya, pemerintah juga melakukan perubahan APBN 2020 melalui Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2020 yang disesuaikan dengan Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2020 dengan menetapkan defisit hingga Rp1.039 triliun atau 6,34 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
"Kebutuhan penanganan COVID-19 ditetapkan Rp695,4 triliun untuk meningkatkan akselerasi belanja. Instrumen kebijakan adalah dengan memanfaatkan sisa anggaran," katanya.
Ma'ruf menyambut baik gagasan-gagasan dalam buku yang diterbitkan INDEF dan disusun oleh para pemikir itu. Ia berharap buku tersebut menjadi panduan bagi pemerintah dan masyarakat sebagai rekomendasi penanganan COVID-19.
"Saya juga menilai rekomendasi sejalan dengan apa yang dilakukan pemerintah saat ini," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2020