Kenapa banyak orang marah kesal disebut "Gak Tahu Diri". Padahal memang kita tidak pernah tahu tentang diri kita. Banyak yang membanggakan dirinya padahal dia tidak tahu tentang dirinya.

Bangsa Minus Cinta

Problem bangsa semakin bertambah karena sebagian besar warganya mulai dari pemimpin hingga rakyat jelata tidak tahu tentang dirinya. Bangsa ini pun tak tahu dirinya. Sejarah bangsa tak banyak yang tahu. Sejarah ditulis hanya berdasarkan keinginan dan kepentingan. Jika kita hari ini tak tahu tentang sejarah bangsa sendiri, bagaimana anak-anak kita nanti.

Sejarah penting untuk memahami perjalanan bangsa, tanpa tahu sejarah maka kecintaan kepada tanah air tentu akan rendah. Hari ini, sedikit emajuan sekaligus banyak kemunduruan akibat dari minus kecintaan pada bangsa.

Jika melihat dari sejarah, kecintaan kepada tanah air di masa lalu akibat dari tekanan penjajahan kolonial. Itu yang menyebabkan semua bersatu padu dalam mencintai tanah air.

Jika melihat kondisi banga hari ini, dimana banyak terjadi kemunduran moral menjadi alasan penjajahan terjadi secara simbolik. Penjahahan simbolik melalui dominasi ekonomi, politik dan kebudayaan itulah yang mengurangi derajat kecintaan kepada tanah air dan bangsa.

Derajat kecintaan yang semakin pudar ini yang diakibatkan oleh semakin banyak rakyat hingga pemimpin yang tidak mengetahui tentang dirinya. Artinya, semakin tidak tahu diri sendiri, pasti semakin tidak tahu dan tidak mau tahu tentang kondisi bangsa.

Guru Bangsa dan Cinta Bangsa

Tjokroaminoto adalah salah satu guru yang banyak melahirkan banyak pemimpin. Tjokro membimbing murid-muridnya untuk mengetahui tentang diri mereka masing-masing. Karena bimbingan untuk tahu tentang diri itulah, lahir tokoh seperti Soekarno, Kartosuwiryo, Tan Malaka dll.

Merekalah yang dikenal dengan 'founding father'. Gurunya para pendiri Indonesia adalah Tjokro. Tjokro membimbing murid-muridnya sesuai potensi masing-masing. Soekarno dengan gagasan yang Nasionalis, Kartosuwiryo dengan gagasan Negara Islam. Tan Malaka dengan gagasan Sosialis. Istilah kerennya ; satu guru, tiga murid, tiga ideologi.

Jika mereka saja dengan kapasitas sebagai pendiri bangsa mesti mencari guru untuk membimbing dirinya agar tahu dirinya, bagaimana dengan kita hari ini? Bangsa ini memerlukan guru bangsa yang memahami kebutuhan warganya. Soekarno, Kartosuwiryo dan Tan Malaka bukan lahir dari proses yang instan, mereka mesti berdarah-darah untuk belajar dan berproses. Kita sebagai generasi setelah itu bagaimana?

Tjokro dalam metodenya membimbing murid-muridnya, mengajarkan tentang kecintaan kepada tanah air dan bangsa. Tjokro mengajarkan tentang diri dan kebutuhan diri, sehinggga murid-muridnya bisa mengenali kekurangan dan kelemahan diri. Tjokro memahami bahwa untuk melawan penjajah tidak saja membutuhkan kecintaan, tapi bagaimana setiap calon pemimpin saat itu mulai bisa mengenali diri masing-masing sambil menggembleng potensi diri muridnya.

Dari tangan Tjokro lahir sederet pemimpin bangsa yang kaliber. Walaupun dalam perjalanannya, masing-masing dari mereka berbeda haluan perjuangan, tapi tetap dalam semangat kecintaan kepada tanah air dan bangsa seperti yang diajarkan Tjokro.

Minggu ini, sejarah kehidupan Tjokroaminoto bisa kita saksikan di layar lebar. Tjokro adalah bagian dari perjalanan panjang bangsa ini. Tjokro telah menuliskan dengan tinta emas bahwa pemimpin mesti mencari guru, berproses, menempa diri dengan belajar hingga akhir hayat hingga bisa tahu diri dan cinta tanah air dan bangsa.

Memahami Tjokro adalah bagian dari memahami Indonesia hari ini. Selamat menonton Tjokro, selamat memahami Indonesia, semoga kita semakin tahu diri.

(Penulis adalah dosen Jurusan Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Gorontalo/UNG)

Pewarta: # Funco Tanipu #

Editor : Hence Paat


COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2015