Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebutkan dampak dari pandemi COVID-19 telah memukul industri pertambangan termasuk minyak dan gas bumi (migas).
"Sektor pertambangan termasuk migas, terpukul sangat parah oleh pandemi COVID-19 ini. Permintaan menurun sangat signifikan secara global. Soal harga minyak, kami juga melihat volatilitas yang dramatis selama pandemi COVID-19," katanya dalam gelaran 2020 International Convention on Indonesian Upstream Oil and Gas (IOG 2020) secara virtual di Jakarta, Rabu.
Oleh karena itu, Sri Mulyani mengatakan sektor migas di Indonesia memerlukan perhatian besar.
Ia mengakui saat menjabat sebagai Menteri Keuangan pada 10-15 tahun lalu, pembahasan penurunan produksi migas pun sudah terjadi.
"Ada beberapa hal yang benar-benar perlu kami tangani agar dapat meningkatkan tingkat produksi atau lifting, baik di bidang minyak maupun gas. Pertama, tentunya harus ada kebijakan yang tepat terkait bagaimana kita akan mendorong eksplorasi karena mengandalkan produksi yang ada, semuanya telah menurun karena usia alaminya," ujarnya.
Sri Mulyani mengatakan untuk produksi yang sudah ada, pemerintah benar-benar harus memastikan akan ada efisiensi, mengingat perubahan yang tidak tetap dari harga minyak dan gas.
Di saat yang sama, ia juga mendorong SKK Migas serta industri untuk terus melakukan eksplorasi.
"Memang tidak mudah, apalagi dengan proyeksi harga minyak yang juga belum pulih dengan cepat. Tapi eksplorasi ini bisa dilakukan dengan teknologi serta dukungan pemerintah," imbuhnya.
Dari sisi fiskal, pemerintah juga memberikan dukungan untuk bisa terus menggali sekaligus meningkatkan lifting dan produksi migas di Indonesia.
Dukungan tersebut antara lain dengan disahkannya UU Cipta Kerja, serta menggunakan semua instrumen agar dapat mendukung setiap industri secara signifikan.
Khusus untuk sektor migas, Kementerian ESDM telah meluncurkan dua opsi bagi kontraktor migas untuk menggunakan skema biaya operasi yang dikembalikan (cost recovery) atau bagi hasil kotor (gross split).
"Ini adalah pilihan yang bisa diberikan dan nantinya akan tergantung dari industri itu sendiri untuk memilih mana yang lebih cocok untuk Anda," katanya.
Selain itu, pemerintah juga menggunakan perangkat fiskal agar dapat mendukung seluruh siklus bisnis industri migas, mulai dari eksplorasi hingga produksi.
Insentif yang diberikan dari sisi fiskal yaitu termasuk pengurangan pajak penghasilan yang akan diturunkan dari 25 persen menjadi 22 persen atau 20 persen dalam dua tahun ke depan.
Pemerintah juga memberikan dukungan pembebasan bea masuk bandara dan berbagai fasilitas lainnya di kawasan ekonomi khusus.
Selain upaya tersebut, ada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 140 Tahun 2020 yang fokus pada beberapa pengaturan utama mengenai penggunaan barang milik negara.
Pertama, kami telah menyelaraskan kewenangan dan tanggung jawab serta pembagian kembali (re-sharing) antara Kementerian Keuangan dan Kementerian ESDM serta instansi pelaksana dalam pengelolaan hulu migas milik pemerintah.
Pemerintah juga melakukan penyederhanaan birokrasi untuk mendukung optimalisasi hulu migas dengan memberikan peran yang lebih besar kepada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral kepada badan pelaksana.
"Ini semua adalah upaya yang terus kami upayakan agar kami dapat merumuskan kebijakan yang tepat untuk meningkatkan kemampuan Indonesia dalam menghasilkan lebih banyak minyak dan gas," katanya.
Sri Mulyani juga mengatakan industri migas memang tidak hanya menghadapi ketidakpastian berupa resesi global maupun politik, tetapi juga persaingan dengan sumber daya terbarukan lainnya. Ia pun meminta industri migas untuk bisa efisien.
"Indonesia masih terus mengalami penurunan produksi minyak dan gas, sementara di saat yang sama, permintaan dan kebutuhan energi akan terus meningkat. Permintaan akan meningkat ketika ekonomi Indonesia tumbuh lebih tinggi. Kami bertujuan untuk mencapai ekonomi negara berpenghasilan tinggi. Artinya, kebutuhan energi akan terus meningkat.
Dan, itulah mengapa memiliki produksi minyak dan gas serta sumber energi lainnya menjadi sangat penting untuk mendukung Indonesia dalam mencapai tujuan negara berpenghasilan tinggi," ujarnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2020
"Sektor pertambangan termasuk migas, terpukul sangat parah oleh pandemi COVID-19 ini. Permintaan menurun sangat signifikan secara global. Soal harga minyak, kami juga melihat volatilitas yang dramatis selama pandemi COVID-19," katanya dalam gelaran 2020 International Convention on Indonesian Upstream Oil and Gas (IOG 2020) secara virtual di Jakarta, Rabu.
Oleh karena itu, Sri Mulyani mengatakan sektor migas di Indonesia memerlukan perhatian besar.
Ia mengakui saat menjabat sebagai Menteri Keuangan pada 10-15 tahun lalu, pembahasan penurunan produksi migas pun sudah terjadi.
"Ada beberapa hal yang benar-benar perlu kami tangani agar dapat meningkatkan tingkat produksi atau lifting, baik di bidang minyak maupun gas. Pertama, tentunya harus ada kebijakan yang tepat terkait bagaimana kita akan mendorong eksplorasi karena mengandalkan produksi yang ada, semuanya telah menurun karena usia alaminya," ujarnya.
Sri Mulyani mengatakan untuk produksi yang sudah ada, pemerintah benar-benar harus memastikan akan ada efisiensi, mengingat perubahan yang tidak tetap dari harga minyak dan gas.
Di saat yang sama, ia juga mendorong SKK Migas serta industri untuk terus melakukan eksplorasi.
"Memang tidak mudah, apalagi dengan proyeksi harga minyak yang juga belum pulih dengan cepat. Tapi eksplorasi ini bisa dilakukan dengan teknologi serta dukungan pemerintah," imbuhnya.
Dari sisi fiskal, pemerintah juga memberikan dukungan untuk bisa terus menggali sekaligus meningkatkan lifting dan produksi migas di Indonesia.
Dukungan tersebut antara lain dengan disahkannya UU Cipta Kerja, serta menggunakan semua instrumen agar dapat mendukung setiap industri secara signifikan.
Khusus untuk sektor migas, Kementerian ESDM telah meluncurkan dua opsi bagi kontraktor migas untuk menggunakan skema biaya operasi yang dikembalikan (cost recovery) atau bagi hasil kotor (gross split).
"Ini adalah pilihan yang bisa diberikan dan nantinya akan tergantung dari industri itu sendiri untuk memilih mana yang lebih cocok untuk Anda," katanya.
Selain itu, pemerintah juga menggunakan perangkat fiskal agar dapat mendukung seluruh siklus bisnis industri migas, mulai dari eksplorasi hingga produksi.
Insentif yang diberikan dari sisi fiskal yaitu termasuk pengurangan pajak penghasilan yang akan diturunkan dari 25 persen menjadi 22 persen atau 20 persen dalam dua tahun ke depan.
Pemerintah juga memberikan dukungan pembebasan bea masuk bandara dan berbagai fasilitas lainnya di kawasan ekonomi khusus.
Selain upaya tersebut, ada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 140 Tahun 2020 yang fokus pada beberapa pengaturan utama mengenai penggunaan barang milik negara.
Pertama, kami telah menyelaraskan kewenangan dan tanggung jawab serta pembagian kembali (re-sharing) antara Kementerian Keuangan dan Kementerian ESDM serta instansi pelaksana dalam pengelolaan hulu migas milik pemerintah.
Pemerintah juga melakukan penyederhanaan birokrasi untuk mendukung optimalisasi hulu migas dengan memberikan peran yang lebih besar kepada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral kepada badan pelaksana.
"Ini semua adalah upaya yang terus kami upayakan agar kami dapat merumuskan kebijakan yang tepat untuk meningkatkan kemampuan Indonesia dalam menghasilkan lebih banyak minyak dan gas," katanya.
Sri Mulyani juga mengatakan industri migas memang tidak hanya menghadapi ketidakpastian berupa resesi global maupun politik, tetapi juga persaingan dengan sumber daya terbarukan lainnya. Ia pun meminta industri migas untuk bisa efisien.
"Indonesia masih terus mengalami penurunan produksi minyak dan gas, sementara di saat yang sama, permintaan dan kebutuhan energi akan terus meningkat. Permintaan akan meningkat ketika ekonomi Indonesia tumbuh lebih tinggi. Kami bertujuan untuk mencapai ekonomi negara berpenghasilan tinggi. Artinya, kebutuhan energi akan terus meningkat.
Dan, itulah mengapa memiliki produksi minyak dan gas serta sumber energi lainnya menjadi sangat penting untuk mendukung Indonesia dalam mencapai tujuan negara berpenghasilan tinggi," ujarnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2020