Mantan Ketua MK sekaligus Ahli Hukum Hamdan Zoelva mengataka Bawaslu berhak mendiskualifikasi pasangan calon yang terbukti melakukan pelanggaran terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) di Pemilihan kepala daerah serentak 2020.
"Kasus pelanggaran TSM adalah kewenangan Bawaslu untuk dapat memutuskan. Jika terbukti ada pelanggaran TSM yang dilakukan oleh salah satu paslon, maka Bawaslu berhak untuk mendiskualifikasi paslon tersebut," kata Hamdan Zoelva di Jakarta, Selasa (26/1).
Hamdan mengatakan hal tersebut salah satunya untuk pilkada Bandar Lampung. Ia melihat sengketa pilkada Bandar Lampung sangat sederhana dan tak perlu berlarut, pasalnya, keputusan KPU dan Bawaslu sudah jelas dan berkekuatan hukum tetap.
Pelanggaran secara TSM dengan mengarahkan dan menyalahgunakan dana bantuan COVID-19, menjadi salah satu catatan merah kecurangan yang dilakukan oleh pasangan calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Bandar Lampung nomor urut 03 Eva Dwiana-Deddy Amarullah di Pilkada 2020.
Putusan Bawaslu Provinsi Lampung nomor 02/Reg/L/TSM-PW/08.00/XII/2020 dan keputusan KPU nomor 007/HK.03.1-KPT/1871/KPU-Kot/I/2021 mengenai sanksi pembatalan (diskualifikasi) kepada Eva Dwiana-Deddy Amrullah sudah berkekuatan hukum tetap karena menyalahgunakan dana bantuan sosial COVID-19 untuk kepentingan kampanye.
Pelanggaran itu karena mengarahkan dan menyalahgunakan dana bantuan COVID-19 untuk memenangkan Eva Dwiana-Deddy Amrullah.
Salah satunya adalah pembagian Bansos COVID-19 berupa beras 5 Kg didanai APBD Kota Bandar Lampung kepada seluruh warga masyarakat secara merata dengan ditumpangi atas nama Wali Kota Herman HN dan menyampaikan pesan-pesan khusus untuk memilih pasangan calon nomor Urut 03.
Dalam persidangan beberapa waktu lalu Hamdan Zoelva telah menjelaskan aturan telah menegaskan peserta pilkada, anggota partai politik, tim kampanye, dan relawan, atau pihak lain dilarang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum.
Yakni, menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada warga negara Indonesia baik secara langsung ataupun tidak langsung.
Hal ini dapat dilihat dari dua perspektif yakni yang pertama bahwa subjek yang melakukan pelanggaran dan kedua, jika dilihat dari persoalan keadilan dan kesetaraan, tidak boleh siapa pun diuntungkan oleh pelanggaran atau penyimpangan yang dilakukan orang lain.
Pelanggaran yang dilakukan petahana dalam mendukung salah satu pihak masuk kategori pihak lain yang masuk dalam sanksi pembatalan pemilu.
Dengan keputusan KPU dan Bawaslu yang memiliki ketetapan hukum, maka paslon nomor urut 02 Yusuf Kohar dan Tulus Purnomo Wibowo dinilai dapat ditetapkan sebagai pemenang karena memperoleh suara terbanyak kedua.
Sementara, untuk kasus pelanggaran TSM yang dilakukan Eva-Deddy masih berlanjut karena mereka melakukan upaya banding ke Mahkamah Agung (MA). Banyak pihak berharap agar putusan hakim di MA nanti haruslah adil dan hendaknya didasarkan pada fakta dan bukti-bukti persidangan.
Koordinator Kuasa Hukum paslon 02 (Yusuf Kohar-Tulus Purnomo) Ahmad Handoko optimis MA akan menolak permohonan paslon 03.
"Putusan pada sidang Bawaslu untuk mendiskualifikasi paslon 03 sudah tepat dan sesuai undang-undang. Kami yakin MA menolak permohonan dari pemohon dan harapannya MA bisa memutuskan perkara ini secara objektif serta sesuai undang-undang,” ujar Handoko.
Kemudian kata dia, KPU sebagai lembaga yang berwenang diharap bisa menetapkan Yusuf Kohar-Tulus Purnomo sebagai peraih suara terbanyak kedua untuk menjadi pemenang Pilkada karena paslon 03 sudah didiskualifikasi dari proses pemilihan.
COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2021