Gorontalo,  (ANTARA GORONTALO) - Jika banyak warga yang menggunakan lampu berbahan bakar minyak tanah dan lampu bersumber dari energi listrik, maka sebagian warga Gorontalo kini justru menggunakan minyak kelapa dalam tradisi tumbilotohe di daerah tersebut.

Tumbilotohe atau pasang lampu adalah tradisi pada tiga malam di penghujung Ramadhan dengan menyalakan lampu-lampu tradisional di sepanjang tepi jalan dan halaman rumah.

Seorang warga di Kabupaten Bone Bolango, Titien Fatmawaty memilih menggunakan empat sendok minyak kelapa yang dicampur dengan air dalam satu gelas untuk menyalakan satu mata lampu.

Selain murah, menurutnya, menggunakan minyak kelapa untuk penerangan tumbilotohe tidak menghasilkan polusi.

"Biasanya kalau pakai minyak tanah, lubang hidung kita akan hitam terpapar asapnya. Tapi minyak kelapa jadi solusi, murah dan ramah lingkungan," katanya, Senin.

Ia menjelaskan, untuk 24 mata lampu hanya membutuhkan kurang dari setengah kilogram minyak kelapa, dimana harga per kilogram hanya Rp12.000.

Sedangkan bila menggunakan minyak tanah dengan harga Rp15 ribu per liter, dibutuhkan sekitar tiga liter untuk menyalakan lampu sebanyak itu.

Sumbu yang digunakan untuk lampu tersebut diperolehnya dari pedagang di tepi jalan, yang menjajakan sumbu khusus untuk lampu minyak kelapa.

Upaya mengkampanyekan tumbilotohe yang ramah lingkungan juga dilakukan oleh Forum Komunitas Hijau Kota Gorontalo, dengan menggelar lomba desain lampu ramah lingkungan dalam "Green Tumbilotohe".

"Zaman dulu orang menggunakan getah damar maupun minyak kelapa untuk tradisi ini. Kami ingin mengangkat kembali cara tradisional tumbilotohe yang ramah lingkungan tersebut dengan desain yang menarik," kata Rahman Dako dari Forum Komunitas Hijau.

Untuk merawat tradisi tersebut, setiap pemerintah kabupaten dan kota menggelar Festival Tumbilotohe yang dibuka pada 13 Juli 2015.

Pewarta: Debby Hariyanti Mano

Editor : Hence Paat


COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2015