Aktivis perkumpulan Jaringan Advokasi Pengelolaan Sumber Daya Alam (Japesda) Gorontalo, Ahmad Bahsoan, mengatakan, normalisasi sungai belum menjadi solusi mencegah banjir di Kabupaten Gorontalo Utara, melainkan revitalisasi hutan sangat penting.

"Normalisasi perlu dilakukan namun bukan menjadi solusi awal terhadap upaya pengendalian banjir di kabupaten tersebut," kata dia, di Gorontalo, Sabtu. 

Hasil pengamatan pihaknya, normalisasi sungai diantaranya di daerah aliran sungai (DAS) Tapa yang melewati sungai Bubode dan Milango, Kecamatan Tomilito, diyakini akan bernasib sama dengan DAS Bone.

Setiap tahun apalagi saat intensitas hujan tinggi, warga Kota Gorontalo akan menerima dampak banjir dari hulu Kabupaten Bone Bolango.

Itu terjadi karena daerah hulu DAS Bone telah mengalami perubahan fisik pada daerah tangkapan air 'catchment area'. 

Akibat aktivitas diatas DAS Bone Bolango, yang berdampak pada kerusakan hutan sebagai daerah tangkapan air, juga berdampak pada kerusakan DAS. 

Kegiatan seperti penebangan pohon tanpa izin, pertambangan, termasuk izin usaha pengelolaan hutan, pertanian oleh masyarakat di wilayah kemiringan dan aktivitas lainnya.

Fakta ini bisa dilihat pada saat banjir besar yang merusak infrastruktur wisata pemandian Lombongo, jembatan dan permukiman warga.

Bahkan saat itu, terlihat ribuan kayu gelondongan terbawa arus banjir hingga hanyut ke wilayah Paguyaman Pantai.

Kondisi kerusakan yang hampir sama terjadi di Gorontalo Utara. 

Maka yang perlu dilakukan pemerintah kabupaten (pemkab) saat ini, adalah meninjau beberapa izin pengelolaan hutan yang tidak ramah lingkungan, termasuk aktivitas perladangan masyarakat yang berpindah-pindah.

Juga kegiatan pertambangan yang sangat berdampak terhadap kerusakan hutan sebagai daerah tangkapan air dan DAS. 

Di wilayah Tomilito, khususnya Desa Milango, Leyao dan Bubode, banjir pada Jumat (26/3/2021) merupakan banjir ketujuh di awal tahun 2021 dan tergolong paling parah.

Sebab ketinggian banjir mencapai 1,5 meter bahkan wilayah terdampak semakin meluas. Banjir tidak hanya berarus deras, juga membawa material lumpur tebal.

Dampak yang ditimbulkan sangat jelas, kerusakan permukiman, fasilitas pemerintah dan dampak ekonomi yang sangat menguras energi warga.

Apakah mungkin infrastruktur permukiman dan peningkatan populasi penduduk menjadi penyebab banjir ?

Ataukah kita perlu dan sangat penting meninjau kembali kebijakan izin-izin pengelolaan hutan oleh pemerintah.

"Mengapa tidak ? Sebab banjir berkali-kali menerjang Kecamatan Monano, Kwandang dan Tomilito," kata dia. 

Semuanya berhubungan dengan DAS yang diatasnya terdapat izin operasional pengelolaan hutan, ada aktivitas pertanian dan tambang, dan kegiatan ilegal loging yang tidak hanya dapat dilihat sebelah mata saja. 

Maka anggaran yang disodorkan pemkab ke pemerintah pusat senilai Rp42 miliar untuk kegiatan normalisasi sungai, belum tepat bahkan cenderung akan menghambur-hamburkan uang rakyat jika tidak diawali dengan kegiatan revitalisasi hutan.

Pihaknya berharap kata dia, sebelum kegiatan normalisasi DAS, agar dilakukan investigasi dan peninjauan kembali seluruh aktivitas di hulu kabupaten Gorontalo Utara.

Baik aktivitas masyarakat,  dan izin-izin pengelolaan hutan. 

Pemerintah daerah dan DPRD harus tegas mencabut kebijakan-kebijakan daerah dan pusat yang mengakibatkan kerusakan hutan dan DAS di kabupaten ini.

Setelah itu, barulah langkah normalisasi sungai dilakukan.

Kalau tidak, maka normalisasi DAS hanya seperti menambal jalan saja.*
Banjir merendam sejumlah wilayah di Kabupaten Gorontalo Utara, diantaranya di Desa Milango, Kecamatan Tomilito pada Jumat (26/3/2021). (ANTARA/HO)

Pewarta: Susanti Sako

Editor : Hence Paat


COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2021