Penjabat Gubernur Gorontalo Ismail Pakaya menginginkan angka stunting pada bayi di bawah lima tahun di daerah itu dapat turun signifikan.

"Angka penderita stunting di Provinsi Gorontalo tahun 2022 berdasarkan data Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) mencapai 23,8 persen. Jumlah itu masih jauh dari target nasional," kata Gubernur di Gorontalo, Rabu.

Menyadari kondisi tersebut, ia menggelar rapat koordinasi lintas organisasi perangkat daerah (OPD) di aula Rumah Dinas Gubernur.

Menurutnya, waktu 107 hari masa jabatannya sebagai penjabat gubernur, sudah memiliki jurus jitu untuk menekan tengkes serendah mungkin, yakni jurus pertama dan utama menyangkut data penderita gizi kurang di Gorontalo.

Ia menilai survei SSGI yang menempatkan Gorontalo di angka 23,8 persen harus memiliki basis data yang memadai. Baik jumlah penderita lengkap dengan nama dan alamatnya.

Data ini perlu dikantongi Pemprov maupun pemerintah kabupaten/kota agar mudah mengintervensi secara faktual, katanya.

Karena itu, sejak dua bulan terakhir ia meminta Dinas Kesehatan bekerja sama dengan puskesmas untuk memutakhirkan data Elektronik Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat (e-PPGBM).

Data ini lebih akurat karena menyertakan nama dan alamat berdasarkan hasil pemeriksaan dan timbang badan di tiap Puskesmas. Hasilnya hingga akhir Agustus 2023 didapati ada 4.545 anak penderita stunting di Gorontalo, ujarnya.

Karena itu, Kepala Bapppeda, Kepala Dinas Kesehatan, Dinas Pangan, Dinas Sosial, wajib duduk bersama membahas data 4.545 orang ini.

"Siapa namanya, di mana alamatnya. Kita bekerja keroyokan keluarkan mereka dari stunting. Saya ingin rapat dengan kabupaten/kota setelah persoalan data kita jelas. Agar kita tahu mau pakai data apa," katanya.

Ia juga menginginkan hingga akhir Desember 2023 semua OPD fokus pada data stunting 4.545 orang versi e-PPBGM. Sebab diyakini jika jumlah ini berhasil ditekan maka secara otomatis survei SSGI tahun 2024 bisa lebih baik dari tahun ini (yang masih dalam tahap survei hingga akhir Oktober 2023).

"Jurus jitu kedua, yakni mengintegrasikan semua program kerja OPD di pertengahan tahun ini untuk mengintervensi 4.545 penderita tengkes dan keluarganya. Seluruh OPD terkait harus mengintegrasikan nama dan alamat penderita tengkes dengan keluarganya yang masuk dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS)," katanya.

DTKS dan data Pensasaran Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrim (P3KE) menjadi penting karena jadi acuan OPD untuk mengintervensi program.

"OPD harus mencari tahu penderita tengkes tersebut apakah keluarganya masuk di DTKS atau tidak.  Yang masuk di DTKS silakan diintervensi bantuan, yang tidak masuk DTKS tapi anaknya stunting akan diintervensi oleh PKK, Baznas dan lain lain supaya tidak saling tabrakan bantuannya,” kata Ismail.

Jumlah 4.545 orang harus dibagi habis antara pemprov dengan pemkab/pemkot. Setiap pemda menjadi semacam pengasuh bayi stunting lengkap dengan laporan jumlahnya dan progres timbang badan setiap bulan, katanya

Staf Ahli Menaker RI Bidang Sosial, Politik dan Kebijakan Publik itu menyebut, dari rapat tersebut ada sejumlah program kegiatan yang bisa diarahkan untuk menekan angka stunting, selain tentunya program Dinas Kesehatan sebagai OPD teknis utama yang menanganinya.

Pewarta: Susanti Sako

Editor : Debby H. Mano


COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2023