Puluhan ketenwartawan yang tergabung dalam Forum Bersama Jurnalis Sulawesi Tenggara menggelar demonstrasi di Kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Sultra, Senin, untuk menolak revisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran.
Koordinator lapangan yang juga Koordinator Divisi Advokasi Ikatan Jurnalis Indonesia (AJI) Kendari La Ode Kasman saat ditemui di sela demo mengatakan bahwa saat ini rencana revisi UU Penyiaran telah memasuki tahap penyelesaian. Namun, proses penyusunan draf revisi UU Penyiaran itu terkesan tidak cermat dan berpotensi mengancam kemerdekaan pers.
"Pertama, Pasal 50 B ayat 2 huruf C yang melarang penayangan eksklusif karya jurnalistik investigasi. Kedua, Pasal 50 B ayat 2 huruf K soal penayangan isi siaran dan konten siaran yang mengandung berita bohong, fitnah, penghinaan, dan pencemaran nama baik," kata Kasman.
Dia menjelaskan bahwa pasal-pasal tersebut sangatlah multitafsir, terlebih yang menyangkut penghinaan dan pencemaran nama baik.
Menurut dia, pasal tersebut membingungkan dan berpotensi menjadi alat kekuasaan untuk membungkam dan melakukan kriminalisasi jurnalis atau pers.
Kasman menyampaikan bahwa pasal lainnya yang dianggap keliru adalah Pasal 8A huruf q dan Pasal 42 ayat 2 yang menyebutkan penyelesaian sengketa terkait dengan kegiatan jurnalistik penyiaran dilakukan oleh Komisi Penyiaran Indonesia atau KPI sesuai dengantuan perundang-undangan.
"Pasal-pasal ini harus dikaji ulang karena sangat bersinggungan dengan UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, yang mengamanatkan penyelesaian sengketa jurnalistik di Dewan Pers," jelasnya.
Untuk itu, Kasman menegaskan bahwa Forum Bersama Jurnalis Sultra meminta kepada DPRD Sultra untuk bersama-sama menolak serta meminta sejumlah pasal dalam draf revisi UU Penyiaran yang berpotensi mengancam kemerdekaan pers dicabut.
Forum Bersama Jurnalis Sultra meminta DPR mengkaji kembali draf revisi UU Penyiaran dengan melibatkan semua pihak, termasuk organisasi jurnalis dan publik.
"Kami juga meminta kepada semua pihak untuk mengawal revisi UU Penyiaran agar tidak menjadi alat untuk membungkam kemerdekaan pers, serta kreativitas individu di berbagai platform," tegas Kasman.
Sementara itu, Komisi I DPRD Sultra Syahrul Said menyampaikan bahwa pihaknya akan merapatkan bersama-sama di DPRD Sultra terkait draf revisi UU Penyiaran itu.
"Kami akan rapatkan internal dulu, nanti kami sampaikan kembali untuk hasil rapatnya," ucapnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2024
Koordinator lapangan yang juga Koordinator Divisi Advokasi Ikatan Jurnalis Indonesia (AJI) Kendari La Ode Kasman saat ditemui di sela demo mengatakan bahwa saat ini rencana revisi UU Penyiaran telah memasuki tahap penyelesaian. Namun, proses penyusunan draf revisi UU Penyiaran itu terkesan tidak cermat dan berpotensi mengancam kemerdekaan pers.
"Pertama, Pasal 50 B ayat 2 huruf C yang melarang penayangan eksklusif karya jurnalistik investigasi. Kedua, Pasal 50 B ayat 2 huruf K soal penayangan isi siaran dan konten siaran yang mengandung berita bohong, fitnah, penghinaan, dan pencemaran nama baik," kata Kasman.
Dia menjelaskan bahwa pasal-pasal tersebut sangatlah multitafsir, terlebih yang menyangkut penghinaan dan pencemaran nama baik.
Menurut dia, pasal tersebut membingungkan dan berpotensi menjadi alat kekuasaan untuk membungkam dan melakukan kriminalisasi jurnalis atau pers.
Kasman menyampaikan bahwa pasal lainnya yang dianggap keliru adalah Pasal 8A huruf q dan Pasal 42 ayat 2 yang menyebutkan penyelesaian sengketa terkait dengan kegiatan jurnalistik penyiaran dilakukan oleh Komisi Penyiaran Indonesia atau KPI sesuai dengantuan perundang-undangan.
"Pasal-pasal ini harus dikaji ulang karena sangat bersinggungan dengan UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, yang mengamanatkan penyelesaian sengketa jurnalistik di Dewan Pers," jelasnya.
Untuk itu, Kasman menegaskan bahwa Forum Bersama Jurnalis Sultra meminta kepada DPRD Sultra untuk bersama-sama menolak serta meminta sejumlah pasal dalam draf revisi UU Penyiaran yang berpotensi mengancam kemerdekaan pers dicabut.
Forum Bersama Jurnalis Sultra meminta DPR mengkaji kembali draf revisi UU Penyiaran dengan melibatkan semua pihak, termasuk organisasi jurnalis dan publik.
"Kami juga meminta kepada semua pihak untuk mengawal revisi UU Penyiaran agar tidak menjadi alat untuk membungkam kemerdekaan pers, serta kreativitas individu di berbagai platform," tegas Kasman.
Sementara itu, Komisi I DPRD Sultra Syahrul Said menyampaikan bahwa pihaknya akan merapatkan bersama-sama di DPRD Sultra terkait draf revisi UU Penyiaran itu.
"Kami akan rapatkan internal dulu, nanti kami sampaikan kembali untuk hasil rapatnya," ucapnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2024