Jakarta (ANTARA GORONTALO) - Mantan Ketua Umum DPP Partai Demokrat, Anas Urbaningrum, akan menjalani pemeriksaan maraton di KPK dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan paket KTP elektronik periode 2011-2012.


"Saksi Anas masih dalam proses pemeriksaan, tadi datang pukul 15.00 WIB dan telah dititpkan di Rumah Tahanan Guntur untuk tahap awal selama 4 hari pertama, penyidik punya target dan harus intensif dalam pemeriksaan ini," kata kata Juru Bicara KPK, Febri Diansyah, di Gedung KPK, Jakarta, Selasa.


Anas saat ini adalah terpidana kasus tindak pidana korupsi berupa penerimaan hadiah dari sejumlah proyek-proyek pemerintah dan tindak pidana pencucian uang. Ia sedang menjalani masa pidana selama 14 tahun penjara Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin, Bandung.


"Bukan akan diperiksa dalam empat hari tapi untuk kebutuhan pemeriksaan dititipkan di rutan Guntur selama 4 hari, ia diperiksa sebagai mantan anggota DPR saat itu menjadi ketua fraksi (Partai Demokrat)," kata Diansyah. 


Anas maupun saksi lain yang hari ini diperiksa dalam kasus KTP elektronik, yaitu Ketua DPR, Setya Novanto, direktur PT Cahaya Wijaya Kusuma, Andi Agustinus alias Andi Narogong, wiraswasta industri rumahan jasa electroplatting Dedi Prijono dan wiraswastawan, Vidi Gunawan, diperiksa terkait pemahaman mereka dalam tahap pembahasan anggaran KTP elektronik hingga implementasi proyek itu.


"Saksi diperiksa dalam kapasitas melihat, mendengar mengetahui atapun terlibat langsung dalam rentang waktu proyek KTP elektronik berjalan, mulai tahap pembahasan anggaran atau persiapan-persiapan sampai tahap implementasi dan finalisasi proyek ini, termasuk rangkaian kronologis pemeriksaan tersebut," Diansyah katakan.


Mantan bendahara DPP Partai Demokrat, M Nazaruddin, melalui pengacaranya, Elza Syarif, pernah mengatakan bahwa proyek KTP elektronik dikendalikan Ketua Fraksi DPP Partai Golkar DPR, Setya Novanto, mantan Ketua Umum DPP Partai Demokrat, Anas Urbaningrum, yang dilaksanakan Nazaruddin, staf dari PT Adhi Karya, Adi Saptinus, Menteri Dalam Negeri, Gamawan Fauzi, sekretaris jenderal Kementerian Dalam Negeri dan pejabat pembuat komitmen.


Pihak-pihak yang tampak dalam dokumen Elza, yaitu Andi Narogong dan Nazaruddin dalam kotak berjudul "Pelaksana" dengan anak panah ke kotak berjudul "Boss Proyek e-KTP" yang berisi nama Novanto dan Anas Urbaningrum.


Kotak bagan "Boss Proyek e-KTP" itu lalu menunjukkan panah ke tiga kotak bagan. Kotak pertama berjudul "Ketua/Wakil Banggar yang Terlibat Menerima Dana" berisi nama (1) Mathias Mekeng senilai 500 ribu dolar AS, (2) Olly Dondo Kambe senilai 1 juta dolar AS, dan (3) Mirwan Amir senilai 500.000 dolar AS.


Kotak kedua berjudul "Ketua/Wakil Ketua Komisi II DPR RI yang "Terlibat Menerima Dana" berisi nama (1) Haeruman Harahap senilai 500 ribu dolar AS, (2) Ganjar Pranowo 500.000 dolar AS, dan (3) Arief Wibowo 500 ribu dolar AS.


Terakhir, kotak ketiga tanpa judul berisi nama (1) Mendagri (Gamawan/Anas), (2) Sekjen (Dian Anggraeni), (3) PPK (Sugiarto), dan (4) Ketua Panitia Lelang (Drajat Wisnu S).


Sudah ada dua tersangka dalam kasus ini yaitu mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kemendagri Irman dan mantan Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Ditjen Dukcapil Kemendagri sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen Sugiharto.


Irman dan Sugiharto dijerat dengan Pasal 2 Ayat 1 atau Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 jo Pasal 64 Ayat 1 KUHP.


Irman diduga melakukan penggelembungan harga dalam perkara ini dengan kewenangan yang ia miliki sebagai Kuasa Pembuat Anggaran (KPA).


Berdasarkan perhitungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), kerugian negara akibat kasus korupsi KTP elektronik itu adalah Rp2,3 triliun karena penggelembungan harga dari total nilai anggaran sebesar Rp6 triliun. 



Jakarta (ANTARA News) - Mantan Ketua Umum DPP Partai Demokrat, Anas Urbaningrum, akan menjalani pemeriksaan maraton di KPK dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan paket KTP elektronik periode 2011-2012.


"Saksi Anas masih dalam proses pemeriksaan, tadi datang pukul 15.00 WIB dan telah dititpkan di Rumah Tahanan Guntur untuk tahap awal selama 4 hari pertama, penyidik punya target dan harus intensif dalam pemeriksaan ini," kata kata Juru Bicara KPK, Febri Diansyah, di Gedung KPK, Jakarta, Selasa.


Anas saat ini adalah terpidana kasus tindak pidana korupsi berupa penerimaan hadiah dari sejumlah proyek-proyek pemerintah dan tindak pidana pencucian uang. Ia sedang menjalani masa pidana selama 14 tahun penjara Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin, Bandung.


"Bukan akan diperiksa dalam empat hari tapi untuk kebutuhan pemeriksaan dititipkan di rutan Guntur selama 4 hari, ia diperiksa sebagai mantan anggota DPR saat itu menjadi ketua fraksi (Partai Demokrat)," kata Diansyah. 


Anas maupun saksi lain yang hari ini diperiksa dalam kasus KTP elektronik, yaitu Ketua DPR, Setya Novanto, direktur PT Cahaya Wijaya Kusuma, Andi Agustinus alias Andi Narogong, wiraswasta industri rumahan jasa electroplatting Dedi Prijono dan wiraswastawan, Vidi Gunawan, diperiksa terkait pemahaman mereka dalam tahap pembahasan anggaran KTP elektronik hingga implementasi proyek itu.


"Saksi diperiksa dalam kapasitas melihat, mendengar mengetahui atapun terlibat langsung dalam rentang waktu proyek KTP elektronik berjalan, mulai tahap pembahasan anggaran atau persiapan-persiapan sampai tahap implementasi dan finalisasi proyek ini, termasuk rangkaian kronologis pemeriksaan tersebut," Diansyah katakan.


Mantan bendahara DPP Partai Demokrat, M Nazaruddin, melalui pengacaranya, Elza Syarif, pernah mengatakan bahwa proyek KTP elektronik dikendalikan Ketua Fraksi DPP Partai Golkar DPR, Setya Novanto, mantan Ketua Umum DPP Partai Demokrat, Anas Urbaningrum, yang dilaksanakan Nazaruddin, staf dari PT Adhi Karya, Adi Saptinus, Menteri Dalam Negeri, Gamawan Fauzi, sekretaris jenderal Kementerian Dalam Negeri dan pejabat pembuat komitmen.


Pihak-pihak yang tampak dalam dokumen Elza, yaitu Andi Narogong dan Nazaruddin dalam kotak berjudul "Pelaksana" dengan anak panah ke kotak berjudul "Boss Proyek e-KTP" yang berisi nama Novanto dan Anas Urbaningrum.


Kotak bagan "Boss Proyek e-KTP" itu lalu menunjukkan panah ke tiga kotak bagan. Kotak pertama berjudul "Ketua/Wakil Banggar yang Terlibat Menerima Dana" berisi nama (1) Mathias Mekeng senilai 500 ribu dolar AS, (2) Olly Dondo Kambe senilai 1 juta dolar AS, dan (3) Mirwan Amir senilai 500.000 dolar AS.


Kotak kedua berjudul "Ketua/Wakil Ketua Komisi II DPR RI yang "Terlibat Menerima Dana" berisi nama (1) Haeruman Harahap senilai 500 ribu dolar AS, (2) Ganjar Pranowo 500.000 dolar AS, dan (3) Arief Wibowo 500 ribu dolar AS.


Terakhir, kotak ketiga tanpa judul berisi nama (1) Mendagri (Gamawan/Anas), (2) Sekjen (Dian Anggraeni), (3) PPK (Sugiarto), dan (4) Ketua Panitia Lelang (Drajat Wisnu S).


Sudah ada dua tersangka dalam kasus ini yaitu mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kemendagri Irman dan mantan Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Ditjen Dukcapil Kemendagri sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen Sugiharto.


Irman dan Sugiharto dijerat dengan Pasal 2 Ayat 1 atau Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 jo Pasal 64 Ayat 1 KUHP.


Irman diduga melakukan penggelembungan harga dalam perkara ini dengan kewenangan yang ia miliki sebagai Kuasa Pembuat Anggaran (KPA).


Berdasarkan perhitungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), kerugian negara akibat kasus korupsi KTP elektronik itu adalah Rp2,3 triliun karena penggelembungan harga dari total nilai anggaran

Pewarta:

Editor : Hence Paat


COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2017