Gorontalo, (ANTARA GORONTALO) - Dirjen Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Soni Sumarsono menegaskan pemerintah tidak ada rencana menonaktifkan Gubernur Gorontalo Rusli Habibie, karena posisinya sudah menjadi terpidana saat sebelum ditetapkan sebagai calon Gubernur tahun 2016 lalu.

Menurut Soni, terkait pasal 163 UU No 10 tahun 2016 berbeda kasusnya pada Rusli Habibie, karena ketika dia mencalonkan diri menjadi peserta posisi sudah terpidana, namun karena hukumannya hanya tindak pidana ringan (Tipiring) atau percobaan dan tidak termasuk dalam kategori yang harus diberhentikan, yaitu korupsi atau narkoba.

"Alangkah tidak adilnya ketika setelah lolos Pilkada dan dinyatakan menang kemudian dilantik lalu diberhentikan," kata Soni usai menyaksikan serah terima jabatan dari penjabat Gubernur Gorontalo Zudan Arif Fakrulloh ke Gubernur Gorontalo Rusli Habibie, Jumat.

Hukum adalah instrumen untuk menjamin keadilan, kalau kemudian yang bersangkutan diizinkan untuk berkompetisi dan menang, secara adil mereka harus bisa menjabat.

Terkait pasal 163, yang diberhentikan setelah dilantik, jika yang bersangkutan sudah menjadi pasangan calon dan telah ditetapkan, dan di dalam perjalanan tersangkut pidana, seperti kasus Ahok dan Bupati Rokan Hulu.

"Mereka ketika di tengah perjalanan tersangkut kasus dan terkena pidana, maka di Pilkada tidak diberhentikan, kemudian jika dia menang, setelah dilantik kemudian dinonaktifkan," jelasnya.

Dijelaskanya bahwa kasus Bupati Rokan Hulu kasusnya terjadi setelah dia ditetapkan, kalau Rusli itu berbeda, sehingga tidak boleh, karena itu kita sikapi dan secara bijaksana sudah mempertimbangkan matang-matang hingga akhirnya Rusli dilantik.

"Namun yang jelas secara politik Rusli-Idris didukung lebih dari separuh warga Gorontalo, artinya masyarakat bisa menerima kehadiran ke dua tokoh ini," tutupnya.

Pewarta: Farid

Editor : Hence Paat


COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2017