Gorontalo, (ANTARAGORONTALO) - Sejumlah warga Kecamatan Atinggola, Kabupaten Gorontalo Utara (Gorut), Provinsi Gorontalo, melakukan ritual "keramas" rambut untuk menyambut datangnya bulan suci Ramadan.
Bahan yang mereka gunakan untuk keramas rambut cukup sederhana, yaitu campuran kelapa parut, daun jeruk lemon, daun kunyit dan beberapa daun wangi lainnya.
"Semua bahan itu kemudian dicampur jadi satu di dalam batok kelapa. Setelah itu dipanaskan hingga mengeluarkan wangi dedaunan," kata Ade Sunge (56), warga Atinggola, Sabtu.
Ritual itu setiap tahun dilaksanakan oleh masyarakat Kecamatan Atinggola, seperti halnya Novi (20), selalu keramas di sungai bersama warga lainnya. Jika tak sempat di sungai, ia mengaku melaksanakannya di rumah.
Sejak usia dini, Novi mengaku sudah mengikuti kebudayaan itu. Ia diajari para orang tua di Atinggola, meski saat itu hanya sebatas ikut-ikutan.
"Saya memang belum mengerti makna dibalik ritual itu. Namun saya menikmati saat kami berkumpul di sungai untuk keramas bersama teman dan keluarga," katanya.
Sementara itu, Alfian (29) mengaku ritual itu sebagai simbol menyambut kesucian bulan Ramadan. Saat bulan suci itu datang, maka manusia juga harus mensucikan atau sekedar membersihkan diri.
Alfian mengibaratkan, ritual itu seperti menyambut seorang kekasih yang datang dari kejauhan, sehingga mesti disambut dengan kesucian dan tubuh yang berbau wangi.
"Masyarakat di sini menggunakan dua sungai untuk mandi. Kami menyebutnya "Bota ia Damba" dan "Bota ia Diti" dalam bahasa Atinggola, artinya sungai kecil dan sungai besar," tutupnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2017
Bahan yang mereka gunakan untuk keramas rambut cukup sederhana, yaitu campuran kelapa parut, daun jeruk lemon, daun kunyit dan beberapa daun wangi lainnya.
"Semua bahan itu kemudian dicampur jadi satu di dalam batok kelapa. Setelah itu dipanaskan hingga mengeluarkan wangi dedaunan," kata Ade Sunge (56), warga Atinggola, Sabtu.
Ritual itu setiap tahun dilaksanakan oleh masyarakat Kecamatan Atinggola, seperti halnya Novi (20), selalu keramas di sungai bersama warga lainnya. Jika tak sempat di sungai, ia mengaku melaksanakannya di rumah.
Sejak usia dini, Novi mengaku sudah mengikuti kebudayaan itu. Ia diajari para orang tua di Atinggola, meski saat itu hanya sebatas ikut-ikutan.
"Saya memang belum mengerti makna dibalik ritual itu. Namun saya menikmati saat kami berkumpul di sungai untuk keramas bersama teman dan keluarga," katanya.
Sementara itu, Alfian (29) mengaku ritual itu sebagai simbol menyambut kesucian bulan Ramadan. Saat bulan suci itu datang, maka manusia juga harus mensucikan atau sekedar membersihkan diri.
Alfian mengibaratkan, ritual itu seperti menyambut seorang kekasih yang datang dari kejauhan, sehingga mesti disambut dengan kesucian dan tubuh yang berbau wangi.
"Masyarakat di sini menggunakan dua sungai untuk mandi. Kami menyebutnya "Bota ia Damba" dan "Bota ia Diti" dalam bahasa Atinggola, artinya sungai kecil dan sungai besar," tutupnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2017