Gorontalo,(ANTARA GORONTALO ) - Berbagai langkah ditempuh oleh Pemerintah Kabupaten Gorontalo untuk melawan penyakit menular akut dan sangat mematikan yang disebabkan kuman Bacillus anthracis atau yang dikenal dengan nama antraks.

Tercatat sejak 2016 hingga 2017 lebih dari 25.000 ekor sapi yang divaksin guna cegah penyebaran antraks. Hal itu mengingat pada tahun 2016 dan 2017 terdapat sapi dan kerbau yang mati akibat antraks.

Selain itu, beberapa warga terkena antraks kulit karena mengonsumsi hewan yang terkena antraks.

Antraks menjadi momok yang menakutkan bagi Kabupaten Gorontalo karena pada era kepemimpinan Bupati Nelson Pomalingo dan Wakil Bupati Fadli Hasan akan menjadikan daerah tersebut sebagai lumbung ternak di Indonesia bagian timur.

Tidak main-main, sejak 1 tahun 10 bulan memimpin daerah itu Pemkab Gorontalo telah menambah populasi ternak sapi di daerah tersebut dari 81.556 ekor pada tahun 2016 menjadi 85.000 ekor pada tahun 2017.

Total sapi di Gorontalo sebanyak 153.000 ekor. Hal ini menandakan bahwa daerah itu menjadi salah satu penghasil sapi terbanyak di provinsi tersebut.

Langkah cepat vaksinasi pun langsung dilakukan oleh Dinas Peternakan pada ring satu yang menjadi lokasi inti ditemukannya sapi mati mendadak, yaitu di pesisir Danau Limboto.

Setelah melakukan penyisiran seluruh ternak dan mendata, ring dua pun dilakukan vaksinasi dengan harapan bahwa di sekitar titik endemi terjadi penyebab antraks dapat tertangani.

Vaksinasi pun dilakukan rutin setiap 6 bulan sekali selain pemberikan vitamin serta antibiotik bagi sapi dan hewan ternak lainnya yang beresiko terkena antraks.

Setelah sempat menemui kesulitan dalam mengumpulkan hewan ternak warga, petugas kesehatan hewan dapat sedikit berhati lega karena masyarakat di daerah inti terjadinya kematian sapi telah mulai sadar, bahkan mereka meminta petugas memvaksinasi hewan ternaknya.

Vaksinasi Terarah

Nelson Pomalingo mengungkapkan bahwa salah satu cara untuk menangkal antraks agar tidak menjadi bumerang bagi kebangkitan sektor peternakan, yaitu dengan memvaksinasi yang terarah dan terukur terhadap hewan ternak di daerah itu.

"Agar langkah ini berjalan efektif, kami akan membangun pusat kesehatan hewan di Kecamatan Boliyohuto dan Batudaa pada tahun 2018. Puskeswan ini akan melayani ternak warga serta ada juga puskeswan keliling," katanya.

Selain itu, kekurangan dokter hewan juga masih menjadi salah satu tugas rumah yang harus bisa diselesaikan.

Ia mengatakan bahwa dokter hewan di daerah setempat masih terbatas, atau hanya memiliki tiga dokter hewan. Oleh karena itu, pada tahun depan akan ditambah dua dokter lagi.

Langkah yang dilakukan oleh pemerintah setempat menurut Nelson harus dibarengi dengan peran masyarakat. Pasalnya, jika masyarakat belum sadar akan pentingnya menjaga kesehatan hewan dan tidak menyembelih hewan sakit, Kabupaten Gorontalo yang telah menjadi daerah endemis antraks akan tetap bertemu dengan penyakit yang bersifat zoonosis atau dapat ditularkan dari hewan kepada manusia itu.

Pada tahun 2017 tercatat lima sapi yang positif terkena antraks setelah dilakukan uji laboratorium.

Balai Besar Veteriner (BBVET) Maros pun pada tanggal 30 Agustus 2017 mengambil sampel darah dan organ dalam bangkai sapi dan juga tanah di Kecamatan Limboto terkait sejumlah sapi yang mati mendadak.

Pengambilan sampel itu sendiri bertujuan mengidentifikasi faktor risiko, mendiagnosis, dan memberikan saran bagaimana penanggulangan wabah atau kasus kematian sapi hingga pengamanan lokasi sapi yang mati mendadak tanpa ada gejala klinis.

Sapi yang ditemukan mati mendadak dan dipotong paksa oleh pemilik langsung dimusnahkan oleh petugas BBVET Maros dengan cara dibakar dalam lubang serta menyiramkan disinfektan yang diharapkan dapat menanggulangi penyebaran bakteri antraks agar tidak muncul kembali dan menyebar.

Sektor peternakan yang menjadi program unggulan dalam peningkatan ekonomi kerakyatan Kabupaten Gorontalo dengan meningkatkan jumlah populasi ternak. Inseminasi buatan pun dipilih dengan menargetkan 14.000 ekor sapi.

Jumlah tersebut pun hampir tercapai karena Dinas Peternakan setempat mampu melakukannya pada 10.000 ekor sapi. Adapun target sapi yang akan bunting sebanyak 70 persen dari total sapi yang telah menjalani inseminasi buatan.

Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten Gorontalo Femy Wati Umar mengatakan bahwa daerah yang menjadi kawasan potensi ternak, yaitu Kecamatan Boliyohuto dan Batudaa bersih dari antraks.

"Kami telah melakukan penanganan dan antisipasi agar wabah antraks ini tidak menyebar ke daerah lain dari lokasi pertama ditemukan sapi mati mendadak. Ketika kami berjuang menambah populasi, antraks masih ada. Maka, tugas akan menjadi berat," katanya.

Untuk mengantisipasi itu, kata Femy, lalu lintas sapi kini diawasi dengan ketat.

Jika ternak akan masuk ke Kabupaten Gorontalo, harus melalui proses permohonan. Apabila dinyatakan sehat, baru disetujui dan bisa masuk ke wilayah ini.

"Kami tidak ingin menambah populasi sapi, tetapi antraks juga ikut di dalamnya," katanya.

Pengadaan sapi yang terus diberikan oleh Pemkab Gorontalo melalui APBN. Selain itu, juga penggunaan dana desa dan pengadaan lainnya harus menyertakan surat keterangan ternak.

Hal serupa dilakukan pada sapi asal daerah itu yang akan dikirim ke luar daerah. Harus ada surat keterangan karena pemerintah setempat enggan produk ternak mereka tercoreng dengan menjual sapi yang terkena antraks.

Tidak lupa rumah potong hewan (RPH) dan tempat pemotongan hewan (TPH) pun menjadi salah satu faktor penting karena melalui RPH produk hasil ternak dapat diawasi dari sisi higienis dan daging yang dijual kepada pembeli adalah hasil dari sapi sehat dan bukan dipotong paksa.

Tercatat saat ini RTH di Kabupaten Gorontalo baru berjumlah dua unit dan 22 unit TPH.


Pewarta:

Editor : Hence Paat


COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2017