Jakarta (Antaranews Gorontalo) - Kondisi geografis Papua yang berbukit dan memiliki hutan lebat memang harus diakui menjadikan pembangunan infrastruktur di wilayah tersebut masih belum maju seperti provinsi lain di Indonesia.
Kalaupun ada infrastruktur jalan di Papua, terutama jalan di kecamatan dan desa, kondisinya masih ada yang memprihatinkan karena belum teraspal. Kalau hujan, sulit dilalui karena becek.
Tingginya bukit dan lebatnya hutan juga menjadi salah satu faktor kurang berkembangnya infrastruktur jalan sehingga transportasi udara menjadi pilihan favorit bagi masyarakat setempat untuk bepergian dari satu daerah ke daerah lain.
Meskipun demikian, Pemerintah menilai pembangunan infrastruktur jalan tetap harus dibangun di sejumlah daerah di Papua sehingga masyarakat yang selama ini terisolasi bisa tersentuh masyarakat luar, terutama dalam upaya memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Kasus gizi buruk di Kabupaten Asmat, Papua, yang belakangan ini ramai diperbincangkan boleh jadi menjadi salah satu akibat tidak adanya infrastruktur jalan menuju kawasan itu sehingga transportasi bahan pangan dan obat-obatan sulit menjangkau.
Presiden RI Joko Widodo menyebutkan pembangunan infrastruktur dan pengembangan pertanian merupakan solusi untuk mengatasi berbagai masalah di Papua, seperti penyebaran wabah penyakit dan gizi buruk.
Presiden pun menekankan mereka punya budaya dan adat atau tradisi, hak ulayat, sehingga tidak memungkinkan direlokasi.
Ketika mulai menjabat pada bulan Oktober 2014, Joko Widodo menjelaskan bahwa salah satu kebijakan dalam negeri adalah untuk mengembangkan dan membangun infrastruktur di seluruh Indonesia.
Presiden meyakini program membangun tol, jalur kereta api, dan infrastruktur akan meningkatkan ekonomi lokal dan meningkatkan taraf hidup masyarakat di wilayah terpencil.
Salah satu yang paling diprioritaskan adalah pembangunan infrastuktur di Provinsi Papua dan Papua Barat. Meski kaya dengan sumber daya alam, wilayah ini tertinggal dari provinsi lain. Jumlah penduduk hidup di bawah garis kemiskinan 25 persen dari populasi. Dua kali lipat lebih dari angka nasional yang sebesar 10,7 persen (BPS, Maret 2017).
Pemerintah meyakini infrastrukturnya bagus, jalan, dan pelabuhan bagus maka ekonomi Papua akan tumbuh lebih cepat karena distribusi logistik untuk barang dan orang meningkat.
Pada bulan Juli 2017, Jokowi mengulangi pentingnya program untuk Papua dan Papua Barat, kemudian meminta jajaran kabinet dan pemerintah daerah untuk mempercepat pembangunan infrastruktur di kedua provinsi tersebut.
Potensi besar di Papua dan Papua Barat, kata Presiden, harus dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk kesejahteraan rakyat.
Dalam rangka mewujudkan Nawacita, Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla membangun dari pinggiran untuk pemerataan dan keadilan pembangunan, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menargetkan pada akhir tahun 2019 Jalan Transpapua sepanjang 4.330 kilometer dari Provinsi Papua Barat hingga Provinsi Papua bisa tembus seluruhnya.
Meski belum seluruhnya beraspal, terbukanya jalan di Pulau Papua, terutama di daerah pegunungan akan membuka keterisolasian wilayah, menurunkan harga barang-barang, dan mengurangi kesenjangan wilayah.
Masyarakat setempat sudah mulai merasakan manfaat keberadaan Jalan Transpapua dan Jalan Perbatasan Papua. Meskipun kendaraan yang melintas masih sedikit, penduduk yang sebelumnya berjalan kaki melalui medan yang sulit dan memakan waktu lama, kini jalur tersebut lebih mudah dilewati dan memangkas waktu perjalanan.
Pembangunan Jalan Transpapua terus dilanjutkan dan ditargetkan pada tahun 2019 bisa tersambung seluruhnya. Hingga akhir 2017, Jalan Transpapua yang belum tembus sepanjang 353,7 kilometer.
Pada Tahun 2018, akan ditangani sepanjang 197,91 kilometer dan sisa sepanjang 155,79 kilometer akan diselesaikan pada tahun 2019 sesuai dengan rencana kerja tahunan.
Salah satu ruas jalan di pegunungan yang berusaha ditembus adalah ruas Enarotali-Sugapa sepanjang 110 km yang menghubungkan Kabupaten Paniai dengan Kabupaten Intan Jaya.
Ruas jalan ini merupakan bagian Transpapua Segmen III Enarotali-Sugapa-Ilaga-Mulia-Wamena. Kementerian PUPR melalui Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional XVIII Papua hingga akhir 2017 sudah berhasil membuka jalan sepanjang 85,33 kilometer.
Tantangan
Kepala Balai Besar Pelaksanaan Jalan (BBPJN) XVIII Jayapura Osman Harianto Marbun mengatakan bahwa penanganan ruas Jalan Enarotali-Sugapa pada tahun 2018 berlanjut sepanjang 15,51 kilometer melalui dua paket pekerjaan kontraktual, yakni Paket Enarotali-Sugapa I sepanjang 7,78 kilometer dengan biaya mencapai Rp58,33 miliar dan Enarotali-Sugapa II sepanjang 7,73 kilometer dengan biaya sebesar Rp57,97 miliar. Sisanya, sepanjang 9,16 kilometer akan ditangani pada tahun anggaran 2019.
Tantangan dalam pembangunan jalan di Papua di samping kondisi cuaca dan alamnya yang masih berupa hutan dengan kondisi geografi cukup berat hampir pada semua segmen. Pada Segmen IX, ruas Merauke-Tanah Merah-Waropko-Oksibil tantangannya adalah ketiadaan batu-batuan.
Oleh karena itu, batu-batuan harus didatangkan dari Kota Palu atau menggunakan campuran tanah dan semen (soil cement).
Segmen III Transpapua ruas Enarotali-Ilaga-Mulia-Wamena nantinya akan tersambung jalan di kawasan pegunungan Papua lainnya, ruas Wamena-Habema-Kenyam-Mumugu yang kini tengah dikerjakan oleh Kementerian PUPR bekerja sama dengan Zeni TNI AD.
Untuk jalan perbatasan di Papua, BBPJN XVIII pada tahun 2017 telah menyelesaikan perbaikan beberapa titik kerusakan pada ruas Oksibil hingga Merauke yang memiliki panjang jalan 688 kilometer.
Beberapa titik yang sebelumnya berupa tanah dan sulit dilintasi pada musim hujan, seperti ruas Waropko-Mindiptana, Mindiptana-Tanah Merah, Tanah Merah-Getentiri, Getentiri-Batas Kab. Merauke/Boven Digul, Batas Kab. Merauke/Boven Digul-Muting, kini sudah beraspal.
Diharapkan dengan cepat selesainya pembangunan jalan beraspal di Papua, daerah yang sebelumnya terisolasi bisa mudah dijangkau yang pada akhirnya segala jenis kebutuhan pokok, seperti makanan, obat-batan, dan bahan bakar minyak (BBM), mudah didistribusikan.
COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2018
Kalaupun ada infrastruktur jalan di Papua, terutama jalan di kecamatan dan desa, kondisinya masih ada yang memprihatinkan karena belum teraspal. Kalau hujan, sulit dilalui karena becek.
Tingginya bukit dan lebatnya hutan juga menjadi salah satu faktor kurang berkembangnya infrastruktur jalan sehingga transportasi udara menjadi pilihan favorit bagi masyarakat setempat untuk bepergian dari satu daerah ke daerah lain.
Meskipun demikian, Pemerintah menilai pembangunan infrastruktur jalan tetap harus dibangun di sejumlah daerah di Papua sehingga masyarakat yang selama ini terisolasi bisa tersentuh masyarakat luar, terutama dalam upaya memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Kasus gizi buruk di Kabupaten Asmat, Papua, yang belakangan ini ramai diperbincangkan boleh jadi menjadi salah satu akibat tidak adanya infrastruktur jalan menuju kawasan itu sehingga transportasi bahan pangan dan obat-obatan sulit menjangkau.
Presiden RI Joko Widodo menyebutkan pembangunan infrastruktur dan pengembangan pertanian merupakan solusi untuk mengatasi berbagai masalah di Papua, seperti penyebaran wabah penyakit dan gizi buruk.
Presiden pun menekankan mereka punya budaya dan adat atau tradisi, hak ulayat, sehingga tidak memungkinkan direlokasi.
Ketika mulai menjabat pada bulan Oktober 2014, Joko Widodo menjelaskan bahwa salah satu kebijakan dalam negeri adalah untuk mengembangkan dan membangun infrastruktur di seluruh Indonesia.
Presiden meyakini program membangun tol, jalur kereta api, dan infrastruktur akan meningkatkan ekonomi lokal dan meningkatkan taraf hidup masyarakat di wilayah terpencil.
Salah satu yang paling diprioritaskan adalah pembangunan infrastuktur di Provinsi Papua dan Papua Barat. Meski kaya dengan sumber daya alam, wilayah ini tertinggal dari provinsi lain. Jumlah penduduk hidup di bawah garis kemiskinan 25 persen dari populasi. Dua kali lipat lebih dari angka nasional yang sebesar 10,7 persen (BPS, Maret 2017).
Pemerintah meyakini infrastrukturnya bagus, jalan, dan pelabuhan bagus maka ekonomi Papua akan tumbuh lebih cepat karena distribusi logistik untuk barang dan orang meningkat.
Pada bulan Juli 2017, Jokowi mengulangi pentingnya program untuk Papua dan Papua Barat, kemudian meminta jajaran kabinet dan pemerintah daerah untuk mempercepat pembangunan infrastruktur di kedua provinsi tersebut.
Potensi besar di Papua dan Papua Barat, kata Presiden, harus dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk kesejahteraan rakyat.
Dalam rangka mewujudkan Nawacita, Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla membangun dari pinggiran untuk pemerataan dan keadilan pembangunan, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menargetkan pada akhir tahun 2019 Jalan Transpapua sepanjang 4.330 kilometer dari Provinsi Papua Barat hingga Provinsi Papua bisa tembus seluruhnya.
Meski belum seluruhnya beraspal, terbukanya jalan di Pulau Papua, terutama di daerah pegunungan akan membuka keterisolasian wilayah, menurunkan harga barang-barang, dan mengurangi kesenjangan wilayah.
Masyarakat setempat sudah mulai merasakan manfaat keberadaan Jalan Transpapua dan Jalan Perbatasan Papua. Meskipun kendaraan yang melintas masih sedikit, penduduk yang sebelumnya berjalan kaki melalui medan yang sulit dan memakan waktu lama, kini jalur tersebut lebih mudah dilewati dan memangkas waktu perjalanan.
Pembangunan Jalan Transpapua terus dilanjutkan dan ditargetkan pada tahun 2019 bisa tersambung seluruhnya. Hingga akhir 2017, Jalan Transpapua yang belum tembus sepanjang 353,7 kilometer.
Pada Tahun 2018, akan ditangani sepanjang 197,91 kilometer dan sisa sepanjang 155,79 kilometer akan diselesaikan pada tahun 2019 sesuai dengan rencana kerja tahunan.
Salah satu ruas jalan di pegunungan yang berusaha ditembus adalah ruas Enarotali-Sugapa sepanjang 110 km yang menghubungkan Kabupaten Paniai dengan Kabupaten Intan Jaya.
Ruas jalan ini merupakan bagian Transpapua Segmen III Enarotali-Sugapa-Ilaga-Mulia-Wamena. Kementerian PUPR melalui Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional XVIII Papua hingga akhir 2017 sudah berhasil membuka jalan sepanjang 85,33 kilometer.
Tantangan
Kepala Balai Besar Pelaksanaan Jalan (BBPJN) XVIII Jayapura Osman Harianto Marbun mengatakan bahwa penanganan ruas Jalan Enarotali-Sugapa pada tahun 2018 berlanjut sepanjang 15,51 kilometer melalui dua paket pekerjaan kontraktual, yakni Paket Enarotali-Sugapa I sepanjang 7,78 kilometer dengan biaya mencapai Rp58,33 miliar dan Enarotali-Sugapa II sepanjang 7,73 kilometer dengan biaya sebesar Rp57,97 miliar. Sisanya, sepanjang 9,16 kilometer akan ditangani pada tahun anggaran 2019.
Tantangan dalam pembangunan jalan di Papua di samping kondisi cuaca dan alamnya yang masih berupa hutan dengan kondisi geografi cukup berat hampir pada semua segmen. Pada Segmen IX, ruas Merauke-Tanah Merah-Waropko-Oksibil tantangannya adalah ketiadaan batu-batuan.
Oleh karena itu, batu-batuan harus didatangkan dari Kota Palu atau menggunakan campuran tanah dan semen (soil cement).
Segmen III Transpapua ruas Enarotali-Ilaga-Mulia-Wamena nantinya akan tersambung jalan di kawasan pegunungan Papua lainnya, ruas Wamena-Habema-Kenyam-Mumugu yang kini tengah dikerjakan oleh Kementerian PUPR bekerja sama dengan Zeni TNI AD.
Untuk jalan perbatasan di Papua, BBPJN XVIII pada tahun 2017 telah menyelesaikan perbaikan beberapa titik kerusakan pada ruas Oksibil hingga Merauke yang memiliki panjang jalan 688 kilometer.
Beberapa titik yang sebelumnya berupa tanah dan sulit dilintasi pada musim hujan, seperti ruas Waropko-Mindiptana, Mindiptana-Tanah Merah, Tanah Merah-Getentiri, Getentiri-Batas Kab. Merauke/Boven Digul, Batas Kab. Merauke/Boven Digul-Muting, kini sudah beraspal.
Diharapkan dengan cepat selesainya pembangunan jalan beraspal di Papua, daerah yang sebelumnya terisolasi bisa mudah dijangkau yang pada akhirnya segala jenis kebutuhan pokok, seperti makanan, obat-batan, dan bahan bakar minyak (BBM), mudah didistribusikan.
COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2018