Manokwari, (Antara News)- Seorang wartawan dikeroyok massa saat meliput kebakaran yang terjadi di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) Sanggeng Manokwari, Papua Barat.

Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Papua Barat, Bustam ST di Manokwari, mendesak polisi untuk menangkap dan memproses para pelaku sesuai hukum yang berlaku.

"Ini perbuatan premanisme dan pelanggaran pidana. Kawan kita Novri sedang dalam melaksanakan tugas peliputan," kata Bustam.

Ia menjelaskan, kekerasan terhadap wartawan melanggar Undang-undang Pers No 40/1999. Tindakan kekerasan terhadap jurnalis adalah perbuatan melawan hukum dan mengancam kebebasan pers.
    
Selain itu, kata dia, perbuatan para pelaku tergolong penganiayaan sebagaimana diatur pada pasal 351 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), dengan ancaman antara dua hingga lima tahun kurungan.

"Jurnalis dalam bekerja dilindungi UU dan tidak boleh siapapun melakukan upaya menghalang-halangi,"katanya lagi.

Menurutnya, seluruh kegiatan jurnalistik meliputi mencari bahan berita, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, hingga menyampaikan informasi yang diperoleh kepada publik dilindungi UU.

Pada pasal 8 UU Pers dengan jelas menyatakan bahwa jurnalis dalam profesinya mendapat perlindungan hukum. Perampasan alat peliputan dan pemukulan bisa dijerat pasal 18 UU Pers dengan ancaman 2 tahun penjara atau denda Rp 500 juta.

Kejadian pemukulan terhadap Novri, wartawan dari grup Jawa Pos ini terjadi saat ia berupaya mengabadikan gambar peristiwa kebakaran motor di area SPBU tersebut.
 
Ia dipukul secara tiba-tiba dari arah belakang, tak lama kemudian massa pun turut mengeroyoknya. Beruntung ia berhasil lolos dari kepungan massa saat itu.

"Cukup banyak, tidak terhitung berapa orang yang mengejar dan memukul saya," sebut Novri.

Novri mengalami sejumlah luka, wajahnya lebab dan mulutnya mengeluarkan darah. Kasus ini sudah dilaporkan ke Polsek Manokwari Kota.

Pewarta: Toyiban

Editor : Hence Paat


COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2018