Washington (Antaranews Gorontalo) – Amerika Serikat (AS) keluar dari Dewan Hak Asasi Manusia (HAM) PBB pada Selasa (19/6), dan mengecam kemunafikan anggotanya dengan dugaan 'prasangka tiada akhir' terhadap Israel.
Duta besar AS untuk PBB Nikki Haley datang ke Washington untuk mengumumkan keputusan itu bersama Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo.
Keduanya menegaskan AS akan tetap menjadi pembela utama HAM, tetapi, bagi banyak pihak, keputusan tersebut akan merefleksikan permusuhan Presiden Donald Trump secara umum terhadap badan dunia itu dan terhadap diplomasi multilateral pada umumnya.
Pengumuman tersebut disampaikan setelah Badan HAM PBB mengkritik Washington karena memisahkan imigran anak dari orangtua mereka yang mencari suaka setelah menyeberang ke AS dari Meksiko.
Namun, Haley dan Pompeo menekankan keputusan itu dibuat setelah upaya selama satu tahun untuk mempermalukan dewan agar melakukan reformasi dan mengeluarkan negara anggota yang mereka sendiri melakukan pelanggaran.
“Reformasi ini diperlukan untuk membuat dewan ini menjadi pendukung serius HAM,” ungkap Haley.
“Sudah terlalu lama Dewan HAM menjadi pelindung bagi pelanggar HAM, dan pelimbahan biar politik. Sayangnya, sekarang sudah jelas bahwa seruan kami untuk melakukan perubahan tidak diindahkan," tambahnya.
Badan yang bermarkas di Jenewa ini didirikan pada 2006 untuk mempromosikan dan melindungi hak asasi manusia di seluruh dunia, tetapi pernyataan dan laporannya sering bentrok dengan prioritas AS.
Secara khusus, fokus dewan pada perilaku Israel terhadap warga Palestina di wilayah yang didudukinya di Tepi Barat dan di Gaza telah membuat marah Washington.
Tapi, seperti ditekankan oleh Haley, Washington juga percaya bahwa mereka tidak bisa mengkritik pelanggaran yang bahkan mencolok oleh lawan-lawan AS seperti Venezuela dan Kuba.
"Negara-negara telah berkolusi satu sama lain untuk merusak metode pemilihan anggota saat ini," kata Pompeo.
"Dan bias yang terus menerus dan terdokumentasi dengan baik terhadap Israel adalah rendah budi," katanya.
"Sejak pembentukannya, dewan telah mengadopsi lebih banyak resolusi yang mengutuk Israel daripada melawan bagian dunia lainnya yang digabungkan," tambahnya.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menyambut baik langkah AS, dan mencap dewan itu sebagai "organisasi yang bias, bermusuhan, anti-Israel yang telah mengkhianati misinya melindungi hak asasi manusia."
Haley, yang mengeluarkan peringatan satu tahun yang lalu bahwa Washington akan membuat ancamannya untuk meninggalkan dewan jika reformasi tidak dilakukan, bahkan menggunakan bahasa yang lebih kasar.
"Kami mengambil langkah ini karena komitmen kami tidak memungkinkan kami untuk tetap menjadi bagian dari organisasi yang munafik dan melayani diri sendiri yang membuat ejekan terhadap hak asasi manusia," katanya.
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres menyesalkan keputusan AS, menambahkan "Arsitektur hak asasi manusia PBB memainkan peran yang sangat penting dalam promosi dan perlindungan hak asasi manusia di seluruh dunia."
Pada Senin, Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia Zeid Ra'ad Al Hussein, seorang warga Yordania, telah memarahi Trump atas praktik AS memecah belah keluarga migran yang ditahan di perbatasan Meksiko.
"Pemikiran bahwa setiap negara akan berusaha untuk menghalangi orang tua dengan menimbulkan pelecehan seperti itu pada anak-anak adalah rendah budi," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2018
Duta besar AS untuk PBB Nikki Haley datang ke Washington untuk mengumumkan keputusan itu bersama Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo.
Keduanya menegaskan AS akan tetap menjadi pembela utama HAM, tetapi, bagi banyak pihak, keputusan tersebut akan merefleksikan permusuhan Presiden Donald Trump secara umum terhadap badan dunia itu dan terhadap diplomasi multilateral pada umumnya.
Pengumuman tersebut disampaikan setelah Badan HAM PBB mengkritik Washington karena memisahkan imigran anak dari orangtua mereka yang mencari suaka setelah menyeberang ke AS dari Meksiko.
Namun, Haley dan Pompeo menekankan keputusan itu dibuat setelah upaya selama satu tahun untuk mempermalukan dewan agar melakukan reformasi dan mengeluarkan negara anggota yang mereka sendiri melakukan pelanggaran.
“Reformasi ini diperlukan untuk membuat dewan ini menjadi pendukung serius HAM,” ungkap Haley.
“Sudah terlalu lama Dewan HAM menjadi pelindung bagi pelanggar HAM, dan pelimbahan biar politik. Sayangnya, sekarang sudah jelas bahwa seruan kami untuk melakukan perubahan tidak diindahkan," tambahnya.
Badan yang bermarkas di Jenewa ini didirikan pada 2006 untuk mempromosikan dan melindungi hak asasi manusia di seluruh dunia, tetapi pernyataan dan laporannya sering bentrok dengan prioritas AS.
Secara khusus, fokus dewan pada perilaku Israel terhadap warga Palestina di wilayah yang didudukinya di Tepi Barat dan di Gaza telah membuat marah Washington.
Tapi, seperti ditekankan oleh Haley, Washington juga percaya bahwa mereka tidak bisa mengkritik pelanggaran yang bahkan mencolok oleh lawan-lawan AS seperti Venezuela dan Kuba.
"Negara-negara telah berkolusi satu sama lain untuk merusak metode pemilihan anggota saat ini," kata Pompeo.
"Dan bias yang terus menerus dan terdokumentasi dengan baik terhadap Israel adalah rendah budi," katanya.
"Sejak pembentukannya, dewan telah mengadopsi lebih banyak resolusi yang mengutuk Israel daripada melawan bagian dunia lainnya yang digabungkan," tambahnya.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menyambut baik langkah AS, dan mencap dewan itu sebagai "organisasi yang bias, bermusuhan, anti-Israel yang telah mengkhianati misinya melindungi hak asasi manusia."
Haley, yang mengeluarkan peringatan satu tahun yang lalu bahwa Washington akan membuat ancamannya untuk meninggalkan dewan jika reformasi tidak dilakukan, bahkan menggunakan bahasa yang lebih kasar.
"Kami mengambil langkah ini karena komitmen kami tidak memungkinkan kami untuk tetap menjadi bagian dari organisasi yang munafik dan melayani diri sendiri yang membuat ejekan terhadap hak asasi manusia," katanya.
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres menyesalkan keputusan AS, menambahkan "Arsitektur hak asasi manusia PBB memainkan peran yang sangat penting dalam promosi dan perlindungan hak asasi manusia di seluruh dunia."
Pada Senin, Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia Zeid Ra'ad Al Hussein, seorang warga Yordania, telah memarahi Trump atas praktik AS memecah belah keluarga migran yang ditahan di perbatasan Meksiko.
"Pemikiran bahwa setiap negara akan berusaha untuk menghalangi orang tua dengan menimbulkan pelecehan seperti itu pada anak-anak adalah rendah budi," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2018