Gorontalo, (ANTARA GORONTALO)- Wakil Gubernur Gorontalo Idris Rahim membantah ada 64 warga setempat menjadi Pekerja Seks Komersil (PSK) di Lokalisasi Dolly, Kota Surabaya yang segera ditutup pada 18 Juni.
Kepastian itu didapatkan setelah wagub didampingi Kepala Dinas Sosial Provinsi Gorontalo, Mitran Tuna, Sekretaris KPAI Gorontalo Irwan, dan IKG di Jatim setelah bertemu dengan Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini di Surabaya, Senin (16/6).
"Hasilnya dari 1.300 lebih PSK yang telah didata oleh Dinas Sosial setempat, tak satu pun di antara mereka yang mengantongi KTP Gorontalo atau berkeinginan pulang ke Gorontalo," kata Wagub Idris.
Verifikasi tersebut ditempuh Pemprov Gorontalo mengingat Pemkot Surabaya berencana memulangkan para PSK tersebut setelah penutupan Dolly 18 Juni 2014.
"Hasil pertemuan dengan ibu Wali Kota, kami ke Dinas Sosial dan melihat langsung daftar nama namanya (PSK Dolly), Alhamdulillah tidak ada warga dari Gorontalo," ungkapnya.
Sebelumnya, data di Lokalisasi Dolly mencatat 60 persen PSK yang ada berasal dari luar Jatim, sedangkan 40 persen PSK berasal dari beberapa daerah di Jatim, bukan hanya Surabaya.
Wagub Idris yang juga menjabat sebagai Ketua Komisi Penanggulangan AIDS meminta pihak Pemkot Surabaya untuk melakukan pemeriksaan kesehatan menyeluruh sebelum memulang PSK ke daerah.
Koordinasi lintas daerah, menurut dia, dibutuhkan untuk mengetahui peredaran para pekerja di Dolly tersebut.
"Kami khawatir ada diantara mereka yang mengidap HIV/AIDS dan kondisinya tidak terpantau sejak keluar dari Dolly," lanjutnya.
Sementara itu, Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini menyampaikan tekadnya untuk menutup lokalisasi yang konon merupakan lokalisasi terbesar se-Asia Tenggara itu.
Menurut Risma, rencana penutupan tersebut sudah lama disosialisasikan namun belum juga terealisasi.
"Penutupan ini tidak mendadak. Saya sebelum ini sudah meneliti sekian tahun, saya nggak gegabah menutup Dolly," jelas Risma.
Oleh karena itu, berbagai program pemberdayaan bagi para PSK pun sudah disiapkan oleh pemerintah setempat.
Ia menambahkan lokalisasi Dolly sudah merusak semua sendi-sendi kehidupan di sekitarnya.
"Anak anak di bawah umur pun terjerat dalam praktik prostitusi yang merusak moral bangsa. Kasihan kondisi mereka. Kasihannya macam macam, ada yang dijual karena suaminya. Ada anak yang disuruh ibunya. Anak di sana itu umur enam tahun sudah biasa lihat begituan," katanya.
Terkait kehawatiran Pemprov Gorontalo, Risma menjamin para PSK yang terdata mendapatkan pemeriksaan kesehatan rutin, bahkan pihaknya sudah mendapatkan data terkait latar belakang tiap orang lengkap dengan fotonya.
"Proses pemulangan PSK akan dilakukan secara terkoordinasi. Dari 1300-an PSK, ada 250 yang positif HIV/Aids. Proses pemulangannya nanti akan kami koordinasikan dengan pemerintah setempat lengkap dengan hasil kesehatannya," tambahnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2014
Kepastian itu didapatkan setelah wagub didampingi Kepala Dinas Sosial Provinsi Gorontalo, Mitran Tuna, Sekretaris KPAI Gorontalo Irwan, dan IKG di Jatim setelah bertemu dengan Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini di Surabaya, Senin (16/6).
"Hasilnya dari 1.300 lebih PSK yang telah didata oleh Dinas Sosial setempat, tak satu pun di antara mereka yang mengantongi KTP Gorontalo atau berkeinginan pulang ke Gorontalo," kata Wagub Idris.
Verifikasi tersebut ditempuh Pemprov Gorontalo mengingat Pemkot Surabaya berencana memulangkan para PSK tersebut setelah penutupan Dolly 18 Juni 2014.
"Hasil pertemuan dengan ibu Wali Kota, kami ke Dinas Sosial dan melihat langsung daftar nama namanya (PSK Dolly), Alhamdulillah tidak ada warga dari Gorontalo," ungkapnya.
Sebelumnya, data di Lokalisasi Dolly mencatat 60 persen PSK yang ada berasal dari luar Jatim, sedangkan 40 persen PSK berasal dari beberapa daerah di Jatim, bukan hanya Surabaya.
Wagub Idris yang juga menjabat sebagai Ketua Komisi Penanggulangan AIDS meminta pihak Pemkot Surabaya untuk melakukan pemeriksaan kesehatan menyeluruh sebelum memulang PSK ke daerah.
Koordinasi lintas daerah, menurut dia, dibutuhkan untuk mengetahui peredaran para pekerja di Dolly tersebut.
"Kami khawatir ada diantara mereka yang mengidap HIV/AIDS dan kondisinya tidak terpantau sejak keluar dari Dolly," lanjutnya.
Sementara itu, Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini menyampaikan tekadnya untuk menutup lokalisasi yang konon merupakan lokalisasi terbesar se-Asia Tenggara itu.
Menurut Risma, rencana penutupan tersebut sudah lama disosialisasikan namun belum juga terealisasi.
"Penutupan ini tidak mendadak. Saya sebelum ini sudah meneliti sekian tahun, saya nggak gegabah menutup Dolly," jelas Risma.
Oleh karena itu, berbagai program pemberdayaan bagi para PSK pun sudah disiapkan oleh pemerintah setempat.
Ia menambahkan lokalisasi Dolly sudah merusak semua sendi-sendi kehidupan di sekitarnya.
"Anak anak di bawah umur pun terjerat dalam praktik prostitusi yang merusak moral bangsa. Kasihan kondisi mereka. Kasihannya macam macam, ada yang dijual karena suaminya. Ada anak yang disuruh ibunya. Anak di sana itu umur enam tahun sudah biasa lihat begituan," katanya.
Terkait kehawatiran Pemprov Gorontalo, Risma menjamin para PSK yang terdata mendapatkan pemeriksaan kesehatan rutin, bahkan pihaknya sudah mendapatkan data terkait latar belakang tiap orang lengkap dengan fotonya.
"Proses pemulangan PSK akan dilakukan secara terkoordinasi. Dari 1300-an PSK, ada 250 yang positif HIV/Aids. Proses pemulangannya nanti akan kami koordinasikan dengan pemerintah setempat lengkap dengan hasil kesehatannya," tambahnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2014