Menteri Pertanian Amran Sulaiman menduga ada peran broker dibalik anjloknya harga ayam potong di sejumlah daerah di Tanah Air dalam sepekan terakhir ini.

"Untuk menelusuri peran para broker ini kami sudah menerjunkan tim Satgas Pangan. Kami masih menunggu laporan lanjutan. Kalau ada yang berani bermain-main, kami tidak segan-segan untuk menindak tegas dan memberikan sanksi berat," kata Mentan Amrandi sela kunjungannya di Loka Penelitian Sapi Potong di Grati, Kabupaten Pasuruan, Jumat.

Amran mengatakan dalam sepekan terakhir ini ada disparitas yang sangat tinggi antara harga ayam potong di kalangan peternak dan di pasaran. Harga ayam di tingkat peternak sekitar Rp6.000 hingga Rp10.000 per kilogram, sedangkan di tingkat konsumen masih sangat tinggi, yakni antara Rp30.000-Rp40.000 per kilogram.

Mentan menduga ada yang tidak benar dalam mata rantai distribusi, termasuk proses perjalanan yang sangat panjang dan menyebabkan disparitas harga ayam potong. "Disparitas terjadi di tingkat peternak kecil harganya Rp8.000, ada juga yang seharga Rp10.000, bahkan ada yang seharga Rp6.000, tetapi di tingkat konsumen harganya cukup tinggi, berarti ini ada yang tidak benar," katanya.

Untuk menelusuri lebih detail anjloknya harga ayam potong tersebut, Kementan telah menurunkan Tim Satgas Pangan di daerah sentra penghasil ayam potong, yakni di Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Lampung.

"Pasti kami nanti terima laporan, menunggu laporan lengkap dari tim. Tim ini turun di sentra-sentra produksi ayam. Seperti halnya para mafia pangan lainnya, seperti bawang ptih, beras, dan bawang bombay. Kami akan menindak tegas para broker yang mempermainkan harga ayam potong ini," ucapnya.

Sejauh ini, kata Amran, sudah ada 400 mafia pangan yang ditetapkan sebagai tersangka dan ada 782 perusahaan yang sedang menjalani proses hukum.

Sebelumnya, para peternak ayam potong di berbagai daerah protes karena harga ayam potong anjlok. Di Yogyakarta misalnya, peternak membagi-bagikan ayam secara gratis untuk merespons anjloknya harga ayam yang cukup signifikan.

Sementara itu, menjawab pertanyaan terkait swasembada daging, Amran mengatakan secepatnya (sesegera mungkin). "Di Selandia Baru saja butuh waktu hingga 10 tahun lebih untuk bisa swasembada daging. Di Tanah Air kita usahakan sesegera mungkin," tuturnya.

Ia mengatakan dengan berbagai upaya, termasuk inseminasi buatan (IB) pada sapi, pertumbuhan populasi sapi potong dalam lima tahun terakhir cukup signifikan, yakni sekitar 1 juta ekor per tahun, padahal tahun-tahun sebelumnya hanya sekitar 162 ribu hingga 185 ribu ekor per tahun.

"Jadi pertumbuhannya rata-rata mencapai 500 persen per tahun. Saat ini populasi sapi potong di Indonesia mencapai 17,2 juta ekor. Namun demikian, untuk memenuhi kebutuhan daging di Tanah Air kita masih impor antara 600-800 ton per tahun," katanya.
 

Pewarta: Endang Sukarelawati

Editor : Hence Paat


COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2019