Wakil Ketua DPRD Gorontalo Utara Hamzah Sidik mengimbau agar warga segera membuka akses jalan lintas Sulawesi, di Kecamatan Tolinggula atau wilayah barat kabupaten itu, tepatnya di jembatan Otabiu, Desa Tolinggula Ulu dan Tolite Jaya, yang diblokir warga sejak Minggu pagi pukul 06.30 Wita.
"Saya mengimbau agar warga tidak melakukan tindakan yang akan merugikan daerah ini," ujar Hamzah, di Gorontalo, Minggu.
Persoalan tapal batas antara Provinsi Gorontalo dan Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng), yang dinilai warga tak kunjung usai itu, sesungguhnya kata Hamzah, hingga kini masih berproses di Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) RI.
"Kita jaga bersama kondusifitas wilayah di perbatasan tersebut dengan tidak melakukan aksi anarkis, termasuk diharapkan segera membuka pemblokiran jalan, agar aktivitas di lintas Sulawesi bagian barat ini tetap lancar dan kondusif," ujar politikus Partai Golkar itu.
Rencananya, kata Hamzah, DPRD pun akan menghadiri pertemuan yang akan digelar Kemendagri pada 22 hingga 24 Oktober 2019 di Nusa Tenggara Timur (NTT), terkait persoalan tapal batas di beberapa daerah di Indonesia, termasuk antara Gorontalo-Sulteng, di perbatasan Tolinggula, Gorontalo Utara dan Palele, Buol.
Warga diminta sepenuhnya mempercayakan penyelesaian tapal batas tersebut, apalagi DPRD akan menyampaikan harapannya ke pihak Kemendagri agar bijak dalam mengambil keputusan, sehingga tidak ada pihak yang dirugikan.
DPRD akan mendesak Kemendagri untuk memutuskan dengan bijak, sebab keputusan yang tepat diyakini dapat mencegah tindakan warga antara dua kecamatan di dua kabupaten bertetangga beda provinsi ini, untuk melakukan aksi-aksi anarkis yang tidak diinginkan bersama.
Secara prinsip, kata Hamzah, dia pun memberi dukungan terhadap tindakan warga Kecamatan Tolinggula sebagai bagian utuh dari Kabupaten Gorontalo Utara, untuk menyampaikan aspirasi, khususnya mempertahankan tapal batas dan wilayah di dalamnya.
Namun diharapkan penyampaian aspirasi dalam berbagai bentuk disampaikan secara baik dan tidak melawan hukum.
Hamzah pun mengimbau kepada seluruh pihak termasuk para pemangku kepentingan, agar tidak ada yang mencoba-coba mengambil keuntungan dari aksi warga tersebut, sebab dampaknya sangat besar, termasuk berpotensi pada gangguan stabilitas politik, hukum dan perekonomian.
Warga di dua wilayah pun diharapkan tidak menyebar kabar bohong (hoaks) seperti yang sebelumnya beredar terkait telah adanya keputusan dari Kemendagri yang memenangkan Pemkab Buol.
"Wacana-wacana itu diharapkan tidak dimunculkan, seperti yang pernah disebar pihak Buol, sebab dapat memancing gejolak negatif, termasuk aksi pemblokiran jalan seperti yang berlangsung saat ini," ujarnya.
DPRD akan berkoordinasi dengan seluruh pihak sambil terus mengawal proses diplomasi baik secara formal maupun nonformal.
Sementara itu, Kepala Desa Tolite Jaya, Kecamatan Tolinggula, Iwan Pakaya, mengatakan, aksi pemblokiran jalan tersebut telah dihentikan tepat pukul 16.00 Wita.
Ia mengatakan, pemerintah desa terus memantau aksi pemblokiran jalan yang diinisiasi langsung masyarakat itu. "Beruntung, kami dibantu aparat Babinsa dan Babinkamtibmas, untuk memantau aksi agar tidak anarkis," ujarnya.
Antrian kendaraan dari Buol ke Gorontalo Utara dan sebaliknya, sempat terjadi cukup panjang. Namun warga tetap mentolerir kendaraan-kendaraan yang akan melintas dengan kondisi mendesak, seperti terdapat balita maupun orang sakit.
Sebelumnya, puluhan warga Gorontalo Utara, di Kecamatan Tolinggula, menutup akses jalan lintas Sulawesi di Kecamatan Tolinggula, yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Buol, Provinsi Sulawesi Tengah.
Pemblokiran menggunakan sebatang bambu dijaga ketat puluhan warga di wilayah barat tersebut, dilakukan tepat di Jembatan Otabiu, Desa Tolinggula Ulu dan Tolite Jaya, menghalau kendaraan baik motor dan mobil, serta pejalan kaki dari Buol yang akan masuk ke Gorontalo Utara dan sebaliknya.
Warga Kecamatan Tolinggula, Gorontalo Utara, memblokir lintas Sulawesi, melarang warga Buol, Sulteng, memasuki wilayah tersebut, akibat persoalan tapal batas antara Gorontalo-Sulteng. (ANTARA/HO)
COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2019
"Saya mengimbau agar warga tidak melakukan tindakan yang akan merugikan daerah ini," ujar Hamzah, di Gorontalo, Minggu.
Persoalan tapal batas antara Provinsi Gorontalo dan Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng), yang dinilai warga tak kunjung usai itu, sesungguhnya kata Hamzah, hingga kini masih berproses di Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) RI.
"Kita jaga bersama kondusifitas wilayah di perbatasan tersebut dengan tidak melakukan aksi anarkis, termasuk diharapkan segera membuka pemblokiran jalan, agar aktivitas di lintas Sulawesi bagian barat ini tetap lancar dan kondusif," ujar politikus Partai Golkar itu.
Rencananya, kata Hamzah, DPRD pun akan menghadiri pertemuan yang akan digelar Kemendagri pada 22 hingga 24 Oktober 2019 di Nusa Tenggara Timur (NTT), terkait persoalan tapal batas di beberapa daerah di Indonesia, termasuk antara Gorontalo-Sulteng, di perbatasan Tolinggula, Gorontalo Utara dan Palele, Buol.
Warga diminta sepenuhnya mempercayakan penyelesaian tapal batas tersebut, apalagi DPRD akan menyampaikan harapannya ke pihak Kemendagri agar bijak dalam mengambil keputusan, sehingga tidak ada pihak yang dirugikan.
DPRD akan mendesak Kemendagri untuk memutuskan dengan bijak, sebab keputusan yang tepat diyakini dapat mencegah tindakan warga antara dua kecamatan di dua kabupaten bertetangga beda provinsi ini, untuk melakukan aksi-aksi anarkis yang tidak diinginkan bersama.
Secara prinsip, kata Hamzah, dia pun memberi dukungan terhadap tindakan warga Kecamatan Tolinggula sebagai bagian utuh dari Kabupaten Gorontalo Utara, untuk menyampaikan aspirasi, khususnya mempertahankan tapal batas dan wilayah di dalamnya.
Namun diharapkan penyampaian aspirasi dalam berbagai bentuk disampaikan secara baik dan tidak melawan hukum.
Hamzah pun mengimbau kepada seluruh pihak termasuk para pemangku kepentingan, agar tidak ada yang mencoba-coba mengambil keuntungan dari aksi warga tersebut, sebab dampaknya sangat besar, termasuk berpotensi pada gangguan stabilitas politik, hukum dan perekonomian.
Warga di dua wilayah pun diharapkan tidak menyebar kabar bohong (hoaks) seperti yang sebelumnya beredar terkait telah adanya keputusan dari Kemendagri yang memenangkan Pemkab Buol.
"Wacana-wacana itu diharapkan tidak dimunculkan, seperti yang pernah disebar pihak Buol, sebab dapat memancing gejolak negatif, termasuk aksi pemblokiran jalan seperti yang berlangsung saat ini," ujarnya.
DPRD akan berkoordinasi dengan seluruh pihak sambil terus mengawal proses diplomasi baik secara formal maupun nonformal.
Sementara itu, Kepala Desa Tolite Jaya, Kecamatan Tolinggula, Iwan Pakaya, mengatakan, aksi pemblokiran jalan tersebut telah dihentikan tepat pukul 16.00 Wita.
Ia mengatakan, pemerintah desa terus memantau aksi pemblokiran jalan yang diinisiasi langsung masyarakat itu. "Beruntung, kami dibantu aparat Babinsa dan Babinkamtibmas, untuk memantau aksi agar tidak anarkis," ujarnya.
Antrian kendaraan dari Buol ke Gorontalo Utara dan sebaliknya, sempat terjadi cukup panjang. Namun warga tetap mentolerir kendaraan-kendaraan yang akan melintas dengan kondisi mendesak, seperti terdapat balita maupun orang sakit.
Sebelumnya, puluhan warga Gorontalo Utara, di Kecamatan Tolinggula, menutup akses jalan lintas Sulawesi di Kecamatan Tolinggula, yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Buol, Provinsi Sulawesi Tengah.
Pemblokiran menggunakan sebatang bambu dijaga ketat puluhan warga di wilayah barat tersebut, dilakukan tepat di Jembatan Otabiu, Desa Tolinggula Ulu dan Tolite Jaya, menghalau kendaraan baik motor dan mobil, serta pejalan kaki dari Buol yang akan masuk ke Gorontalo Utara dan sebaliknya.
Warga Kecamatan Tolinggula, Gorontalo Utara, memblokir lintas Sulawesi, melarang warga Buol, Sulteng, memasuki wilayah tersebut, akibat persoalan tapal batas antara Gorontalo-Sulteng. (ANTARA/HO)
COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2019