Selain dalam bentuk jaket, jilbab, dan kaus, kini produk karawo sebagai sulaman khas Gorontalo disajikan dalam kreasi tas.

Briskawati Hudji (28) adalah satu dari sedikit perempuan Gorontalo yang mencoba merintis tas karawo sejak tahun 2017.

Berbekal kegagalan memenangkan salah satu kompetisi kreasi pada tahun 2016, ia kemudian memutuskan untuk mengangkat sulaman karawo dalam varian produk berbeda.

"Pemenang kompetisi waktu itu adalah orang yang mengangkat produk yang bermuatan lokal. Itu menyadarkan saya bahwa memang seharusnya kita memperjuangkan kerajinan khas Gorontalo sendiri," ungkapnya di Gorontalo, Selasa.

Usaha tas karawo yang digelutinya melibatkan dua kelompok pengrajin dengan 16 anggota, yang berdomisili di Kota Gorontalo dan Kabupaten Boalemo.

Rumah produksinya sendiri berada di Desa Diloato Kecamatan Paguyaman Kabupaten Boalemo, sekitar tiga jam dari pusat Kota Gorontalo.

Briska mendesain motif karawo sesuai keinginan pelanggan, kemudian pengrajin mengaplikasikannya pada berbagai jenis bahan tas mulai dari kanvas, chiffon denim, dan goni.

Sarjana Pendidikan Matematika ini mematok harga tas mulai dari Rp220 ribu hingga Rp385 ribu, dengan batasan produksi maksimal 20 tas setiap bulan.

Selain dalam daerah, ia juga melayani pesanan dari luar negeri seperti Jepang dan Korea melalui jasa titipan.

"Saya membatasi pesanan karena menyulam karawo itu cukup rumit dikerjakan. Belum lagi menjahit tasnya saya kerjakan dari awal. Produk ini 80 persen kerajinan tangan " ungkapnya.

Briska ingin produknya selalu mengikuti perkembangan fashion dewasa hingga anak muda.

Saat ini produk tasnya baru dalam bentuk tas selempang, tas jinjing, hingga tas tangan.

Ia punya cita-cita, karawo menjadi tren fashion di Gorontalo dan dapat mensejahterakan pengrajin serta pengusaha kecil.




 

Pewarta: Debby H. Mano

Editor : Hence Paat


COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2019