Pengamat: jumlah warga miskin akhir tahun capai 44,5 juta
Jumat, 9 Oktober 2020 4:40 WIB
Jakarta (ANTARA) - Anggota Pokja Dewan Ketahanan Pangan Pusat Khudori menyebutkan berdasarkan proyeksi dan skenario dari berbagai lembaga, jumlah penduduk miskin pada akhir tahun bisa mencapai 44,5 juta orang equivalen 16,6 persen dari jumlah penduduk Indonesia.
Khudori menjelaskan bahwa proyeksi jumlah penduduk miskin tersebut berdasarkan angka pertumbuhan ekonomi Indonesia yang diproyeksi mengalami kontraksi sebesar 3,5 persen pada akhir tahun, berdasarkan skenario yang diterbitkan oleh Bulletin of Indonesia Economic Studies Juli 2020.
"Skenario paling pesimistis, salah satunya proyeksi pertumbuhan ekonomi kita di akhir tahun nanti minus 3,5 persen, kemiskinan kita akan bertambah menjadi total 44,5 juta atau equivalen dengan 16,6 persen," kata Khudori yang juga pengamat ketahanan pangan dalam webinar di Jakarta, Kamis.
Khudori menyebutkan bahwa dalam skenario lainnya, jika pertumbuhan ekonomi Indonesia diprediksi tumbuh 2,1 persen, jumlah penduduk miskin mencapai 30,7 juta atau 11,4 persen.
Saat pandemi baru mulai, jumlah penduduk miskin sudah bertambah dari 24,8 juta orang pada September 2019, menjadi 26,4 juta pada Maret 2020 ketika Pemerintah mengumumkan kasus pertama COVID-19 di Indonesia.
Jumlah tersebut pasti terus bertambah, seiring dengan diberlakukannya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di sejumlah wilayah.
Padahal, dalam kondisi normal, keluarga miskin membelanjakan 74 persen pendapatannya untuk kebutuhan pangan, terutama beras. Ketika harga komoditas naik, kemungkinan penduduk tersebut akan jatuh lebih miskin lagi dan kelaparan.
Oleh sebab itu, Pemerintah merancang program jaring pengaman sosial dengan menggelontorkan bantuan agar jumlah orang miskin tidak bertambah besar, serta mencegah warga rentan miskin menjadi miskin.
Sejumlah bantuan sosial atas dampak COVID-19 yang disalurkan oleh Pemerintah, yakni mencakup Program Sembako Jabodetabek untuk 19 juta Keluarga Penerima Manfaat (KPM) serta Bansos Tunai KPM non Jabodetabek untuk 9 juta KPM.
Kemudian, insentif perumahan untuk 175.000 unit, Kartu Pra Kerja untuk 56 juta orang, keringanan pembayaran listrik dari PLN gratis untuk 24 juta pelanggan dengan daya 450 VA, serta diskon 50 persen kepada 7 juta pelanggan dengan daya 900 VA; dan program jaring pengaman sosial lainnya.
Total anggaran untuk program jaring pengaman sosial yang digelontorkan Pemerintah mencapai Rp110 triliun.
Namun demikian, kapasitas fiskal Indonesia sangat terbatas untuk menangani COVID-19.
Di sisi lain, jumlah penduduk rentan Indonesia tergolong tinggi di Asia Pasifik, yakni sebanyak 68 persen masuk dalam kategori rentan dan miskin terhadap goncangan ekonomi.
"Indonesia tidak memiliki kapasitas fiskal yang besar untuk menangani COVID-19, sehingga bantuan sosial harus vali dan bisa menemukan sasaran yang tepat," kata Khudori.
Khudori menjelaskan bahwa proyeksi jumlah penduduk miskin tersebut berdasarkan angka pertumbuhan ekonomi Indonesia yang diproyeksi mengalami kontraksi sebesar 3,5 persen pada akhir tahun, berdasarkan skenario yang diterbitkan oleh Bulletin of Indonesia Economic Studies Juli 2020.
"Skenario paling pesimistis, salah satunya proyeksi pertumbuhan ekonomi kita di akhir tahun nanti minus 3,5 persen, kemiskinan kita akan bertambah menjadi total 44,5 juta atau equivalen dengan 16,6 persen," kata Khudori yang juga pengamat ketahanan pangan dalam webinar di Jakarta, Kamis.
Khudori menyebutkan bahwa dalam skenario lainnya, jika pertumbuhan ekonomi Indonesia diprediksi tumbuh 2,1 persen, jumlah penduduk miskin mencapai 30,7 juta atau 11,4 persen.
Saat pandemi baru mulai, jumlah penduduk miskin sudah bertambah dari 24,8 juta orang pada September 2019, menjadi 26,4 juta pada Maret 2020 ketika Pemerintah mengumumkan kasus pertama COVID-19 di Indonesia.
Jumlah tersebut pasti terus bertambah, seiring dengan diberlakukannya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di sejumlah wilayah.
Padahal, dalam kondisi normal, keluarga miskin membelanjakan 74 persen pendapatannya untuk kebutuhan pangan, terutama beras. Ketika harga komoditas naik, kemungkinan penduduk tersebut akan jatuh lebih miskin lagi dan kelaparan.
Oleh sebab itu, Pemerintah merancang program jaring pengaman sosial dengan menggelontorkan bantuan agar jumlah orang miskin tidak bertambah besar, serta mencegah warga rentan miskin menjadi miskin.
Sejumlah bantuan sosial atas dampak COVID-19 yang disalurkan oleh Pemerintah, yakni mencakup Program Sembako Jabodetabek untuk 19 juta Keluarga Penerima Manfaat (KPM) serta Bansos Tunai KPM non Jabodetabek untuk 9 juta KPM.
Kemudian, insentif perumahan untuk 175.000 unit, Kartu Pra Kerja untuk 56 juta orang, keringanan pembayaran listrik dari PLN gratis untuk 24 juta pelanggan dengan daya 450 VA, serta diskon 50 persen kepada 7 juta pelanggan dengan daya 900 VA; dan program jaring pengaman sosial lainnya.
Total anggaran untuk program jaring pengaman sosial yang digelontorkan Pemerintah mencapai Rp110 triliun.
Namun demikian, kapasitas fiskal Indonesia sangat terbatas untuk menangani COVID-19.
Di sisi lain, jumlah penduduk rentan Indonesia tergolong tinggi di Asia Pasifik, yakni sebanyak 68 persen masuk dalam kategori rentan dan miskin terhadap goncangan ekonomi.
"Indonesia tidak memiliki kapasitas fiskal yang besar untuk menangani COVID-19, sehingga bantuan sosial harus vali dan bisa menemukan sasaran yang tepat," kata Khudori.