Bogor (ANTARA GORONTALO) - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyatakan
menyerahkan kepada DPR untuk mengambil keputusan mengenai pasal
penghinaan presiden.
"Ya terserah. Kalau kita lihat di negara lain, sebagai symbol of state.
Itu ada semuanya. Tapi kalau di sini memang inginnya tidak, ya
terserah. Itu kan nanti di wakil-wakil rakyat itu," kata Presiden Jokowi
di Kompleks Istana Kepresidenan Bogor di Jawa Barat, Rabu petang.
Ia mengatakan, pasal tersebut baru merupakan rancangan bahkan
pemerintah yang lalu pun mengusulkannya dan kini kembali diusulkan.
Menurut dia, justru dengan pasal-pasal yang lebih jelas seperti
itu, ketika seseorang ingin mengkritisi dan memberikan koreksi terhadap
pemerintah bisa lebih jelas.
"Tapi kalau tidak ada pasal itu bisa dibawa ke pasal-pasal karet," katanya.
Sebelumnya, pasal penghinaan Presiden dihapuskan Mahkamah
Konstitusi (MK) karena dinilai membahayakan bagi kehidupan demokrasi.
Namun, Presiden Jokowi kembali mengusulkan pasal itu ke DPR untuk dihidupkan lagi dalam RUU KUHP.
Pasal 263 ayat 1 RUU KUHP yang diajukan ke DPR berbunyi; "Setiap
orang yang di muka umum menghina Presiden atau Wakil Presiden, dipidana
dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau pidana denda paling
banyak Kategori IV".
Ruang lingkup Penghinaan Presiden diperluas lewat RUU KUHP Pasal
264; "Setiap orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan
tulisan atau gambar sehingga terlihat oleh umum, atau memperdengarkan
rekaman sehingga terdengar oleh umum, yang berisi penghinaan terhadap
Presiden atau Wakil Presiden dengan maksud agar isi penghinaan diketahui
atau lebih diketahui umum, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5
tahun atau pidana denda paling banyak Kategori IV".
Pasal itu dalam UU KUHP sudah dihapus oleh MK pada 2006 bahkan MK
juga memerintahkan pemerintah dan DPR menghapus norma itu dari RUU KUHP.
Jokowi: terserah DPR soal pasal penghinaan presiden
Rabu, 5 Agustus 2015 21:05 WIB