Jakarta (ANTARA GORONTALO) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memaparkan
bukti permulaan penetapan mantan Direktur Utama PT Pelindo II Richard
Joost Lino sebagai tersangka dalam sidang lanjutan praperadilan yang
dipimpin oleh hakim tunggal Udjianti di Pengadilan Negeri Jakarta
Selatan.
Hal tersebut disampaikan oleh biro hukum KPK yang
dipimpin oleh Kabiro KPK Setiadi dalam 46 halaman jawaban praperadilan
yang diajukan oleh RJ Lino terkait perkara dugaan tindak pidana korupsi
pengadaan Quay Container Crane (QCC) tahun 2010.
Pertama, RJ Lino memerintahkan mengubah spesifikasi Quay Container Crane (QCC) yang dibutuhkan dari single lift ke twin lift.
RJ Lino selaku Direktur Utama yang sejak awal mengundang HDHM (PT Wuxi
Hua Dong Heavy Machinery. Co.Ltd.) dengan memerintahkan dan
mengkondisikan penunjukan langsung HDHM melalui instruksi/disposisi
Pemohon yang dituliskan secara langsung dengan kata-kata "GO FOR
TWINLIFT" pada Nota Dinas Direktur Operasi dan Teknik (FERIALDY NOERLAN)
No: PR.100/I/16/BP-10 tanggal 12 Maret 2010.
Kedua, RJ Lino memerintahkan dan melakukan intervensi kepada Panitia
Pengadaan Barang dan Jasa untuk menunjuk langsung PT HDHM padahal PT
HDHM tidak memenuhi persyaratan administrasi dan teknis dengan cara
memerintahkan mantan Direktur Operasi dan Teknik PT Pelindo II Ferialdy
Noerlan (yang juga sudah ditetapkan sebagai tersangka di Bareskrim
Polri) untuk menunjuk HDHM sebagaimana disposisi RJ Lino.
Hal itu tertulis dalam Nota Dinas Direktur Operasi dan Teknik
(Ferialdy Noerlan) No: PR.100/I/16/BP-10 tanggal 12 Maret 2010. Ferialdy
kemudian melaporkan kepada RJ Lino melalui Nota Dinas perihal Tindak
Lanjut Pengadaan QCC tanggal 25 Maret 2010 dan R.J . Lino selaku dirut
memberikan disposisi selesaikan proses penunjukan HDHM.
Ketiga, RJ Lino memerintahkan mengubah peraturan pengadaan barang
dan jasa PT Pelabuhan Indonesia II dengan tujuan agar dapat menunjuk
langsung HDHM, dengan cara pada Januari - Maret 2010 memerintahkan
Kepala Biro Pengadaan untuk mengubah peraturan pengadaan agar dapat
mengakomodir pabrikan luar negeri sebagai peserta lelang yaitu terhadap
SK Direksi Nomor. HK.56/5/10/PL.II-09 tanggal 9 September 2009 melalui
SK Direksi Nomor HK.56/6/18/PI.II-09 tanggal 31 Desember 2009 jo. SK
Direksi Nomor HK.56/1/16/PI.II-10 tanggal 17 Maret 2010.
Atas perbuatan tersebut, berdasarkan analisa perhitungan ahli teknik
dari Institut Teknologi Bandung (ITB) yang menyatakan bahwa analisa
estimasi biaya dengan memperhitungkan peningkatan kapasitas QCC dari 40
ton menjadi 61 ton, serta eskalasi biaya akibat dari perbedaan waktu
terdapat potensi kerugian keuangan negara sekurang-kurangnya 3.625.922
dolar AS (sekitar Rp50,03 miliar) berdasarkan Laporan Audit Investigatif
BPKP atas Dugaan Penyimpangan Dalam Pengadaan 3 Unit QCC Di Lingkungan
PT Pelindo II (Persero) Tahun 2010 Nomor: LHAI-244/D6.02/2011 Tanggal 18
Maret 2011.
Dengan demikian, menurut KPK, penyelidik telah menemukan bukti
permulaan yang cukup adanya dugaan tindak pidana korupsi dalam Pengadaan
3 Unit Quay Container Crane di PT Pelabuhan Indonesia II (Persero)
Tahun 2010.
Pengadaan 3 unit QCC tersebut tidak disesuaikan dengan persiapan infrastruktur yang memadai (pembangunan powerhouse),
sehingga menimbulkan inefisiensi atau dengan kata lain pengadaan 3 unit
QCC tersebut sangat dipaksakan dan suatu bentuk penyalahgunaan wewenang
dari RJ Lino selaku Dirut PT Pelabuhan Indonesia II demi menguntungkan
dirinya atau orang lain.
"Penetapan tersangka itu dengan dua alat bukti diekspose dulu oleh
pimpinan, jadi memang setian unsurnya terpenuhi. Stelah ada dua alat
bukti maka ditingkatkan ke penyidikan, kalau seperti ada dari pemohon
(RJ Lino) Menyatakan itu tidak cukup bukti, harusnya di persidangan
berikut, bukan di praperadilan," kata Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan
di PN Jakarta Selatan saat memantau jalannya sidang, Selasa.
Sidang akan dilanjutkan dengan agenda pemeriksaan saksi pada keesokan hari.
KPK paparkan bukti penetapan Lino tersangka
Selasa, 19 Januari 2016 22:38 WIB