Jakarta (ANTARA) - Perhimpunan Intervensi Kardiologi Indonesia (PIKI) menyebutkan saat ini Indonesia mengalami kekurangan jumlah dokter spesialis dan alat pemeriksaan untuk menangani pasien dengan penyakit jantung.
“Kita masih kekurangan alat kateter dan tenaga kesehatan. Mungkin kita bisa mendapatkan bantuan dari pemerintah dan semangat dari perhimpunan profesi, mudah-mudahan angka ini bisa dikejar dengan kualitas yang baik,” kata Ketua PIKI Doni Firman dalam konferensi pers ISICAM 2022 di Jakarta, Jumat.
Doni menuturkan bahwa sampai tahun ini Indonesia baru memiliki 329 tenaga kesehatan yang memiliki keahlian dalam intervensi kardiologi. Sedangkan pada tahun 2023 diperkirakan naik menjadi sekitar 400 orang.
Padahal, jumlah secara kasar dari 270 juta lebih penduduk di Indonesia, kasus serangan jantung yang ditemukan dapat mencapai 300 ribu setiap tahunnya dengan kondisi sebagian besar di antaranya harus segera mendapatkan tindakan, terutama yang mengalami serangan jantung berat.
“Dalam 12 jam itu pembuluh darah yang tertutup harus dibuka, kalau tidak bisa meninggal atau gagal jantung. Pemeriksaan dilakukan di ruang kateterisasi tersebut, kalau tidak, pasien bisa meninggal,” kata Doni.
Hal lain yang dia sampaikan adalah dari data yang dimiliki PIKI sampai tahun lalu, Indonesia baru memiliki sebanyak 300 ruang kataterisasi yang digunakan dokter jantung dan tenaga medis terkait untuk melakukan penanganan.
Sedangkan idealnya, sesuai arahan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin ditargetkan dari 400 ribu penduduk ada satu ruang kataterisasi yang dilengkapi dengan dua atau tiga intervensi kardiologi.
Doni menjelaskan ruang keteterisasi menjadi sangat penting dalam menangani pasien dengan penyakit jantung, karena dokter intervensi kardiologi segera melakukan diagnosis dan mengambil tindakan ke dalam pembuluh darah yang ada di jantung dengan bantuan X-ray.
“Sebagaimana yang dikatakan Pak Menkes, kita akan melakukannya lebih banyak ke tindakan untuk melakukan pengobatan pada orang yang serangan jantung. Artinya ada sumbatan mendadak di koroner pembuluh jantung,” ujarnya.
Ia berharap kekurangan tersebut dapat segera mendapatkan bantuan dari pemerintah karena dapat berdampak tidak hanya pada pasien dengan penyakit jantung koroner, tetapi juga jantung bawaan di mana terdapat sekitar 90 ribu bayi dengan penyakit bawaan tidak bisa ditangani akibat kurangnya alat yang memadai.
Doni menambahkan, dari organisasi profesi sendiri, untuk mencetak sumber daya manusia kesehatan yang berkualitas dan memiliki kemampuan, mereka sudah menjalin kerja sama dengan rumah sakit nasional maupun internasional yang memiliki kemampuan untuk memberikan pelatihan pada tenaga kesehatan terkait.
Hal tersebut sudah dilakukan sejak 15 tahun yang lalu, baik ke beberapa negara yang ada di Asia, Amerika, Australia, Eropa hingga India dan China secara rutin. Ia juga mengatakan bahwa sejauh ini sudah ada 12 rumah sakit di Indonesia yang punya kemampuan untuk melakukan pelatihan kardiologi intervensi.
“Karena kita kekurangan tenaga dan alat, semoga semangat Pak Menteri Kesehatan dapat mengejar kekurangan ini pada 2024 atau paling telat 2027,” katanya.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: PIKI: RI kekurangan dokter dan alat pemeriksaan untuk penyakit jantung