Palu (ANTARA GORONTALO) - Penambang emas tradisional dari Desa Dong-Dongi,
Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah membongkar tindakan pungutan liar oleh
oknum aparat keamanan di wilayah mereka di hadapan anggota DPRD dan
pejabat pemerintah provinsi serta kepolisian saat demonstrasi yang
diikuti sekitar 1.000 penambang, di Palu, Kamis sore.
"Terus terang banyak oknum Polri maupun TNI yang mengambil material
masyarakat. Tolong pungutan liar ini dihentikan. Kami sudah cukup
menderita," kata Kuasa, salah seorang perwakilan penambang di ruang
rapat DPRD provinsi Kamis.
Dia mengungkapkan keprihatinannya tersebut karena praktik pungutan
liar itu sudah berlangsung sejak lokasi tambang di Dongi-Dongi diserbu
para penambang dari berbagai daerah dalam dua bulan terakhir.
Menurut Kuasa, penambang yang bekerja keras dengan mengumpulkan
material untuk dibawah ke tempat pengolahan di Poboya, justru dibajak
saat keluar dari lokasi pertambangan.
Hal itu kata Kuasa, tidak lagi menjadi rahasia di kalangan
penambang, namun dia tiidak merinci besaran pungutan yang dikeluarkan.
Para penambang dan keluarganya berdemonstrasi ke DPRD Sulawesi
Tengah dengan harapan mereka tetap dapat mengolah lahan di Dongi-Dongi
dengan tetap menjaga lingkungan sekitarnya sehingga tidak menggunakan
bahan kimia berbahaya.
Para penambang mengaku selama ini mereka hidup susah terutama untuk
kebutuhan ekonomi mereka, namun setelah ada peluang untuk mendulang
rupiah justru dilarang bahkan akan ditindakpaksa oleh pemerintah daerah
Kabupaten Poso.
Pemerintah daerah memberikan batas waktu sampai Jumat (4/3) agar
penambang angkat kaki dari lokasi tersebut karena masuk dalam kawasan
Taman Nasional Lore Lindu (TNLL).
"Dongi-Dongi belum dijama tentang pembangunan. Kami dapat anugerah
emas. Dengan anugerah itu kami mau bangun, tapi justru mau ditutup,"
kata Agustin salah seorang ibu.
Dia berharap, agar lokasi tambang tersebut tidak ditutup apalagi dengan dilakukan cara-cara represif.
Ahmar salah seorang perwakilan penambang mengatakan Dongi Dongi
sejak tahun 1971 hingga kini tidak mendapat perhatian dari pemerintah
sehingga masyarakat yang mendiami wilayah itu kurang beruntung atas
akses pembangunan.
"Di sana banyak tengkulak. Jalan lingkar di Palolo hancur. Bagaimana bisa masyarakat bisa menjual hasil buminya," katanya.
Dia menyayangkan pemerintah hanya memberikan izin kepada perusahaan
tambang besar dengan besar, sementara tambang rakyat yang diharapkan
bisa mendongkrak ekonomi rakyat justru tidak diberikan izin.
Pertemuan penambang dengan DPRD dan pemerintah provinsi akhirnya
menyepakati membentuk tim multipihak untuk memastikan status lahan di
Dongi-Dongi apakah masih masuk dalam kawasan TNLL atau sudah dibebaskan
sebagian untuk masyarakat.
Selain itu penambang meminta waktu satu minggu untuk melakukan aktivitas penambangan sambil menunggu kerja tim multipihak.
Asistem Ekonomi dan Pembangunan Sekretariat Provinsi Sulawesi Tengah
Elim Somba mengatakan tim tersebut akan diberikan surat keputusan oleh
Gubernur Sulawesi Tengah.
Penambang emas Poboya bongkar pungli oknum Polri, TNI
Kamis, 3 Maret 2016 19:59 WIB